Bagian 10

3K 165 2
                                    


Rania melangkah masuk kedalam rumahnya dengan wajah lesu, ia kembali mengingat Raja pertemuan tak terduganya dengan pria itu justru membuat moodnya benar-benar turun drastis. Padahal hari ini ia sudah berniat akan menghabiskan waktunya untuk memasak bersama Mbok Inem mengganti waktunya yang lebih seminggu ia habiskan dengan berbaring di ranjang rumah sakit.

"Istirahat sayang!"

Rania tersenyum sebelum mengangguk pada Papanya, hari ini Papanya memang menjemput ia ke rumah sakit namun hanya sebatas menjemput tidak ada pertanyaan atau apapun sekedar basa-basi untuknya kenapa ia bisa berakhir dirajang rumah sakit.

Papanya hanya mengatakan untuk lebih berhati-hati lain kali hanya itu. Dan Mamanya hanya menelfon menyuruhnya untuk istirahat karena ia sedang sibuk di luar kota saat ini. Dan Rania sangat paham kesibukan seperti apa yang dimaksud Mamanya itu.

Seperti biasa Rania akan kembali menghabiskan waktunya bersama Mbok Inem, Papanya juga sudah pamit untuk bekerja dan mungkin seminggu ke depan ia tidak akan bertemu dengan pria yang sudah membuatnya hadir di dunia itu. Karena menurut yang di tangkap oleh pendengarannya tadi Papanya akan meninjau beberapa lokasi untuk pembangunan apartemen dan juga perumahan elit lainnya di beberapa daerah yang sudah pasti luar kota.

Rania hanya berdoa semoga Papa dan Mamanya diberi lindungan dan keduanya cepat sadar bahwa ada dirinya anak kandung mereka yang selalu menanti kepulangan mereka. Rania rindu kecupan selamat tidur yang di dulu selalu ia dapat dari Mama dan Papanya.

"Non istirahat dulu nanti sore baru kita berpetualang di dapur oke."

Rania tersenyum mengangguk sekilas menyetujui perkataan Mbok Inem yang sudah meninggalkannya di atas ranjang, Rania berbaring telentang di atas ranjangnya matanya perlahan terpejam memutar kembali memorinya bersama kedua orang tuanya hingga berakhir pada sosok pria bermulut pedas yang entah kenapa begitu mengakar di dalam ingatan Rania.

Rania tidak bisa berbohong bahwa jauh dari lubuk hatinya ia sedikit merindukan pria itu, tapi kenapa Raja tak juga mendatanginya lagi. Apa Raja marah karena pengusirannya malam itu? Ia hanya bermaksud menyuruh Raja pulang karena sudah semalaman pria itu menemaninya bahkan Raja masih mengenakan pakaian yang sudah ternoda dengan darahnya.

Tapi kenapa Raja tak kunjung kembali menjenguknya? Rania menghela nafas, untuk ukuran gadis kekurangan kasih sayang sepertinya apa yang sudah dilakukan Raja malam itu benar-benar menyentuh hatinya. Mungkin bagi Raja itu hal biasa tapi baginya itu sungguh luar biasa.

20 tahun hidupnya belum pernah ada yang memeluknya seperti yang di lakukan Raja, mungkin dulu saat masih di sekolah dasar Papanya akan bersedia memeluknya itu pun hanya sebentar karena Papanya akan lebih memilih mengurus berkas-berkas miliknya dari pada menemaninya memeluknya sampai pagi tapi Raja?

Pria itu merelakan lengannya untuk menjadi bantalan kepala Rania dan sampai kapanpun Rania tidak lupa akan hal itu. Meskipun Raja sudah melupakan bahkan tidak mengingatnya lagi. Terbukti pria itu terlihat bahagia bersama gadis cantik di sisinya pagi ini.

Cukup terima nasibmu Rania, sampai kapanpun tidak ada yang benar-benar menginginkanmu. Tidak ada.

*********

"Selamat pagi Pak Aji."

Raja menyapa ramah Aji Ramlan yang sudah menunggu dirinya di ruang rapat. "Selamat pagi kembali Pak Raja."

"Panggil Raja saja pak, rasanya saya merasa terlalu muda untuk dipanggil bapak."

Aju terkekeh geli inilah yang membuatnya cukup tertarik bekerja sama dengan Raja, sosok pria hangat namun begitu ambisius. "Kalau begitu cukup panggil saya Om saja, saya juga merasa semakin merasa tua kalau terus-menerus di panggik Bapak."

Raja ikut tersenyum, jika di lihat Aji bukan tipe pria tidak sayang anak hanya mungkin menurut Raja seorang Aji Ramlan terlalu berambisi untuk memajukan perusahaannya, menumpuk harta untuk bekal kehidupan putrinya nanti. Rania. Ah kenapa rasanya ia selalu suka mendengar nama itu akhir-akhir ini.

"Silahkan duduk Om, maaf saya sedikit terlambat."

"Tidak apa-apa Om juga baru datang tadi ada sedikit urusan di rumah."Ujar Aji dengan senyuman hangatnya.

Kepala Raja langsung terlintas kalau urusan yang dimaksud Aji saat ini adalah Rania. Meskipun ia tidak bisa melihat jelas siapa yang berada di balik kemudi mobil yang ditumpangi oleh Rania tadi tapi ia yakin bahwa orang itu tidak lain adalah Aji Ramlan.

"Iya om, tidak apa-apa. Mari kita bahas kerja sama kita."

Raja dan Aji serta sekretaris mereka masing-masing sibuk membahas proyek baru yang akan mereka kerjakan, Aji benar-benar memuji kelugasan dan juga kepintaran Raja. Selain ambisius seorang penerus RD Company ini juga memiliki ide-ide cemerlang yang membuat Aji Ramlan terpukau.

"Baik, rasanya tidak enak kalau kita melewatkan makan siang bersama kali ini."

Raja mengangguk setuju, memang sejak mengajukan proposal kerja sama baik Raja maupun Aji selalu berhalangan untuk hadir walau sekedar makan siang.

"Tidak masalah Om, saya ikut saja."jawab Raja, ia sudah lega karena mereka sudah mencapai kesepakatan dan sebentar lagi mereka akan melakukan tinjauan lapangan.

"Baiklah ayok Om juga punya rekomen restoran dengan kuliner khas Indonesia buat kamu, mana tau nanti kamu bisa ajak pacar kamu kesana."Goda Aji yang dibalas senyuman kaku oleh Raja.

Pacaran? Mana mungkin ia membawa pacarnya kesana toh ia tidak berminat menjalin hubungan dengan wanita manapun. Raja kembali tersentak saat bayangan wajah Rania melintas kembali di kepalanya.

Shit!

Kenapa selalu Rania? Sejak mengenal gadis itu Raja tidak benar-benar bisa melenyapkan bayangan Rania di dalam kepalanya. Entah apa yang salah pada dirinya.

"Ayok nak Raja."

Raja gelagapan namun dengan cepat ia menguasai ekspresi wajahnya untuk kembali tenang dengan sopan ia mengangguk menerima ajakan seorang Aji Ramlan.

"Bagaimana? Tempatnya nyaman bukan?"

Raja tersenyum sopan pada Aji, "Iya om."jawabnya sambil melihat sekeliling restoran yang baru pertama kali ia datangi ini.
Aji tersenyum, "Ini adalah tempat kencan favorit saya bersama istri saya dulu."

Raja segera menoleh ia bisa melihat luka dan juga kesedihan di mata Aji namun Raja berusaha untuk tidak mengeluarkan pendapatnya karena itu bukan kapasitasnya. Ia hanya diam berusaha menjadi pendengar yang baik karena semua ini pasti berhubungan dengan Rania, gadis kelinci yang selalu difikirkan olehnya.

"Namun sekarang semuanya terasa hambar."Aji tersenyum sedih dengan pandangan masih menerawang, "Mungkin ini cobaan untuk keluarga saya terutama untuk saya." Aji menyudahi sebelum memulai dan Raja hanya mengangguk kaku padahal ia sudah sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga gadis kelinci itu.

"Ayok silahkan semua makanan ini di jamin enak-enak."Aji menyerahkan buku menu pada Raja saat pelayan sudah mengantarkan ke meja mereka.

Raja membuka buku menu melihat sederet gambar makanan serta namanya yang benar-benar khas Indonesia, Aji juga melakukan hal yang sama berhubung ia sudah sering menyambangi tempat ini ia memesan tanpa perlu melihat daftar menu lagi.

Raja akhirnya memesan nasi soto dengan es teh manis, menu yang benar-benar sederhana untuk makan siangnya kali ini, ia fikir makan siang bersama dengan pemilik perusahaan besar selalu mewah dan elegan seperti yang biasa ia lakukan namun Aji Ramlan benar-benar sosok yang berbeda.

Melihat kesederhanaan dan juga sikap lembut yang di perlihatkan Aji padanya sedikit menyentil rasa ingin tahu Raja kenapa pria ini tidak datang menjenguk Rania ketika gadis itu di rawat di rumah sakit waktu lalu? Apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Aji Ramlan ini?

Raja benar-benar ingin tahu dan ia akan segera mengetahuinya.

*******

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang