19.) Haruskan Terus Begini?

1.2K 120 25
                                    

Mungga Pov.

Waktu terus berjalan. Sebulan sudah Nk terus menghindariku. Berbagai cara untuk menariknya kembali padaku telah dilakukan. Namun, dia masih pada pendirian yang sama. Menjauh dan tak mau memperjuangkan cinta itu lagi. Setiap mendengar ucapan penolakannya, aku berasa itu mimpi menyakitkan. Sungguh, aku tak bisa terus begini. Lama lama aku bisa frustasi karena Nk. Sekejam itu kah takdirku?

"Nk." Aku memanggilnya yang sedang duduk sendiri di sebuah taman. Aku mendekatinya dengan langkah pelan.

"Apa? Lo mau ngomong apapun lagi gue gak akan balik Mung."

Mendengar itu saja sudah bisa membuat hatiku seperti tertusuk ribuan pisau. Andai aku bisa memilih, aku lebih memilih menjadi musuh Nk yang selalu dimarahi daripada jadi orang yang dijauhi Nk begini.

"Lo pernah bilang kan kalau kita mau jadi saudara yang otomatis kita bakal dekat? Dan lo bertanya, kenapa kita harus saling menjauh? Sekarang, kenapa malah lo menjauh (nam)?"

"Gue cuma mau turutin mau Papa. Kalau kita deket rasa itu terus besar dan sulit hilang."

"Apa lo yakin mau lupain gue setelah apa yang kita lalui selama ini?"

"Iya, gue udah yakin. Sesakit apapun bakal gue lakukan demi kebahagiaan Papa."

"Mana janji lo?"

"Ingkar janji manusiawi kan? Banyak kok yang ingkar janji."

"Tapi Tuhan benci orang yang ingkar (nam). Begitupun orang yang diingkari."

Nk terdiam. Sungguh aku tak sanggup seperti ini. Aku yakin, Nk tidak sepenuhnya yakin dengan jalan yang ia ambil. Dia mengambil itu hanya atas dasar dorongan, bukan dari hatinya.

"Asal lo tau (nam), gue sakit terus dijauhi lo. Gue frustasi mendengar penolakan lo. Gue lemah tanpa lo (nam). Gue mohon kembali. Kita berjuang lagi."

Dapat aku lihat Nk menatapku dengan air mata berlinang. Segera aku membawa Nk ke pelukanku. Dapat aku rasakan Nk terisak.

"Menangislah sepuas lo (nam). Gue tahu ini semua menyakitkan. Bukan cuma lo yang sakit. Gue juga."

Nk mendorongku hingga pelukanku lepas. Aku pun menghembuskan nafas kasar dan mengusap wajahku. Aku pun mulai lelah dengan takdir ini.

"Tekad gue udah bulat Mung. Gue gak mau lagi perjuangin cinta kita. Sekuat apapun kita berjuang kalau itu menentang orang tua pasti perjuangan itu akan gagal. Mending lo lupain cinta itu. Demi kebahagiaan orang tua kita."

Ucapan yang sama. Aku yang mulai jengah dengan penolakan Nk pun akhirnya menyerah. Biar takdir nanti yang menentukan.

"Oke kalau itu mau lo. Gue turutin. Biar takdir yang menentukan semuanya."

Aku menatapnya sebentar sebelum meninggalkannya pergi. Biarlah hatiku sakit. Toh ini mau Nk. Demi Nk aku rela menuruti semua kemauannya. Termasuk melupakan cinta itu dan berhenti berjuang.

Author Pov.

Nk menatap kepergian Mungga dengan tangis dan rasa sakit. Ini bukan maunya. Andai takdir tak serumit itu, Nk tak akan seperti ini.

"Maaf Mung, gue harus lakuin ini demi kebahagiaan orang tua kita."

Seseorang berjalan ke arah Nk dengan tatapan kepuasan. Sedangkan Nk hanya pasrah melihat kepuasan orang itu.

"Puas kan liat gimana akhirnya aku sama Mungga?"

"Kamu emang anak berbakti."

"Ya, aku berbakti kepada Papa yang egois karena mementingkan kebahagiaan sendiri. Aku juga berbakti kepada Papa yang jahat karena tega bahagia diatas penderitaan anaknya sendiri."

Complicated✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang