Revelasi

20.5K 2.9K 449
                                        

"Uri!! Agam!!" Kapten menyentak ketika mereka selesai mengunci pintu.
"Bawa tumpukan pakaian itu dan mereka berempat ke kamar untuk berganti baju, nanti kita berkumpul lagi di loby!"

Kapten menepuk punggungku.
"Kita harus bicara!"

Keempat temanku yang masih memelukku terlihat bingung sekali ketika dihalau pergi oleh Kopral Agam dan Prajurit Uri.

"Tapi-tapi-"

"Nanti saja kalian bisa berbicara setelah berganti baju sana."
Kapten memotong kembali bantahan keempat temanku.

Gery, Gerald pun akhirnya mengangguk padaku dan melangkah pergi bersama Prajurit Uri dan Kopral Agam.

"Dan eh kalian berdua-"
Kapten memanggil Alma dan Sam yang juga sudah mau berbalik pergi.

"Ini keperluanmu."

Mataku menatap kantung plastik yang pasti berisi 'persediaan perempuan' dioperkan Kapten pada tangan Alma.

"Dan ini sepatu baru kalian."
Kapten kembali mengoperkan kantong lain pada Sam.

Alma memegang kantong ditangannya, memandangiku dengan mata berkaca-kaca.

"Iya-"
Kataku dengan senyum dan anggukan.
"Nanti kita bicara lagi kok!"

Sam merengkuh bahu alma dan menariknya perlahan.

Dengan enggan Alma pun berbalik. Menyusul keempat lainnya yang sudah jauh melangkah didepan.

Kami bertiga menunggu sampai mereka menghilang di ujung kelokan koridor depan baru memulai lagi perbincangan.

"Kawanmu itu seakan takut kau akan kami bawa pergi lagi."
Komen Prajurit Felix yang kembali mengangkat dua ransel kepunyaannya dan kepunyaan Kapten.

Sedangkan Kapten membawa tas panjang berisi senjata baru dengan tangan kirinya.

"Menurutmu apa pria tadi mati?"
Tanyaku ketika mengikuti Kapten yang mulai melangkah maju.

"Entahlah, mungkin."
Jawab Kapten singkat.

"Kalian dengar juga kan ucapannya tentang kita dari rumah sakit?"

"Yap!"
Sahut mereka bersamaan.

"Aku kepikiran sekali dengan ucapannya... mereka telah mengawasi kita gitu?"

"Mungkin karena mereka mulai mau membentuk wilayah kekuasaan."
Komen Kapten Ryan dengan menautkan alis.

Aku melanjutkan.
"Polisi yang baru bergabung, bukannya mereka juga katanya ada di rampok oleh grup itu? Apa sejak itu jadi diawasi?"

"Entahlah luce, aku tak ada bertanya lebih tentang perampokan itu pada Aiptu Jiman."

Aku mengangguk resah.
"Dan masih penasaran. Kira-kira pria tadi mati atau tidak-"

"Kenapa? Kau khawatir pada orang itu?"
Cetus Prajurit Felix di belakangku.

"Tidak-"
Tengokku sekilas.
"Cuman tadi itu pengalaman cukup ekstrim! Jadi terbayang terus saat pria itu terlindas."
Lanjutku sambil memeluk diri karena merasa merinding.
"Walau sudah ada pengalaman sih, tapi itu pun juga melindasi zombie sewaktu di mobil Pak Ro-"

"Dia bukan hanya pria, Luce. Dia itu preman! Aku tak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan pada kita jika tidak bertindak seperti tadi! Dia pun juga menghalangi mobil kita! jadi jangan salahkanku-"

"Astaga Prajurit Felix!"
Potongku dengan sedikit meringis karena sentakannya.
"Aku tidak menyalahkan! tentu saja aku mendukung tindakanmu karena mereka hendak menjahati kita!A-ku hanya tak terbiasa melindas seseorang-"

RED CITY : ISOLATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang