Rasa-rasanya, diriku sudah mengalami hal-hal buruk yang umum menimpa manusia yang masih hidup di bumi.
Kehilangan orang tua di usia muda? Sudah kualami.
Hidup sendiri dan bermusuhan dengan kakak kandung sendiri? Sedang kualami.
Aku tahu keadaan buru...
Menunggu kedatangan seseorang dalam keadaan normal dapat terasa lama terlebih ketika kita menunggu sendirian.
Menunggu dalam keadaan yang terdesak diantara hidup dan mati, waktu semenit terasa jutaan tahun.
Walaupun menunggu tidak sendiri, bersama ratusan murid lainnya, tetap tidak dapat membuatku tenang. Terlebih dengan suasana Auditorium yang sangat tegang.
Kami menunggu hingga jam dua siang, jam yang dijanjikan untuk bala bantuan datang, yang nyatanya belum tiba.
Kami tidak langsung putus harapan.
Kami menunggu,
mungkin terlambat lima menit, sepuluh menit, dua puluh menit.
Mungkin ada halangan dijalan, baiklah kita tunggu sejam lagi.
Semakin lama menunggu, kami semua semakin gelisah.
Beberapa mulai berjalan mondar mandir.
Ketika sudah memasuki jam lima, kegelisahaan tak dapat dibendung.
Mulai kembali pecah tangisan sana sini. Kepala Sekolah berusaha menghubungi kembali kantor pemerintah yang terkait pengiriman bala bantuan, namun tidak ada ada yang merespon panggilan tersebut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kami berempat memutuskan untuk pergi dari ruangan auditorium menuju lantai dua, ke kelas yang telah didatangi sebelumnya untuk melihat bagaimana keadaan luar sekarang.
Sesampainya dikelas itu, kami bertemu sang ketua OSIS, Sam Ezra yang memandangi kaca dengan lesu.
"Pagarnya mulai goyah. Termasuk pagar kualitas bagus sih, bisa menahan dorongan sebegitu banyak (aku tidak percaya mengatakan ini) zombie dalam waktu yang lumayan lama."
Yang diucapkan Sam benar, aku melihat pagar tersebut mulai bengkok.
"Ini sudah sore dan,
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-Sepertinya bala bantuan batal datang." lanjutnya.
Gerald melirik memberikanku tatapan 'ku bilang juga apa'.