Bagian 5

3.4K 176 5
                                    


Raja masih bersidekap saat melihat gadis yang ia tolong tadi sedang duduk termenung diatas ranjang sungguh berbanding terbalik dengan sikap gadis itu beberapa saat lalu. Tanpa sadar Raja mengangkat tangannya menyentuh pelipisnya yang tergores dan sedikit bengkak akibat hantaman jam weker tadi.

"Apa ia mengalami hal buruk setelah aku masuk kedalam kamar mandi tadi?"gumam Raja sendiri wajahnya terlihat bingung memikirkan berbagai kemungkinan.

Rania duduk diam dengan pandangan kosong keluar jendela, ia memandang kerlap-kerlip lampu dan padatnya kota kelahirannya di jam malam seperti ini, suasana diluar lebih menarik perhatian Rania dari pada sosok tampan yang sedari tadi memperhatikannya.

Rania kembali merenungi nasibnya, ia tersenyum miris ketika ia menelfon Mamanya tadi dengan menggunakan ponsel pria yang menolongnya apa yang ia dapat?

"Ini siapa?"

Rania tersenyum ia baru akan bersuara sebelum ia menangkap sesuatu yang aneh di seberang telfon Mamanya,
"Auuhh.. Sayang pelan-pelan dong mainnya.. Ahhh."

Seketika tubuh Rania bergetar hebat ia sangat mengenali suara Papanya dan tubuhnya benar-benar  bergetar ketika telinganya menangkap suara seorang pria yang ia yakini bukan Papanya. Tanpa menunggu lama ia segera mematikan sambungan telefonnya melempar ponsel dalam genggamannya begitu saja.

Ia tidak bodoh meskipun ia sering dikatakan cupu, culun atau kampungan namun ia sangat tahu apa yang sedang dilakukan Mamanya tadi. Mamanya berselingkuh. Mama tidur dengan pria lain selain Papanya.

Ya Tuhan..

Tubuh Rania bergetar namun tidak ada air mata yang menetes dari matanya, ia ketakutan bahkan tubuhnya benar-benar lemas mengetahui kenyataan tentang perselingkuhan Mamanya. Rania tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Papanya jika beliau mengetahui hal itu. Rania tidak bermaksud membela papanya hanya saja ia tahu sedikit banyak pemicu pertengkaran orang tuanya karena Papanya yang terlalu sibuk dengan perusahaannya hingga Mamanya merasa tidak diperhatikan dan timbul pertengkaran demi pertengkaran diantara kedua nya.

Rania tidak bermaksud membenarkan sikap Papanya tapi bukankah Papanya bekerja siang malam untuk dirinya dan Mamanya juga? Papanya rela menghabiskan umurnya demi memajukan perusahaan dengan harapan nanti jika beliau tidak ada Rania dan Mamanya tidak akan hidup kekurangan. Namun Rania juga tidak setuju pada sikap Papanya yang selalu membentak atau memaki Mamanya.

Ia hanya ingin kedua orang tuanya akur kembali seperti dulu, ia rindu keluarganya yang bahagia dulu, meskipun mereka tinggal dirumah yang jauh lebih kecil dari rumahnya sekarang, tidak ada mobil mewah hanya mobil sedan tua yang Papanya beli untuk keperluan mereka. Namun saat itu hidup mereka benar-benar bahagia bahkan sangat bahagia.

"Kau menangis?"

Rania tersentak dengan cepat ia menyentuh pipinya namun kalah cepat dengan tangan besar lainnya yang lebih dulu menghapus jejak air matanya, "Kau sakit? Kepalamu sangat sakit?"

Rania menatap dalam mata hitam milik pria yang berdiri begitu dengan dengannya saat ini bahkan Rania bisa melihat bayangan dirinya sendiri pada mata hitam milik pria ini, bukannya berhenti air mata Rania semakin mengalir deras membasahi wajah putihnya.

Raja terdiam entah apa yang membuatnya tadi melangkahkan kakinya menuju ranjang dan ia sempat terpaku ketika melihat gadis yang ditolong olehnya itu menitikkan air mata dengan pandangan mata kosongnya. Dan dalam jarak sedekat ini ia baru tahu bahwa gadis yang ia panggil bodoh dan aneh ini memiliki wajah yang cantik dengan mata bulatnya seperti boneka. Raja semakin menahan nafas ketika melihat gadis itu membuka bibir pinknya dan Raja juga baru menyadari gigi gadis ini sungguh menyerupai gigi kelinci dengan dua gigi panjang didepan lalu disusul gigi-gigi kecil lainnya.

"Cantik."gumam Raja tanpa sadar namun jelas di dengar oleh Rania yang ikut bersemu karena pujian itu.

******

Raja dan Rania duduk kaku dengan kepala sama-sama tertunduk ke bawah, Raja masih mengumpat keberaniannya tadi yang berucap tanpa berfikir dahulu sedangkan Rania sedang menahan malu karena rona merah yang terlihat jelas di wajahnya tadi.

"Ekhem!" Raja lebih dahulu berdehem karena ia akan membuka pembicaraan diantara keduanya.

"Sebenarnya apa yang kamu lakukan? Berlari-lari ditengah keramaian seperti tadi kayak lagi syuting FTV aja."Keluh Raja dengan senyum sinis khas dirinya.

Rania merengut ia selalu sakit hati pada setiap kata yang diucapkan pria didepannya ini yang bahkan sampai sekarang tidak ia ketahui namanya tapi entah kenapa dalam hati kecilnya ia percaya bahwa pria bermulut pedas ini adalah pria baik.

"Cih! Bukannya dijawab malah ngelamun."sungut Raja lagi.

Rania menggeram kesal namun tak urung tetap menjawab juga pertanyaan yang pria ini lontarkan tadi, "Lagi ada masalah aja."sahutnya singkat.

Raja berdecih lagi ada masalah tapi bukan berarti harus membahayakan nyawa sendiri bukan? Ingin rasanya Raja mengetok kepala gadis bergigi kelinci didepannya ini.
"Sudahlah apapun masalahmu itu bukan urusanku!"Ucap Raja sadis, "Dan satu lagi aku hanya seseorang yang di utuskan Tuhan untuk menolong gadis aneh sepertimu jadi jangan berharap apapun tentang kita ini."Lanjut Raja dengan suara begitu percaya diri.

Rania memberanikan diri menatap pria super percaya diri di depannya ini, memangnya apa yang ia harapkan dari kejadian tak mengenakan seperti ini? Cih. Dasar pria sinting!

"Pergilah dan terima kasih sudah menolong hamba Tuhan ini."Usir Rania yang membuat Raja melongo.

"Dasar tidak tahu terima kasih sudah di tolong juga."sinis Raja sambil berdiri berniat beranjak dari kamar rawat gadis yang ditolong nya itu.

Rania membaringkan tubuhnya ia memejamkan matanya ketika mendengar suara pintu tertutup, ia yakin pria baik hati namun bermulut pedas yang menolongnya itu sudah pergi seperti permintaannya. Seketika air mata Rania mengalir kali ini Rania tidak dapat dan tidak perlu menyembunyikan tangisan pilunya toh tidak akan ada yang melihatnya.

Dia sendirian. Sejak dilahirkan ia memang ditakdirkan untuk hidup sendirian. Kehadirannya ke dunia ini benar-benar tidak di harapkan oleh siapa pun.

Rania terisak hebat diatas ranjangnya, ia ingin menangis meraung mengeluarkan semua kepedihan hatinya namun ia tidak sanggup ia sudah terlalu lelah dengan semua terjadi ditambah perihal baru tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Mamanya.

"Ya Tuhan.." lirih Rania disela isakannya yang benar-benar terdengar begitu memilukan, tubuh kurus gadis itu bergetar hebat menandakan ia benar-benar kesakitan saat ini.

Raja yang baru melangkah masuk kedalam ruangan mematung didepan pintu, ia hanya berniat mengambil ponselnya yang tertinggal didalam kamar rawat Rania namun siapa sangka ia malah menemukan gadis bergigi kelinci itu sedang menangis hebat diatas ranjangnya.

Tanpa suara Raja melangkah mendekati ranjang entah kenapa melihat gadis yang di tolongnya ini menangis dan terlihat begitu menderita membuat dadanya sesak. Rasanya benar-benar tidak nyaman tapi kenapa? Ia sendiri tidak tahu bahkan tanpa disadari olehnya kedua lengannya bergerak memeluk tubuh gadis itu dari belakang.

Seketika tubuh gadis itu mendadak kaku dalam dekapan Raja namun perlahan gadis itu mulai tenang meskipun sama sekali tidak menghentikan tangisannya, Raja semakin mengeratkan pelukannya meletakkan dagunya diatas bahu gadis itu posisi mereka begitu intim sekarang tapi siapa yang perduli itu? Baik Raja maupun Rania sama-sama larut dalam perasaan mereka.

"Menangislah jika memang menangis bisa meringankan bebanmu, Rabbit."

*******

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang