Aku berdiri di depan ruang Pak Ditya masih dengan setengah mengantuk. Memang tepat sih, nyuruh Bia menginap tadi malam, dia benar-benar bisa membangunkan ku pagi-pagi. Tapi aku tidak menyangka kalau dia akan membangunkan ku jam empat pagi! Mengaji sambil menunggu adzan subuh, kemudian tepat jam lima dia memaksaku mandi. Kalau kayak gitu bagaimana aku bisa tidur lagi!
Menguap sekali, aku menepuk-nepuk wajahku pelan agar tidak semakin mengantuk. Lalu mengangkat tanganku, dan mengetuk pintu Pak Ditya. Dari dalam, aku mendengar dia mempersilahkan aku masuk, jadi aku membuka pintunya.
Hal pertama yang kulihat ketika membuka pintu itu adalah, ruangannya yang nyaris seperti kapal pecah. Kupikir, ruangan ini tak akan bisa lebih berantakan dari yang kemarin aku lihat, ternyata aku salah.
Melihat kesekeliling, kurasa penyebabnya adalah isi rak bukunya yang seakan tumpah ke lantai dalam tumpukan-tumpukan acak. Bahkan, si tengkorak menyelip di sudut saking sudah tak ada tempat lagi baginya untuk berdiri. Aku menghela nafas, tak habis pikir. Bagaimana satu orang saja bisa melakukan kerusakan seperti ini. Lagipula, kok dia bisa betah melihat tempat yang berantakan begini?
"Selamat pagi pak," sapaku, masuk ke dalam ruangannya dengan hati-hati. Beberapa kali berjinjit supaya tidak menginjak buku-bukunya yang berserakan di lantai.
"Pagi." Balasnya datar, kemudian dia mengambil satu berkas di dalam map coklat, dan meletakannya di atas meja di depanku. "Ambil bangku itu"--menujuk sudut ruangan di tempat model tengkorak berada--"terus bawa ke sini, kamu bisa duduk di sini." Ujarnya, menujuk tempat ku berdiri sekarang.
Aku mengerjap tak percaya, antara bingung mengapa aku tak melihat sebelumnya kalau si kerangka duduk di bangku lipat, atau frustasi berpikir bagaimana bisa membawa bangku itu ketempatku berdiri melewati semua buku-buku ini. Lagipula, jika itu terselesaikan bagaimana caranya aku 'bekerja' di atas meja penuh kertas dan buku?
"Um, Pak, ini buku-bukunya boleh saya geser? Kalau tidak, ga ada ruang pak." Ucapku, berusaha keras mengendalikan ekspresiku supaya tidak meneriakan betapa anehnya laki-laki di depanku ini.
Dosen aneh itu cuma bergumam dan mengangguk, tidak mengalihkan pandangannya dari laptopnya sedikitpun. Jadi, aku menganggap bahwa dia menyetujuinya.
Aku menarik nafas panjang, sebelum mulai mengambil buku yang paling dekat dari kakiku. Buku itu berjudul 'KEMATIAN SETELAH MATI', aku mengernyit. Awalnya aku tidak memperhatikan buku-buku yang berserakan di ruangan ini kupikir semua buku berhubungan dengan pajak dan ekonomi, tapi sekarang aku jadi membaca satu-satu judul buku yang kupungut, sebelum kuletakan di atas rak buku.
Under The Sea.
Chicken Soup.
Secret.
Intisari Planet Mars.
Cara merawat Kaktus.
Resep Sarapan Norwegia.
Tiriririririri....
Aku mendongak dari judul buku yang tengah kubaca, suara alarm kelas memenuhi ruangan itu, aku menoleh pada Pak Ditya. Pria itu melepas kacamatanya, dan mematikan suara yang berasal dari ponselnya sendiri, kemudian menoleh padaku. Awalnya dia tak bicara, hanya memandangku dengan terkejut seakan baru sadar aku ada di ruangan ini bersamanya, atau dia tak mengerti apa yang kulakukan di sini. Lalu kemudian dia mengendalikan ekspresinya, kembali tenang.
"Sudah waktunya masuk kekelas, tinggalkan saja, pergilah kekelasmu."
Aku kemudian tersentak sadar, melirik jam tanganku yang sekarang menunjukan pukul sepuluh, aku kemudian melihat buku yang tengah kupegang dan kesekeliling ku. Nyaris setengah ruangan sekarang kosong, buku-buku yang semula berserakan dan tertumpuk di lantai, sudah kuletakan satu-satu ke rak buku. Aku lupa waktu! Seharusnya bukan itu yang kukerjakan di sini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Heart (TAMAT)
RomanceHighest Rank #15 in ChickLit (25/06/2018) "Pasal satu, dosen selalu benar. Pasal dua, jika dosen salah, harap kembali ke pasal satu." Menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, adalah apa yang kupikir akan kujalani di semester lima ini. Siapa sangka k...