Bagian 14

2.7K 141 6
                                    


Rania meneguk air minum yang di berikan oleh Raja padanya. Setelah tangis pilu dan pelukan haru yang di lakukan mereka di taman tadi membuat suasana canggung diantara keduanya. Lebih tepatnya Rania yang merasa malu setengah mati pada pria yang masih menatapnya sedari tadi.

Saat ini Raja dan Rania sedang berada di dalam mobil Raja, setelah Rania menghentikan tangisnya tadi Raja menggendong lebih tepatnya memaksa menggendong Rania dari taman menuju parkiran mobilnya. Raja bersikap acuh pada pengunjung taman yang menatap kearahnya terlebih setelah adegan tangis menangis Rania.

"Pasti hamil tuh cewek."

"Heran pergaulan sekarang hamil diluar nikah jadi tren."

"Nangis sebelum berbuat kalau sudah kejadian untuk apa menangis."

"Pasti cowoknya nggak mau tanggung jawab, kasihan."

Raha terus melangkah tanpa menghiraukan bisik-bisik manusia sok tahu di belakang nya, sedangkan Aisya semakin menenggelamkan wajahnya di leher Raja, semua gara-gara dirinya jika ia tidak menangis tidak mungkin Raja menerima celaan dan hinaan seperti itu.

"Tidak apa-apa mereka hanya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi."bisik Raja sambil terus melangkahkan kakinya menuju parkiran.

Dan disinilah mereka saat ini, Rania kembali meneguk air mineral miliknya sedangkan Raja masih setia memperhatikan Rania.
"Jangan banyak minum! Nanti perutmu kembung."peringat Raja tanpa mengalihkan pandangannya dari Rania.

Rania tersenyum kaku sebelum menganggukkan kepalanya, ia benar-benar bingung harus bersikap seperti apa pada Raja, sedangkan Raja sendiri masih betah dengan memandangi wajah cantik Rania. Raja gemas sendiri ketika melihat gigi kelinci milik Rania. Rania benar-benar cantik.

"Setelah ini kamu ada acara apa lagi?"Raja berusaha mencairkan kecanggungan Rania padanya.

Rania menoleh menatap Raja sambil berfikir sebelum kembali menggelengkan kepalanya, hari hampir sore mana mungkin ia punya acara bahkan kalau Raja tidak mengajaknya keluar hari ini mungkin ia akan memilih mengurung diri di kamarnya. Namun saat ini ia bersyukur setidaknya ajakan Raja untuk keluar membuatnya bahagia. Bahkan sangat bahagia.

"Ke rumahku saja mau?"Raja bertanya pelan, ia tidak ingin membuat Rania risih dengan pergerakan cepat darinya meskipun dalam hati ia ingin cepat-cepat mengenalkan Rania pada keluarganya terutama sang Mami.

Rania membulatkan matanya, pria ini bilang apa barusan? Raja baru saja mengajaknya kerumah pria itu? Tidak salah. Mereka baru kenal bahkan ini kali pertama mereka bicara santai tanpa nyinyiran mulut pedas Raja kenapa bisa pria itu mengajaknya ke rumah seperti mengajak dirinya ke Ragunan.

"Eum.. Bagaimana kalau lain saja, hari ini rasanya aku sangat lelah."Kilah Rania memberi alasan, ia berujar sepelan mungkin berusaha menjaga perasaan Raja. Entahlah ia hanya tidak ingin Raja tersinggung dengan penolakan halus darinya.

Raja tersenyum masam, meskipun ia sudah yakin Rania akan menolak ajakannya namun tetap saja ada rasa sedikit kecewa di hatinya, tapi biarlah toh ini baru awal perjuangannya bisa sedekat ini dengan gadis ini saja sudah lebih dari cukup untuknya.

Oh ayolah, ia ingin Rania datang dengan sendirinya padanya bukan karena paksaan atau desakan darinya. Dan ia akan menunggu sampai waktu itu, dimana Rania benar-benar datang menyerahkan hati dan hidupnya pada seorang Raja. Raja yakin saat itu akan segera tiba dan ketika masa itu tiba Raja bersumpah akan menjaga gadis itu dengan sepenuh hati.

Raja mengangguk sambil tersenyum lembut pada Rania,"Baiklah. Sekarang aku antar kamu pulang."

Rania tersenyum. Satu hal semakin ia yakini hari ini. Raja adalah pria baik dan ia sudah terlalu dalam jatuh dalam pesona pria ini.

*******

Rania membuka pelan pintu rumahnya, ia melirik jam di pergelangan tangannya hampir jam 9 malam namun rumahnya masih sangat sepi. Ia memang sedikit terlambat sampai di rumah karena jalanan yang dilaluinya macet parah. Untung Raja yang mengantar hingga dirinya tidak terlalu bosan menghabiskan waktu melihat jejeran kendaraan yang berbaris di hadapannya.

Entahlah mungkin mulai hari ini menyendiri akam terasa sangat membosankan untuk seorang gadis culun seperti dirinya. Rania tersenyum sambil terus melangkahkan kakinya menuju tangga. Untuk pertama kalinya Rania benar-benar merasa bahagia sekarang dan itu karena Raja.

Rania baru menginjakkan kakinya ditangga pertama saat bunyi pecahan terdengar dari arah dapur, dengan cepat Rania berlari kesana ia takut ada orang menyusup atau bahkan itu perampok. Jangan sampai. Rania melempar tas miliknya begitu saja bahkan gadis itu melepaskan sepatunya lalu menggenggamnya begitu erat ia berniat memukul siapa yang menyusup ke rumahnya dengan sepatu miliknya.

Konyol memang, tapi saat ini keadaan benar-benar genting dan Rania tidak sempat memikirkan apapun lagi.

Dengan mengendap-endap Rania semakin mendekati dapur ia mengernyit bingung saat mendengar suara nafas bersahutan seperti terengah-engah karena kelelahan,tanpa memperdulikan suara-suara aneh itu Rania melanjutkan langkahnya.

Sebelum benar-benar memasuki dapur Rania menarik nafas dalam, dan suara-suara aneh itu semakin terdengar jelas. Rania mengernyitkan dahinya jika itu penyusup apa yang dilakukan di dapurnya sampai si penyusup itu mengeram dengan nafas terengah seperti itu?

Rania semakin penasaran ketika ia menangkap suara wanita yang sama terengahnya disusul desahan dan bunyi sesuatu yang beradu. Rania mulai berkeringat dingin pegangannya pada sepatu dalam genggamannya semakin mengerat. Bulir-bulir keringat mulai membanjiri dahi gadis itu.

Rania sedikit gemetar ketika desahan dan geraman dari suara aneh itu semakin terdengar. Ia tidak bodoh meskipun culun. Ia sangat tahu darimana asal suara-suara menjijikkan seperti itu.

Bercinta.

Benar, hanya orang-orang yang sedang menikmati surga dunia itulah yang mengeluarkan suara-suara seperti itu.

Tubuh Rania mendadak bergetar, kepalanya menggeleng pelan.
Tidak. Tidak. Itu bukan mamanya. Bukan mamanya.

Rania merapal kata-kata itu dalam hatinya ia sudah lemas dengan tubuh gemetar namun ia harus memastikan kebenaran nya bahwa didapur bukanlah Mamanya. Bukan.

Rania memejamkan matanya sebelum melanjutkan langkahnya yang seketika itu terhenti saat suara seseorang mengejutkannya.
"Aaahh.. Terus.. Sayang.. Aahh.."

Tubuh Rania kaku, airmatanya mulai menetes dadanya terasa amat sakit.

"Nikmat,,oohh.. Sayang.."

Rania membekap mulutnya tanpa melepaskan sepatu dalam genggamannya, ia sangat mengenali suara itu. Suara wanita yang sangat dicintai olehnya. Wanita yang sudah melahirkan dirinya.

Ibunya.

Ya Tuhan..

Tubuh Rania merosot seiring desahan disusul teriakan kepuasan dua manusia tidak tahu malu didalam sana. Rania menangis tergugu harapan keluarganya kembali utuh sirna sudah. Tidak ada lagi harapan untuk keluarganya.

"Mama.. Hiks.."

Rania membekap kuat mulutnya, ternyata dua orang itu belum berhenti. Rania melepaskan sepatu miliknya lalu merangkak dilantai. Ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk berlari, dirinya sudah hancur kali ini ia benar-benar hancur.

Rania terus merangkak sambil menangis, ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan papanya jika beliau tahu apa yang sudah dilakukan oleh Mamanya. Rania tidak membenarkan sikap Papanya tapi ia sangat membenci apa yang telah Mamanya lakukan. Bukan begini caranya. Kenapa Mamanya harus menghancurkan ia dan papanya dengan cara mengerikan seperti ini?

"Papa.. "

Rania memanggil papanya sambil terus merangkak, gadis itu terlihat begitu menyedihkan bahkan baru beberapa jam yang lalu ia merasakan kebahagiaan namun dalam sekejap semua sirna, hancur tak bersisa karena sebuah pengkhianatan.

"Rania harus bagaimana?"

*********

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang