Bagian 32

2.3K 148 8
                                    


Raja terlihat tidak nyaman duduk diatas lesehan yang disediakan warung tersebut. Ketika tadi memutar balik mobilnya menuju gerobak bakso yang diinginkan oleh Rania ia sempat khawatir akan ada wartawan atau media lain yang mengendus keberadaan dirinya dan Rania.

Meskipun setelah sampai ditempat bakso rasanya tidak mungkin ada wartawan, bukan apa warung gerobak bakso pinggiran yang diinginkan Rania jauh dari kata layak untuk orang-orang kelas atas. Tempatnya berada dipinggiran dengan lesehan dan ditutup oleh tenda untuk atap dan untuk sekelilingnya digunakan baliho-baliho dari berbagai produk.

"Kamu tidak nyaman makan ditempat seperti ini ya?"Tanya Rania pada Raja.

Raja menggelengkan kepalanya, "Biasa aja."sahutnya santai berusaha menutupi rasa tidak nyaman pada Rania.

Rania terus memperhatikan Raja, wajar sih bila seorang dari kalangan atas seperti Raja tidak nyaman ditempat seperti ini berbeda dengan dirinya yang masih bisa nyaman dimana saja asal tempatnya bersih.

Warung ini memang kecil dan terletak dipinggiran namun menurut Rania warung ini bersih dan pasti aman buktinya mereka harus menunggu lama untuk mencicipi semangkuk bakso di warung ini. Pengunjung warung gerobak ini sangat ramai meksipun di dominasi oleh kaum muda-mudi.

Raja merasa risih ketika segerombolan remaja tanggung menatap lapar kearahnya, saat pertama kali masuk tadi Raja sudah merasa tidak nyaman hanya saja ia tidak ingin menolak permintaan pertama Rania setelah mereka berpacaran. Selama permintaan kekasihnya itu masih dalam wajar Raja akan selalu memenuhinya.

Ya meskipun ia risih dan tidak nyaman dengan lingkungan sekelilingnya, tapi hatinya tetap bahagia apalagi ketika melihat ekpresi bahagia Rania ketika pelayan membawa semangkuk bakso pesanan mereka ke hadapan Rania.

"Wah besar sekali."Pekik Rania heboh ketika melihat bakso hampir sebesar bola voli berada di hadapannya.

Raja hanya mampu menggelengkan kepalanya, "Memangnya kamu sanggup menghabiskan bakso itu sendirian sayang?"

Rania beralih menatap Raja masih dengan binaran bahagianya gadis itu tersenyum lebar memperlihatkan dua gigi kelincinya yang mampu membuat Raja mengigit bibir bawahnya menahan rasa gemas pada kekasihnya itu.

"Tentu. Aku sudah lama ingin mencicipi bakso sebesar ini Mas."ujar Rania kembali menatap bakso dalam satu mangkuk penuh itu.

Raja yang gemas mencubit pelan pipi Rania, "Ya sudah habiskan jangan sampai ada yang tinggal!"

Rania mengangguk antusias, dan mulailah ia mencicipi bakso itu ia mulai menambah saos cukup banyak hingga Raja menahan tangan Rania yang terus memasukkan saos ke dalam mangkuknya, "Jangan banyak-banyak dong sayang saosnya."

Rania tersenyum memperlihatkan gigi kelincinya, ia meletakkan botol saosnya lalu beralih pada kecap manis dan cabe, Raja sampai menahan nafas ketika melihat bagaimana kekasihnya itu menaruh beberapa sendok cabe ke dalam mangkuknya. Rania berbinar ketika sudah mengaduk mangkuk baksonya ia bersiap melahap sampai tangannya tertahan oleh Raja.

"Sayang itu pedas banget. Nggak usah dimakan pesan lain saja."Raja menahan tangan ia takut perut kekasihnya itu akan bermasalah kalau melahap bakso dengan kuah semerah itu bahkan Raja tidak bisa membayangkan bagaimana pedasnya kuah bakso itu.

Rania merengut, "Mas ini enak banget loh."rengek Rania ketika Raja menarik mangkuk bakso itu.

Raja menukar bakso milik Rania dengan miliknya yang masih belum tersentuh, "jangan coba-coba membantah sayang! Atau kita akan meninggalkan warung ini dan mencari tempat makan lain!"

Rania mencebikkan bibirnya, "Dasar nyebelin."

Raja terkekeh geli melihat wajah cemberut kekasihnya "Aku begini karena aku sayang kamu."Ujar Raja sambil mengedipkan matanya menggoda Rania.

Rania mengigit bibirnya menahan semburat merah yang mulai menjalar diwajahnya.

"Ayo makan! Aku tidak ingin terlambat mengantarmu pulang."

*****

Rania merebahkan tubuhnya ini sudah satu minggu sejak kepulangannya dari rumah Raja berarti satu minggu pula usia pacarannya dengan pria itu.

Rani tersenyum senang ketika mengingat dunianya sedikit lebih baik sejak pertama kali ada Raja di dalamnya.

Rania sudah mengikhlaskan kepergian Mamanya, ia juga sudah mulai kembali ke kampus ia harus menyelesaikan pendidikannya meskipun ia risih dengan berbagai macam tatapan yang dilayangkan padanya.

Dan sekarang masayarakat umumnya sudah mengetahui siapa Rania sebenarnya namun bukan itu yang menarik minat masyarakat melainkan kasus perselingkuhan Mamanya.

Kabar Papanya sendiri sepertinya jauh lebih baik meskipun Rania belum berbicara dari hati ke hati dengan sang Papa tapi melihat Papanya yang setiap hari berada dirumah sudah cukup meskipun ganjil karena papanya yang biasanya gila kerja sekarang seperti pengangguran saja.

Tok!

Tok!

Rania mendengar pintu kamarnya seperti diketuk pelan dari luar, "Masuk!"suruhnya namun ia tidak beranjak karena mungkin saja itu Mbok Inem.

"Kamu tidur kak?"

Rania membuka matanya ketika mendengar suara lain, "Papa."Rania buru-buru bangkit dari rebahannya ketika melihat Papanya masuk ke dalam kamarnya.

Aji tersenyum lembut ia berjalan mendekati ranjang putrinya menempatkan diri disisi ranjang. Rania duduk tenang diatas ranjang menunggu Aji mengungkapkan sesuatu padanya.

"Putri Papa rupanya sudah sangat besar ya?"Ujar Aji setelah beberapa saat memilih diam.

Rania hanya tersenyum menanggapi ucapan Papanya karena jujur saja sudah sangat lama ia dan Papanya berada dalam satu ruangan sedekat ini biasanya Papa akan memilih mendekam didalam ruangan kerjanya sedangkan Rania menghabiskan waktu di dalam kamarnya.

"Papa sudah makan?"Rania berusaha mengenyahkan suasana canggung diantara mereka.

Aji tersenyum tangannya terulur menyentuh Puncak kepala Rania. Mata pria itu terlihat berkaca-kaca, "Setelah ini apapun yang terjadi berjanjilah untuk selalu bahagia Nak!"

Rania memilih diam karena dia tidak tahu harus bersikap seperti apa ucapan Papanya terdengar begitu ambigu ditelinganya.

"Meskipun Papa belum mampu membahagiakan kamu tapi Papa yakin suatu saat akan ada orang lain yang akan menggantikan Papa untuk membahagiakan Kakak."

Mata Rania mulai berembun entah kenapa rasanya ia seperti akan kehilangan lagi. Tidak jangan lagi cukup Mama dan jangan Papanya lagi. Bathin Rania memohon.

Aji segera memeluk putrinya begitu erat seolah mengisyaratkan ini adalah pelukan terakhir yang bisa ia berikan. Rania sudah tidak mampu lagi menahan airmatanya gadis itu menangis sesenggukan di dalam rengkuhan Papanya.

"Jangan..jangan katakan apapun lagi Pa! Ni..nia hanya ingin bersama Papa hiks Kakak mohon Papa tetap disini."Pinta Rania disela isakannya.

Aji mengangguk pria itu sudah menyembunyikan wajahnya pada rambut sang putri, ia bergumam maaf berkali-kali di dalam hati yang ditujukan kepada Rania putri simata wayangnya.

Tanpa ada yang tahu, bahwa ini adalah pelukan terakhir dari seorang Ayah untuk putrinya, pelukan terakhir yang Rania dapatkan dari sang Papa karena keesokan harinya Rania harus menerima kenyataan pahit pria yang begitu ia cintai ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa diatas kursi diruang kerjanya.

"PAPA!!!!!"

********

Because Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang