Part 17 - Tak Sama Lagi

126 2 0
                                    

Karena terkadang, sesuatu yang biasa saja akan menjadi sangat berharga setelah dia pergi.
-Nata-

Seminggu berlalu sejak kejadian pertengkaran yang berakhir dengan bolos dan menghilangnya Ferdi. Dan untuk pertama kalinya, ia kembali menginjakan kakinya di SMA 25 Jakarta sejak kejadian hari itu. Namun tentu saja selalu ada yang berubah setelah seseorang menghilang secara tiba-tiba. Begitupun dengan Ferdi. Ia yang biasanya menggoda Dinda ketika baru sampai di kelas, kini justru menjadi cuek dan lebih memilih menyapa Nata yang sedang fokus bermain handphone,"Pagi mabro!"

Mendengar suara yang seminggu ini ia rindukan, membuat Nata langsung menghentikan kegiatannya dan refleks menoleh. "Wih, balik juga lo. Kirain masih mau semedi sampai Upin Ipin kesampean jadi astronot," respon Nata sambil berhighfive dengan Ferdi yang kini sudah duduk di sebelahnya.

"Lo abis ada urusan apa sih Fer? Seminggu ngilang nggak ada kabar?" Akhirnya pertanyaan yang selama ini ia pendam tersampaikan pada Ferdi setelah seminggu berlalu.

"Biasalah, orang sibuk"," celetuk Ferdi dengan enteng yang langsung membuat Nara dan Nata terkekeh.

Sementara Dinda yang sudah sejak seminggu lalu ingin meminta maaf, tiba-tiba merasa gugup. Entah mengapa ia merasakan atmosfer yang berbeda dari Ferdi. Laki-laki itu tak sama seperti Ferdi yang ia kenal dulu. Biasanya, ia selalu jadi orang pertama yang selalu Ferdi sapa sebelum akhirnya jadi korban kejahilan laki-laki itu. Tapi sekarang yang pertama kali Ferdi sapa bukan lagi dirinya, tapi Nata. Dan Dinda merasa kehilangan Ferdinya yang menyebalkan itu.

"Btw, gue kan nggak masuk selama seminggu, nggak ada yang kangen sama gue nih?" tanya Ferdi dengan lantang pada teman-teman sekelasnya.

"Ngapain Fer? Ngangenin lo nggak ada gunanya. Justru kita bersyukur malah, karena ketidakadaan lo telinga kita jadi aman selama seminggu," respon Darwin yang langsung disetujui oleh teman-temannya.

"Sialan," dengus Ferdi yang kemudian mencebikan bibirnya. Bukan jawaban itu yang ingin ia dengar. Ia ingin dirindukan semua orang, tak terkecuali Dinda. Meski ini adalah awal ia memulai semuanya. Mencoba bersikap biasa saja dengan Dinda.

"Tenang aja, ada kok Fer yang kangen sama lo," goda Nata sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Siapa?" tanya Ferdi dengan cepat.

"Gue," jawab Nata denganpolosnya yang langa mendapat jitakan di puncak kepalanya dari Ferdi.

"Najis gue dikangenin sama lo. Kesannya keliatan banget gue jonesny," dengus Ferdi sambil memicingkan matanya. "Btw Ra, lo nggak kangen gitu sama gue?"

"Cie ... sekarang Ferdi udah berani godain bu ketos, mentang-mentang pak ketosnya lagi nggak ada."

Ledekan Nata itu berhasil membuat Ferdi menatap curiga pada Nata. Kata orang, dibalik kata 'cie' ada kata 'cemburu', dan bukan tidak mungkin jika Nata sedang merasakan itu. Karena yang namanya cinta akan datang karena terbiasa. "Halah, bilang aja lo cemburu. Nggak usah malu-malu ayam deh."

"Malu-malu kucing, bego!" ralat Nara dan Nata dengan kompak.

"Sorry typo."

"Ngomong aja masih typo lo Fer, jadi nggak usah deh sok-sokan godain cewek." Meski ia melontarkan ejekan pada Ferdi sejak tadi, namun jauh di lubuk hatinya yang dalam, Nata merasa tak enak pada teman sebangkunya itu. Nata mengerti, bahkan sangat mengerti, jika sahabatnya itu sedang berperang dengan dirinya sendiri untuk mengubur perasaan yang sudah sejak lama tumbuh. Meski Nata sendiri tak tahu, sejak kapan Ferdi menyukai Dinda, dan alasan dibalik Ferdi menyukai gadis yang menurut teman sekelasnya sangat ajaib.

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang