Aeolus

20.3K 3.1K 485
                                        

12.00 wib

Aku akhirnya membuka mulut setelah mendiami Kapten Ryan selama berjalan bersama kembali ke kamar inap.

"Kemana mereka?"
Komenku ketika tak menemukan dua polisi cedera sebelumnya di dalam ruangan.

"Entahlah, makan di dapur mungkin."
Jawabnya singkat.
Ia berdiri dibelakangku, menunggu.

"Ah makanannya sudah jadi?"
Aku menggeletakkan tas ranselnya di tempat tidur seraya menatap jendela kamar yang memperlihatkan Prajurit Felix berdiri jauh di luar, tertawa keras menunjuk-nunjuk zombie yang tersetrum ketika mendekati pagar.

"Kalau begitu kita harus bilang ke petugas yang menjaga Briptu Malik, bahwa makanannya sudah jadi-"

"Kau masih belum ada berkomentar tentang rencana yang kubilang sebelumnya,"
Potong Kapten.

"Kau masih belum ada berkomentar tentang rencana yang kubilang sebelumnya,"Potong Kapten

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hmm...Lucy?"

Akupun menoleh memandangnya.

"Entahlah Kapt."
Aku menarik napas.
"Aku hanya ragu apa ini hal yang baik--kalian menyusul-maksudku aku lebih ingin kalau kita semua bersama-"

"Tapi misi utamanya kan memang kau-"

"Kapt, ini sungguh bukan tentang diriku saja sekarang!"

"Iya, tapi-"

"Bisa saja dia berubah ketika aku tak ada diantara kalian-"

"Letnan Kolonel janji memberi heli susulan dan dia tipe pemegang janji."

"Tipe pemegang janji yah,"
Aku tertawa lemah.
"Oh God. Lucu sekali-"

"Jangan seperti itu Luce. Itu abangmu sendiri!"

"Aku tahu Kapt, aku sangat tahu Reginald itu adalah kakakku."
Wajahku memanas.
"Tapi sejujurnya aku merasa asing dengan diri dia yang sekarang-"

Kapten jadi terdiam memandangiku.

Sesungguhnya merasa malu sekali harus membahas masalah keluarga seperti ini padanya.

"K-kau mengerti kan Kapt?"
Lanjutku gagap.
"H-hubungan kami sempat renggang beberapa tahun-"

Kapten mendadak maju mendekat. Menutup jarak yang ada diantara kami.

"Iya, tenang saja,"
Tunduknya, menatapku lekat.
"Kakakmu benar-benar sudah merencanakannya- dan aku bisa menjaga juga teman-temanmu yang lain."

"Nah justru karena itu juga Kapt, aku merasa tak adil saja bagi dirimu dan teammu-"
Balasku dengan menyentuh pelan lengannya.
"Terutama kau Kapt. Lihat, kau saja sudah cedera begini badannya. Rasanya aku khawatir sekali jika kau sampai harus tinggal lebih lama lagi di Jakarta."

"Luce-"

Belum sempat Kapten meneruskan, masuk Dokter Astrid dengan memegang sebuah kotak portable pembeku bening berisi sebuah boks putih persegi panjang.

RED CITY : ISOLATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang