Part 26 - Menghibur Nara

115 3 0
                                    

Di minggu pagi ini, Nata menemani Nara untuk pergi melayat ke rumah Ravin. Keduanya sama-sama mengenakan pakaian serba hitam, sebagai bentuk bela sungkawa. Wajah Nara yang murung dengan kantong mata yang tercetak jelas, membuat Nata semakin prihatin dengan keadaan Nara.

"Ra, udah dong! Kalau lo sedih terus, Ravin juga pasti ikutan sedih disana. Bukannya dia itu paling nggak suka yah, liat lo nangis kayak gini?"

Nara pun membenarkan ucapan Nata dan menyeka air mata yang ada di pipinya. Demi Ravin, ia akan mencoba untuk kembali ceria seperti hari-hari sebelumnya. Apalagi Nara ingat salah satu isi chat yang Ravin kirim, jika ia tak boleh sedih kalau sesuatu yang buruk menimpa laki-laki itu.

"Nah, gitu dong. Lo cantik kalau senyum," puji Nata yang membuat senyum sumringah langsung tercetak di bibir Nara. Setelah melihat Nara tersenyum, Nata pun kembali menatap lurus ke depan dan fokus menyetir.

Selang beberapa menit, keduanya sampai di sebuah rumah yang cukup besar, yang merupakan rumah Ravin. Meski sudah menyandang status sebagai pacar Ravin selama enam bulan, namun ini adalah kali pertama Nara datang ke rumah Ravin. Ia sama sekali tak menyangka jika rumah Ravin sebesar ini.

"Ra, ayo!" ujar Nata yang membuat lamunan Nara langsung buyar.

Keduanyapun keluar dari mobil dan langsung jalan beriringan memasuki rumah Ravin yang dikunjungi banyak orang yang juga memakai pakaian serba hitam.

Saat ia dan Nata memasuki rumah Ravin, pandangannya langsung tertuju pada orangtua Ravin yang sedang terduduk diatas karpet sambil menangis. Perlahan, Nara berjalan mendekati orangtua dari mantan kekasihnya itu dengan Nata yang mengekorinya dari belakang. "Saya Nara tante, pacarnya Ravin. Saya turut berduka cita atas meninggalnya Ravin." Meski sudah sebisa mungkin mengusahakan untuk tidak menangis, Nara yang kini duduk di depan orangtua Ravin langsung terisak.

Bukannya menyambut dengan baik kedatangan Nara, Mama Ravin justru malah mendorong Nara hingga gadis itu terhuyung ke belakang. Beruntung Nata dengan sigap menahan punggung Nara. Jika tidak, sudah di pastikan kepala Nara akan membentur lantai yang sudah dilapisi karpet, karena Nara di dorong dengan begitu kuat oleh Mama Ravin.

"Gara-gara kamu anak saya celaka. Pergi kamu dari sini!" sentak Papa Ravin yang kini sudah berdiri sambil memberi tatapan tajam pada Nara.

"Om, Tante, saya minta maaf. Saya sama sekali nggak ada niat sedikitpun buat bikin Ravin meninggal. Saya"

"Saya tidak butuh penjelasan apapun dari kamu. Lebih baik kamu pergi dari sini!" sentak Mama Ravin yang kini juga ikut berdiri. Membuat puluhan pasang mata yang berada di ruang tamu langsung menatap ke arah mereka.

"Ra, udah yah. Kita pergi aja dari sini!" ajak Nata sambil membantu Nara berdiri.

"Kalau gitu kami permisi. Maaf jika kedatangan kami malah membuat keributan di rumah ini!" ujar Nata yang kemudian berbalik bersama Nara yang ia papah, dan berjalan menuju pintu keluar. Setelah itu, Nata pun membantu Nara untuk masuk ke mobilnya, sebelum akhirnya ia menyusul masuk dan melajukan mobilnya meninggalkan area rumah Ravin.

"Lo nggak perlu dengerin dan pikirin omongan orangtuanya Ravin Ra. Mereka kayak gitu karena mereka lagi dalam suasana berkabung aja. Gue harap lo ngerti," jelas Nata yang tak ingin meluhat Nara lebih sedih lagi.

"Iya Nat. Lagian gue nggak papa kok." Nara menghembuskan napas kasar dan menepis kasar air mata di pipinya. Berharap tangisannya reda, agar diatas sana Ravin tak ikut bersedih. Nara kini sudah benar-benar mengikhlaskan kepergianRavin, dan tak lagi menyesali semua yang teejadi dulu. Namun satu hal yang membuat Nara sedih, yaitu mengenai kabar jasad Ravin. Nara berharap, jasad Ravin akan segera ditemukan dan dimakamkan secara layak.

"Ra, abis dari sini ikut gue yuk!"

"Kemana?" tanya Nara dengan dahi mengerenyit.

"Rahasia," jawab Nata yang berhasil membuat Nara penasaran.

"Oh ... jadi sekarang lo main rahasia-rahasiaan sama gue?" tanya Nara dengan nada menyindir.

"Gue nggak ada maksud buat main rahasia-rahasiaan sama lo, Ra. Gue itu mau ngajak lo ke satu tempat dan mengenang salah satu moment masa kecil kita."

"Apa?"

"Nanti lo juga tahu!" ujar Nata sambil tersenyum,yang membuat Nara langsung mendengus kesal.

Setelah sampai di area kompleks perumahannya, Nata pun memasukan mobilnya ke halaman rumah dan ikutu turun dari mobil setelah Nara turun lebih dulu.

"Kalau gitu gue ganti baju dulu yah Nat." Setelah mendapat anggukan dari Nata, Nara pun langsung berbalik danpergi ke rumahnya untuk berganti pakaian.

Nata pun melangkahkan kakinya memasuki rumah untuk mengganti pakaiannya juga. Tak mungkin ia pergi menggunakan kemeja hitam, dengan kondisi cuaca yang cukup terik. Bisa-bisa, kulitnya gosong karena bajunya yang menyerap panas. Dan setelah mengganti pakaiannya dengan hanya mengenakan kaos berwarna biru dengan motif spiderman di bagian depannya, Nata pun langsung kembali ke teras rumah yang ternyata sudah ada Nara di sana.

"Kitamau pergi kemana sih Vin, sebenernya?" tanya Nara sambil beranjak dari kursi kayu yang didudukinya.

"Taman," jawab Nata enteng. Ialngsung menarik lembut tangan Nara, dan mengajak gadis itu berjalan di sisinya.

"Taman mulu perasaan Nat. Kali-kali lo ajak gue ke mall kek, belanjain gue," dengus Nara dengan kedua tangannya dimasukan ke saku depan hot pants berwarna hitam yang dipakainya.

"Karena gue tahu, sahabat gue ini bukan cewek yang suka diajak hang out ke mall," jawab Nata dengan santai sambil merangkul bahu Nara. Membuat gadis yang memakai kaos putih polos di sebelahnya, langsung terkekeh.

Sampai di taman, Nata pun mengajak Nara untuk mrndekati sebuah stand yang menyewakan sepeda. Ia pun memberikan selembar uang Rp.20.000, untuk menyewa dua sepeda.

"Lo ngapain nyewa sepeda?" tanya Nara yang berjalan di sebelah Nata sambil mendorong sepeda, begitu pula dengan Nara yang berjalan di sebelahnya.

"Inget nggak, Ra? Dulu waktu kecil, kita itu sering banget balapan sepeda di taman ini. Yang kalah harus nurutin kemauan yang menang," ucap Nata yang kembali menerawang kejadian di masa kecilnya.

"Ya inget dong Nat. Gimana kalau taruhan kali ini, yang kalah harus traktir yang menang jajan sepuasnya seharian ini?"

"Boleh," respon Nata menyetujui.

Keduanya kini memulai lomba balap sepeda dari garis start yang berada di sebelah barat, dan garis finish berada di sebelah timur. Nara memimpin beberapa meter di depan Nata. Sementara Nata yang berada di belakang Nara, langsung tersenyum saat melihat raut bahagia di wajah Nara. Kali ini ia memang sengaja mengalah, ia ingin Nara benar-benar melupakan kejadian yang menimpa Ravin.

"Yey, gue menang!" LamunanNata langsung buyar saat ia mendengar sorak kemenangan dari Nara. Ia pun menambah kecepatan sepedanya untuk mendekati Nara.

"Sesuai perjanjian, yang kalah traktir yang menang, seharian," ucap Nara setelah Nara berada di sebelahnya.

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang