2.) Kelompok

2.1K 186 8
                                    

Suara kicau burung menemani langkahku menuju kelas. Keadaan sekolah masih sangat sepi. Aku melirik jam tangan dan tertera pukul enam lebih seperempat. Langkahku berhenti ketika sampai di depan sebuah kelas. Kelas XI-IPA 2, kelas yang baru aku tempati tiga bulan lalu. Aku membuka ponsel dan melihat galeri.

Suasana yang sunyi membuatku kembali mengingat mereka yang telah meninggalkanku. Membuatku sekarang kesepian saat di rumah. Membuatku selalu berusaha menutupi segala kesedihan setiap di depan sahabatku.

"(Nam), diem diem aje." Suara yang tak asing di telingaku. Aku mendengus kesal. Selalu saja orang itu menggangguku.

"Kalau gue ngomong dikira gue orang gila. Gue kan cuma sendirian disini." Aku menatap malas dirinya. Sebuah kekehan kecil keluar dari mulutnya. Membuatku makin meragukan kewarasannya.

"Biasa udah gila juga." Ucapan itu masih dapat kudengar dengan baik walau Mungga mengatakannya sangat lirih.

"Apa lo bilang?! Gue biasa gila?! Terus lo apa? Gila banget gitu?"

Mungga kembali terkekeh mendengar bentakanku. Hal itu membuatku menepuk dahi dan geleng geleng kepala.

"Gue mah waras kali." Ucapan itu keluar setelah Mungga menghentikan tawanya.

"Waras apaan? Gak ada yang lucu aja ketawa."

"Lo tau kenapa gue ketawa?"

"Nggak tau lah, lo kan belum kasih tempe eh tahu maksud gue."

"Gak lucu."

"Nah lo, gue ngelawak gak ketawa. Giliran gue marah marah, ngebentak bentak lo, lo malah ketawa. Waras gak sih?"

Mungga berhenti berdiri dan duduk di meja yang berada di sisi kiri ku.

"Nih gue kasih tahu (Nam). Lo tuh kalau lagi marah marah mukanya lucu minta diketawain."

Aku memalingkan wajah menatap tembok yang berada di sebelah kananku. Aku makin jengah melihat wajahnya. Apalagi harus berurusan dengannya, hanya akan membuatku kehabisan tenaga.

"Elah, mandangin tembok lagi. Padahal kan gue lebih menarik dari tembok. Secara gue manis." Sontak aku memandang Mungga dengan melongo. Setelah itu aku memutar bola mataku malas.

"Hih, Muka udah kayak kue gosong aja PD selangit."

Mungga mengerucutkan bibirnya kesal. Memalingkan wajahnya dariku.

Author Pov.

Hanya keheningan diantara mereka. Tak ada niatan diantara mereka untuk memulai sebuah obrolan, lebih tepatnya pertengkaran. Nk sibuk dengan ponsel dan Mungga memandangi wajah Nk.

"Cie...yang pagi pagi udah ngapel." Suara seseorang dari pintu membuat Mungga dan Nk mengalihkan pandangan menuju pintu.

"Rafly?" Tak sengaja Mungga dan Nk mengucapkan itu secara bersamaan.

"Aciee....kompakan. Aduh, baper gue." Rafly tertawa dengan muka tanpa dosa.

"Alay lo Fly." Mungga menampakkan wajah songongnya.

"Baper baper, dipikir film Pengabdi Setan." Nk menggerutu kesal.

"Lagian, sepi gini berduaan. Awas, yang ketiganya setan."

"Lo dong Fly." Mungga tertawa dan Rafly? Dia mendengus kesal.

"Lo berdua cocok loh." Rafly membuang kesalnya dan kembali meledek.

Sebuah sepatu mendarat mulus di kepala Rafly.

"Awas ngomong begitu lagi, bukan cuma sepatu. Tapi kursi juga gue lemparin ke lo!" Nk mengambil sepatu dan memakainya. Setelah itu, dia pergi meninggalkan kelas.

Complicated✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang