Bagian 7

3.2K 171 7
                                    


Drtt.. Drtttt...

Raja mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk kedalam matanya, Raja mengernyit saat melihat sekitarnya, tempat ini bukan kamarnya. Raja terlonjak kaget matanya membulat seketika saat melihat sosok gadis yang meringkuk di sisinya.

"Ya Tuhan jangan-jangan aku sudah berbuat khilaf yang berujung enak."Raja mulai ngelantur.

Raja tersenyum lembut tangannya terangkat untuk merapikan rambut-rambut Rania yang menutupi wajah cantik gadis itu. Oh ayolah, tidak mungkin Raja tidak mengingat apa yang sudah di laluinya bersama gadis ini. Dimulai dari lari-larian yang berujung dirumah sakit dan juga tangisan yang berujung tidur se ranjang.

Drrtt... Drrrttt..

Raja menolehkan kepalanya saat kembali mendengar getaran di ponsel miliknya yang terletak di atas meja di samping ranjang Rania. Dengan gerakan lambat Raja meraih ponselnya seketika ia mendesah lelah saat melihat nama penelpon Raja yakin sebentar lagi ia akan segera mendapat siraman rohani.

"Halo Mi."sapanya cepat dengan suara begitu lembut namun secepat itu pula Raja harus menjauhkan telfonnya dari telinganya.

"Mi jangan teriak-teriak dong kasihan telinga Papi."sahut Raja setengah menggoda Maminya.

Raja yakin pasti saat ini Maminya sedang mulai memainkan perannya, "Jangan tanya apa-apa dulu, sebentar lagi Mas sampai rumah semua akan Mas jelasin sampai ke akar-akarnya, oke Mami sayang. I love you too."

Klik!

Raja tersenyum geli ia sudah bisa membayangkan bagaimana reaksi Maminya dan juga ejekan Ratu hingga pagi ini suasana rumahnya pasti sangat heboh, ah ia jadi rindu.

Please Raja jangan alay, baru juga sehari nggak pulang udah rindu aja. Ngarang banget!

"Sudah pagi ya?"

Raja menoleh tangannya bergerak membantu Rania yang beranjak bangun dari tidurnya, "Eum, mau sarapan atau ke kamar mandi dulu?"

Rania menoleh menatap Raja dengan pandangan aneh, ini benar Raja pria si mulut pedas itu kan?

"Kenapa lihatnya begitu? Kaget lihat aku masih tetap tampan meskipun bau iler begini?"

Rania memutar bola matanya jengah, Raja dengan seluruh kepercayaan dirinya.

"Hush! Malah bengong."Raja mendengus, ia beranjak lebih dulu turun dari ranjang.

Rania memperhatikan setiap gerakan tangan Raja yang menyugarkan rambutnya, Raja benar-benar tampan dan Rania mengakui hal itu pagi ini. Meskipun tidak mandi sejak kemarin masih dengan kemeja berdarah yang ia tahu pasti darahnya namun sama sekali tidak mengurangi ketampanan pria itu.

"Aku pakai kamar mandi duluan ya! Kamu tunggu disini aja aku panggil pesawat nanti."Raja langsung melenggang masuk ke dalam kamar mandi tanpa mendengar jawaban Rania lebih dahulu.

Rania mencubit pipinya kuat-kuat lalu meringis merasakan sengatan perih di kulit pipinya, "Ternyata memang bukan mimpi."gumam Rania setengah tak percaya.

Ia masih belum bisa menerima kedekatannya dengan pria asing yang sama sekali tidak ia kenal, kedekatan mereka benar-benar murni garis takdir, dimana ia dan Raja sama sekali tidak pernah mengenal satu sama lain namin bisa sedekat ini dalam waktu semalam.

Entahlah hanya Tuhan yang tahu.

Rania menggelengkan kepalanya, ia sudah mantap akan menelfon Mbok Inem hari ini, semalam ia terlalu shock setelah mendapati kenyataan tentang Mamanya. Namun pagi ini, ia sudah merasa lebih baik ia sudah siap jika sesuatu terjadi padanya dan juga pada keluarganya. Terutama Papanya.

Rania meringis pelan saat merasa sengatan rasa sakit pada kepalanya, ia masih terlalu bingung untuk mengambil sikap setelah semua yang terjadi. Bagaimana mungkin hidupnya selalu miris seperti ini?

"Kuat Nia! Semua akan baik-baik saja bukankah pria bermulut pedas itu juga mengatakan semua akan baik-baik saja. "

***********

Raja duduk sopan di depan Mbok Inem, yang menurut Rania pengasuh gadis tersebut sedangkan Rania sedang berada di dalam ruang rawatnya, Rania harus mengikuti berbagai proses pemeriksaan lainnya guna memantau bekas luka yang lumayan serius di kepalanya itu.
Meskipun dokter sudah mengatakan tidak ada yang perlu di khawatirkan Rania hanya perlu menjaga jadwal cek up nya saja.

Raja duduk diam sambil menyesap kopi yang ia pesan tadi, sebenarnya ia juga bingung harus memulai obrolan dari mana toh jika ditilik ulang hubungannya dengan Rania tidak sedekat ini bahkan mereka bertemu di saat tidak tepat sama sekali. Semua terjadi begitu saja.

"Non Nia putri tunggal dikeluarga Ramlan."

Raja mendongak sejak tadi ia sudah tahu jika Mpok Inem begitu dipanggil oleh Rania sedang memperhatikannya tapi Raja tidak mau ambil pusing ia hanya memberikan kesempatan untuk wanita paruh baya di depannya ini untuk benar-benar menilainya. Hanya itu.

Mpok Inem tersenyum lembut pada Raja sebelum mengalihkan pandangannya menatap taman rumah sakit yang ditanami berbagai macam jenis bunga. Sejak semalam Mpok Inem sudah ketakutan saat tidak mendapati Rania di dalam kamar gadis itu bahkan gadis itu tidak pulang sampai pagi.

Mpok Inem benar-benar takut hal buruk terjadi pada gadis malang itu hingga akhirnya tadi pagi ia mendapat telfon dari nomor asing hingga kabar mengejutkan di dengarnya bahwa Rania sedang berada di rumah sakit namun ia bersyukur bahwa ketika sampai rumah sakit gadis manis itu terlihat baik-baik saja meskipun perban melilit di kepalanya dan beberapa luka lecet kecil lainnya.

Rania sudah menceritakan semuanya tentu saja dibantu oleh Raja karena hanya Raja yang tahu detailnya sedangkan Rania hanya mengingat sekilas kecelakaan itu hingga ia bangun sudah berada di rumah sakit. Mpok Inem harus menahan rasa penasarannya karena kehadiran dokter di kamar Rania harus menginterupsi detail cerita sebenarnya.

Hingga disinilah ia berada bersama Raja, pria baik hati yang menolong Rania kemarin. Mpok Inem benar-benar bisa merasakan kehangatan dan juga ketulusan dibalik sikap cuek dan mulut pedas pria di hadapannya ini. Jika bisa ia ingin pria di depannya ini yang akan mendampingi Rania nanti. Semoga saja Tuhan berkenan mengabulkan doanya kali ini.

"Sejak kecil saya sudah mengurus non Nia, dimulai dari popok makan hingga susu bahkan ketika ia rewel karena sakit saya yang bergadang sampai pagi untuk menenangkannya."Mpok Inem seperti kembali memutar memorinya ketika menimang Rania.

Raja sendiri hanya diam menyimak setiap cerita wanita didepannya ini, entahlah ia merasa tertarik bahkan sangat penasaran tentang kehidupan Rania yang rupanya pewaris dari seorang Aji Ramlan. Ayolah siapa yang tidak kenal pengusaha kaya itu bahkan jika benar-benar di tilik perusahaan rintisan Aji Ramlan itu mampu mengimbangi perusahaan kebanggaan keluarganya. Bahkan mungkin perusahaannya akan dengan mudah di kalahkan oleh seorang Aji Ramlan.

"Namun kenyataannya hidup tidak seindah drama bukan?"

Raja kembali memusatkan perhatiannya pada Mpok Inem yang kini juga mulai menatapnya dengan berkaca-kaca, "Jika boleh saya meminta tolong jaga Rania, dia gadis baik bahkan sangat baik hanya saja ia lahir dan besar di tengah kekacauan hingga sampai akhir mungkin Raniaku akan menderita."Mpok Inem tidak kuasa menahan air matanya.

Raja masih bingung namun satu hal yang bisa di tangkap oleh otak cerdasnya, sepertinya selama ini Rania menderita hidup bersama orang tuanya atau Rania tidak di inginkan oleh orang tuanya. Benarkah seperti itu?

Raja kembali menatap Mpok Inem yang sudah menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang sudah mulai keriput, wanita itu menangis sedih atas penderitaan Rania dan entah kenapa Raja selalu tersentuh jika sudah berhubungan dengan gadis kelinci itu.

Sebenarnya apa yang terjadi disini? Terutama pada dirinya? Apa yang sudah di lakukan gadis kelinci itu pada pria bermulut pedas seperti Raja ini?

******

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang