"Dria! Kok kamu belum siap?!"
Keripik kentang yang yang baru mau kumasukan ke mulutku berhenti tepat di depan bibirku yang terbuka. Mataku melirik mamaku dengan wajah bingung. Dia sudah rapi, sudah berdandan cantik dan memakai setelan yang baru dibelinya minggu lalu. Bahkan, mama memakai tas bermerek kesayangannya. "Mama mau kemana?"
Mama berdecak kesal, dan merebut toples keripik kentangku, mengabaikan protes kecilku dan meletakannya di meja samping sofa yang ku duduki. "Kan sudah Mama bilang, temani Mama arisan! Kok kamu masih kucel sih?!"
Aku mengerutkan keningku, dan kembali meraih toples keripik ku. "Kapan Mama bilang? Lagian aku malas ah Ma, ikut Mama arisan itu ngebosenin."
Untuk kedua kalinya mama merebut toplesku, kali ini dia mendekapnya di dada, seakan takut aku mengambilnya lagi. "Ini mama bilang. Pokoknya, ga pake bantah-bantahan lagi, cepat mandi dan siap-siap. Sepuluh menit lagi kita berangkat."
"Duh..." Aku mengerang, jujur ikut ibu-ibu arisan itu tidak ada faedah-faedahnya! "Kenapa Mama ga ngajak Mas Yozha aja sih? Aku kan mau nikmatin liburan di rumah. Lagian Bia nanti mau datang."
"Enak aja!" Mas Yozha, yang entah dari mana datangnya, memukul kepalaku dari belakang.
"Sakit tau! Rese banget sih!" Pekikku, dan berbalik berniat membalas pukulannya, tapi Mas Yozha jauh lebih cepat. Jadi sebelum aku bisa memukulnya, dia sudah mencengkram kedua tanganku lebih dulu.
Mas Yozha menjulurkan lidahnya, mengejek. "Eh pendek! Ga ada cerita cowok ikutan arisan! Lagian gue ada kerjaan, udah sana nurut sama orang tua!"
"Ah alasan! Paling cuma mau pacaran."
"Udah-udah! Dria, cepat siap-siap. Mama ga mau terlambat datang arisan ya!"
"Ma, tapi kan..." Aku terdiam, tak bisa melanjutkan kata-kataku karena Mama memelototi ku dengan seram. Jadi, bersungut-sungut akupun naik ke kamar, terpaksa ikut Mama arisan.
"Pakai dress pink yang Mama beliin minggu lalu ya, Dria!" Mama berseru di belakangku, dan aku hanya membalasnya dengan helaan nafas keras.
Kadang-kadang, aku agak menyesal di lahirkan sebagai anak perempuan di keluarga ini.
***
My Byby : Lu dimana?! Gw udah di rumah lu nih!
Me : Diseret nyokap ikut arisan.
My Byby : Lha, terus pulangnya kapan?
Me : Ntar lagi kali, udah dari tadi soalnya.
Me : Lu tunggu di kamar gw aja deh. Nanti pulangnya gw beliin cake keju.
My Byby : Udah dibeliin Mas Alder tadi.
Me : Wah tumben tuh orang baik. Syukur deh.
My Byby : Dibawain pacarnya sih sebenarnya.
Me : Ck! Udah gw duga!"Ya ampun, ini Roza? Udah besar ya...."
Mendengar namaku disebut, aku menengadah dari ponselku, dan menoleh ke sumber suara. Itu Tante Anita, sahabat Mama. Jadi aku tersenyum sopan padanya.
"Iya, udah pantas buat nikah, tapi pacar saja belum punya." Mama tertawa kecil.
Aku memandang Mama agak kesal, ngapain juga bahas-bahas itu. Lagipula aku masih kuliah, dan ini bukannya jaman Siti Nurbaya yang umur lima belas tahun belum nikah dianggap perawan tua! "Mas Yozha juga belum nikah, Ma. Aku sih nunggu lulus dulu"
"Iyalah, Jeng. Roza masih muda gini, ga perlu cepat-cepat nikah. Nanti kalau dia dibawa suaminya, Jeng Sherina kesepian lho."
"Justru itu, Jeng Nita, dia ini udah umur dua puluh satu, tapi ga ada dewasa-dewasanya. Mungkin kalau dia nikah, bisa lebih dewasa sedikit."
"Duh, sama kayak anakku, Jeng, yang paling tua itu. Belum punya pacar juga, Papanya sampai khawatir, mana lagi suami saya itu kesehatannya udah kurang baik. Pusing ngeliatnya."
"Owalah Jeng. Yah dari pada si Dria, waktu senggangnya malah baca novel. Gimana mau bisa dapat suami kalau kayak gitu." Sindir Mama.
Aku memutar mataku, dan kembali memainkan ponsel. Kalau diladeni terus, Mama pasti tambah ngoceh macam-macam, jadi kupikir lebih baik aku diam saja. Lagipula, kayaknya memang spesialisasinya ibu-ibu kalau sudah ngumpul kayak gini menjelekkan anak-anaknya. Bahkan Tante Anita sekarang ikut-ikutan Mama ngomongin anaknya yang juga belum nikah-nikah. Sayang anaknya ga dibawa, kalau iya mungkin kami bisa akrab karena bernasib sama.
Eh, tapi bukannya anaknya Tante Anita itu masih SMA ya? Kok udah ngomongin soal nikah. Benar-benar deh, ikut ibu-ibu arisan tuh ga ada faedahnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Heart (TAMAT)
RomanceHighest Rank #15 in ChickLit (25/06/2018) "Pasal satu, dosen selalu benar. Pasal dua, jika dosen salah, harap kembali ke pasal satu." Menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, adalah apa yang kupikir akan kujalani di semester lima ini. Siapa sangka k...