Bab 50

5.8K 221 103
                                    


Rania menatap tangannya yang baru saja dia layangkan pada wajah Lydia. Demi Tuhan Rania begitu membenci kekerasan tapi kenapa dia?

Rania menghela nafas, sepertinya dia terlalu membiarkan rasa sakit atas pengkhianatan Raja dan Lydia merajai hati dan otaknya hingga tanpa sadar Rania melayangkan tangannya menampar pipi Lydia yang terlihat memerah.

"Maaf tanganku ternyata benar-benar tidak bisa diajak kompromi."Kata Rania setelahnya.

"Sialan!"Lydia mendesis kesal namun dia masih waras dengan dirinya yang masih memegang setir mobil dia tidak mungkin membalas tamparan gadis cupu di sampingnya.

"Kau benar-benar aku sialan sedangkan kau dan Raja brengsek dan bajingan. Kurasa kita sama-sama cocok dengan predikat itu."Ucap Rania acuh.

Rania sudah mulai menyerah pada kewarasannya. Dia seperti sudah lelah menjadi sosok yang selalu tertindas, jika dia memilih untuk selalu diam dan mengalah maka orang-orang akan begitu bersemangat untuk menginjak kepalanya maka sekarang Rania memutuskan untuk bangkit dia tidak akan lagi membiarkan mereka menginjak harga dirinya.

"Bisa kau lajukan mobilmu lebih cepat? Aku sedang terburu-buru Lydia."Perintah Rania tanpa memperdulikan jika setelah ini dia disebut tak tahu diri.

Lydia tidak mengatakan apapun dengan patuh dia melajukan mobilnya menuju rumah sakit yang disebutkan Rania.

"Jika kau ingin memiliki Raja raih hatinya dengan cara baik-baik tanpa perlu menjadi duri di dalam hubungan kami. Aku mengatakan ini karena aku kasihan padamu Lydia."Rania kembali menoleh menatap Lydia dengan pandangan kasihan. "Kau terlalu tinggi hati dengan berfikir memiliki Raja untuk dirimu sendiri tanpa perduli bahwa tindakanmu itu sudah menyakiti kaummu sendiri. Kita sama-sama perempuan Lydia tidakkah kau bayangkan jika apa yang menimpaku hari ini suatu saat nanti akan menimpamu?"Rania tidak perduli dengan tanggapan Lydia toh dia hanya memberi sedikit penjelasan yang menurutnya perlu diketahui oleh Lydia.

"Omong kosong! Jangan berceramah di depanku gadis kampung!"marah Lydia yang dibalas senyum teduh khas Rania.

"Aku tidak berniat untuk menceramahimu hanya saja sebagai sesama perempuan kita wajib saling mengingatkan Lydia. Aku katakan lagi tindakanmu untuk mendapatkan Raja itu terlalu murahan untuk wanita kalangan atas sepertimu. Jadi lain kali gunakan cara pintar untuk mendapatkan hati Raja."Rania tersenyum puas bertepatan dengan Lydia yang memberhentikan mobilnya di depan rumah sakit yang Rania sebutkan tadi.

"Cepat turun!"

Rania mengangguk pelan namun sebelum menuruni mobil Lydia, Rania kembali menatap Lydia sekilas. "Jika kau ingin memiliki Raja maka raih hatinya karena sejak awal mungkin Raja memang mencintaimu bukan aku jadi aku benar-benar akan melepaskan Raja jika kau berjanji akan membahagiakannya. Sekali lagi terima kasih untuk tumpangannya."Rania turun dari mobil lalu berlari memasuki loby rumah sakit.

Lydia masih menatap loby rumah sakit meskipun punggung Rania sudah tidak terlihat lagi. "Gadis bodo!"Desisnya sebelum melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.

**

Rania melangkahkan kakinya besar-besaran agar segera sampai di ruangan dimana Om Arya-nya di rawat.

Begitu menemukan nomor kamar yang dia ketahui dari perawat bahwa kamar itu adalah kamar Arya dirawat tanpa menunggu lama Rania segera membuka pintu kamar lalu menerobos masuk.

"Tante."Rania segera memeluk Tante Hanna yang terlihat begitu terpukul. "Sayang."Hanna menyambut pelukan erat Rania tangisnya kembali pecah saat berpelukan dengan keponakan suaminya itu.

"Tante harus sabar. Nia yakin Om Arya akan baik-baik saja."Rania mengusap lembut punggung Tantenya.

Hanna mengangguk pelan didalam hati dia mengamini pernyataan Rania. Semoga saja suaminya baik-baik saja dan kembali sehat seperti semula.

"Cindy dimana Tante?"Rania bertanya setelah melepaskan pelukannya pada Hanna. "Di rumah Nak. Dia nggak Tante ijinin ke rumah sakit, Tante takut Om kamu bakal ngamuk-ngamuk lagi dan itu pasti sangat berpengaruh pada kesehatannya. Tante nggak mau Om kamu kenapa-napa."Ujar Hanna penuh kesedihan.

Rania kembali memeluk bahu Hanna, perempuan baik hati yang bersedia menerimanya bahkan ketika Om dan saudara sepupunya saja menolak kehadirannya mentah-mentah. Hanna perempuan baik dan Rania berharap Tuhan bersedia mengangkat beban yang sedang dipikul oleh Tante Hanna.

"Kamu dari mana Nak?"Hanna bertanya kepada Rania. "Dari rumah sakit Tante."Rania tidak akan menutupi apapun dari Hanna kecuali perihal Glenn karena dirinya ingin memastikan kalau Glenn akan bertanggung jawab atas janin yang dikandung Cindy jika pria itu menolak maka Rania tidak akan segan-segan menyeret pria itu ke meja hijau.

"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Raja Sayang?"Hanna memang belum bertemu langsung dengan Raja tapi dari cerita keponakannya dia tahu Raja adalah sosok penting untuk Rania-nya.

Rania menundukkan kepalanya. "Entahlah Tante. Nia benar-benar takut untuk kembali memercayai Raja."ungkapnya jujur.

Hanna mengusap lembut kepala Rania. "Nak, tidak ada manusia di dunia ini tidak berbuat keliru. Selama dia masih menyadari dan mengakui kesalahannya serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi maka kita wajib memberinya kesempatan Sayang."Rania mendongak menatap Hanna.

Hanna tersenyum teduh layaknya seorang Ibu. "Beri Raja kesempatan Sayang. Mungkin dia pernah keliru dia pernah mengambil jalan yang salah yang berujung menyakiti kamu tapi Nak ingat satu hal tidak ada manusia suci di dunia ini kita hanya manusia jadi kesalahan dan kekeliruan layaknya teman untuk kita."Hanna terus menasehati Rania dengan tulus.

Dia benar-benar menyayangi gadis manis ini. Rania-nya yang manis.

Mata Rania sontak berkaca-kaca menatap Hanna penuh kasih sayang, sejak tumbuh remaja bahkan dewasa seperti sekarang almarhumah Mamanya belum pernah menasehati dirinya seperti ini, Mamanya tidak pernah tahu kegundahan hatinya berbeda dengan Hanna.

"Tante."Bisiknya sebelum tangisan Rania pecah.

Rania menangis terisak-isak dalam pelukan Hanna. Hanna ikut merasakan sengatan panas di matanya dia sangat tahu bagaimana menderita nya gadis yang berada dalam pelukannya saat ini.

"Ssstt..jangan menangis Nia Tante gadis kuat. Rania Tante gadis hebat. Jangan menangis Sayang."Suara Hanna terdengar bergetar.

Rania menganggukkan kepalanya.

"Hanna."

Rania dan Hanna sontak melepaskan rangkulan mereka saat tiba-tiba suara Arya terdengar memanggil istrinya.

"Mas."Hanna segera beranjak menghampiri suaminya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit.

"Haus."bisiknya pelan sangat pelan.

Rania menatap interaksi suami dan istri itu dengan mata basah. Jika Mama dan Papanya masih hidup apakah mereka akan saling menyayangi seperti itu? Atau mungkin mereka akan saling benci karena kesalahan-kesalahan yang menodai cinta mereka, Mamanya dengan perselingkuhannya dan Papanya dengan kesibukannya.

Rania mengusap wajahnya cepat-cepat ketika mata Arya menoleh dan menatapnya dalam. Dada Rania terasa sesak ketika menyadari mata dan tatapan Arya benar-benar persis seperti Papanya.

"Papa.."lirihnya tanpa sadar.

Tangan Arya terangkat meskipun lambat karena kondisinya yang masih lemah. "Ini Papa Nak.. Ini Papa."bisiknya lemah sangat lemah.

Tangis Rania pecah dengan cepat dia beranjak menuju ranjang dimana Arya terbaring lalu menubruk tubuh Arya. Rania memeluk erat tubuh Arya tanpa perduli tubrukannya membuat tubuh Arya kesakitan.

Hanna menutup mulutnya, dia benar-benar terharu melihat pemandangan di hadapannya. Air matanya meleleh seiring dengan tangisan Rania yang terus memanggil Arya dengan sebutan Papa.

Arya mendekap erat tubuh ringkih putri almarhum Kakaknya. Dia tidak menyangka selama ini hatinya tertutupi oleh dendam hingga mengabaikan Rania gadis kecil yang butuh perlindungan dan kasih sayang darinya.

"Maafin Papa Nak. Maafin Papa."

*****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang