Bagian 6

3.2K 171 0
                                    


Raja dan Rania terlihat begitu nyaman bergelung diatas ranjang rumah sakit. Raja memeluk pinggang ramping Rania yang tidur membelakanginya sedangkan Rania terlihat tenang menjadikan lengan Raja sebagai bantalan kepalanya.

Entah apa yang sudah terjadi hingga mereka bisa seperti ini. Hubungan mereka tentu saja tidak sedekat ini bahkan mereka belum juga saling bertukar nama semua terjadi begitu saja bermula dari pelukan lalu berakhir dengan Rania yang kelelahan menangis hampir 1 jam lebih.

"Kau tidur?"Tanya Raja sambil menaikkan sedikit kepalanya untuk melihat Rania.

Rania membuka pelan matanya,"Tidak."gumamnya dengan suara terdengar begitu serak.

"Namaku Raja."

"Aku Rania."

Hening.

Raja dan Rania sama-sama diam meskipun posisi mereka tidak berubah.
"Ternyata gadis bodoh ini memiliki nama yang bagus."Gumam Raja yang seolah hanya di dengar oleh dirinya sendiri tentu saja tidak karena berikutnya Raja mengaduh kesakitan karena sikutan Rania pada rusuknya.

Rania mencibir namun senyuman tipis terbit di bibirnya, "Aku bisa mendengarmu dengan jelas."

Raja tersenyum, "Baguslah setidaknya setelah menangis hebat tadi otakmu masih berfungsi dengan benar."

Rania kembali mendengus namun tak urung ia meraba balutan perban yang melilit kepalanya, tidak sakit memang hanya saja ia merasa pusing. "Ini berapa jahitan?"tanya Rania sambil membawa tangan Raja menyentuh perban kepalanya.

Raja kembali melongakkan kepalanya sebelum menghempasnya kembali ke atas bantal, "15 kayaknya lupa juga nih aku."

Rania terdiam, "Pantas sih kalau nanti otakku tidak bisa berfungsi."gumam Rania yang membuat Raja terkekeh.

"Nggak ada jahitan juga kayaknya otak kamu memang nggak berfungsi dengan baik deh."ucap Raja enteng tanpa memperdulikan mata Rania yang mulai berkaca-kaca.

Rania memejamkan matanya tidak ia tidak sakit hati atas ucapan pria yang masih mendekap tubuhnya itu, hanya ia merasa tersentil akibat ucapan Raja tadi. Benar kata pria itu jika otaknya memang berfungsi ia tidak mungkin melarikan diri seperti tadi hingga ia harus berakhir disini.

Apa sebenarnya yang ada dikepalanya? Memang apa yang ia dapat akibat aksi brutalnya tadi sore? Perhatian? Nol besar. Malah ia mendapati kenyataan pahit tentang perselingkuhan Mamanya.

Sakit, rasanya benar-benar sakit wanita yang selama ini diagung-agungkan olehnya tak lebih baik dari wanita malam diluar sana.

"Ya Tuhan maafkan Nia."Ucap Rania buru-buru, ia tidak percaya hatinya bisa sekeji itu pada Mamanya.

Raja yang mendengar ucapan Rania mengeratkan pelukannya, "Semua akan baik-baik saja."Ucapnya menenangkan.

Sebenarnya ia bingung sendiri dengan sikapnya dan juga kedekatan mereka saat ini tapi ia tidak tega meninggalkan gadis ini sendirian. Entah apa yang sedang di hadapi gadis ini bahkan sudah tengah malam begini tidak ada satupun dari saudara atau orang tua kandung gadis ini yang datang. Jika ia pergi maka otomatis malam ini Rania akan sendirian.

Dan memikirkan hal itu entah kenapa ia tidak tega.

"Ja menurutmu apa akibat dari sebuah perselingkuhan?"

Raja mengerutkan dahinya ketika mendengar pertanyaan konyol dari Rania, "Kehancuranlah."jawabnya enteng.

Memang benar kan? Apa akibat dari perselingkuhan? Pasti kehancuran entah itu kepercayaan atau perasaan. Memang apa yang bisa diharapkan dari sebuah pengkhianatan? Selain kehancuran dan juga kesakitan.

Rania menahan tangisnya, ia menolak percaya apa yang dikatakan oleh Raja tapi hatinya menyakini perkataan Raja barusan. Kehancuran ? Papanya? Keluarganya? Dan juga dirinya. Semuanya akan hancur tidak akan ada yang tersisa dari keluarganya.

Raja yang merasa aneh dengan sikap Rania kembali bersuara, "Memangnya siapa yang selingkuh? Kamu ya? Eh tunggu dulu jangan bilang kamu udah kawin! Wah, bisa disunat Mami kalau tahu aku peluk-peluk istri orang."Raja gusar sendiri dibelakang Rania hingga mau tidak mau Rania terkekeh kecil, ternyata pria bermulut pedas ini takut pada Maminya.

"Diam deh! Siapa yang istri orang? Aku single masih kuliah juga kawin dari mana."sungut Rania, sejenak ia lupa pada kesedihannya.

Raja menghela nafas, "Syukurlah."ucapnya penuh kelegaan, Raja melirik jam di dinding kamar sudah pukul 00.00 berarti sudah waktunya Rania istrirahat, "Tidur gih! Jangan fikirin apa-apa cukup tidur dan besok bangun dalam keadaan lebih baik."Titah Raja semakin mengeratkan pelukannya pada Rania.

Rania mengangguk perlahan matanya mulai terpejam, nyaman. Satu kata yang menjelaskan perasaannya sekarang. Untuk pertama kalinya Rania bisa mempercayai orang asing bahkan dalam keadaan intim seperti ini. Begitu pula dengan Raja, pria itu juga merasa hal yang sama ia begitu nyaman memeluk seorang wanita yang tidak pernah dikenal olehnya.

Tanpa memperdulikan kemungkinan besok apa yang akan terjadi malam ini baik Raja dan Rania tidak ingin memikirkan apa pun. Cukup tidur dan keduanya pun perlahan memejamkan mata dan sama-sama menuju alam mimpi mereka.

********

"Papi!!"

"Kenapa sih Mi?" Gatot meletakkan buku yang sedari tadi dibaca olehnya.

"Ini loh pacar kedua Mami belum pulang loh pi!" Cantika mendesah dramatis.

Gatot menaikkan alisnya, "Pacar pertama?"

"Aliando lah."sahut Cantika enteng.

Gatot menggelengkan kepalanya melihat kelakuan absurd istrinya ini, "Mas lagi meeting kali Mi."

Cantika merengut, "Meeting gimana tengah malam begini."

"Meeting bersama calon mantu kali."sahut Gatot asal sebelum kembali membuka bukunya.

Cantika memulai aksi queen of drama-nya, "Pi Mas Raja mungkin marah sama Mami kali ya?"

Cantika merasa putranya Raja tidak pulang karena marah padanya peri hal pertemuan dengan Tia, putri salah satu sahabatnya. Tapi tidak biasanya putranya itu mogok pulang kerumah seperti ini.

"Papi jangan diam aja dong! Anaknya belum pulang loh pi."Cantika kesal sendiri melihat sikap santai suaminya.

Gatot kembali menutup bukunya, "Mi Mas Raja udah 25 tahun loh Mi, bukan anak TK lagi."

"Tapi mami beneran khawatir sama Mas Raja pi."Ujar Cantika dengan mata berkaca-kaca.

Gatot segera membawa istrinya kedalam pelukannya, ia tahu istrinya saat ini sedang benar-benar khawatir tidak dibuat -buat seperti drama-drama yang dibuat olehnya setiap hari.

"Yakin saja Mas Raja baik-baik saja, doa Mi agar anak kita selalu dalam lindungan Tuhan dimana ia berada."Ujar Gatot bijak yang di angguki oleh Cantika.

"Iya Pi, Mas Raja pasti baik-baik saja sekarang dan semoga saat ini Mas Raja juga sedang bersama calon menantu Mami."Ucap Cantika berapi-api seolah lupa tentang kesedihannya beberapa waktu lalu.

Gatot hanya terkekeh geli melihat kelakuan labil istrinya, wanita cantik yang sudah lebih dari 25 tahun mendampinginya.
"Papi Cinta Mami."ucap Gatot sambil menatap dalam istrinya.

Cantika menatap horor suaminya, "Enggak ada udang dibalik batu kan pi?"tanyanya dengan wajah ngeri bahkan ia sedikit memberi jarak diantara keduanya.

Gatot mengernyitkan dahinya, "Maksudnya?"

Cantika semakin melotot, "Jangan bilang Papi bilang cinta sama Mami karena ingin punya anak lagi?"

"Tidak!!! Mami nggak mau Pi, mami mau cucu bukan anak!"teriak Cantika sambil berlari meninggalkan suaminya yang sudah terbahak.

"Dasar! Untung Cinta."

*******

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang