Part 37 - Jadi...

112 4 0
                                    

Takdir itu adalah teka-teki.
Siapapun takkan mampu menebaknya.
Karena tugas manusia hanya menjalani, apa yang telah Tuhan gariskan.
-Nara&Nata-

Dinda melangkahkan kakinya memasuki sebuah rumah yang sama besar dengan rumahnya, setelah si pemilik rumah memintanya untuk masuk.

"Lo tunggu disini, gue mau ganti baju dulu! Duduk aja!" ujar Ferdi sambil melirik Dinda sekilas.

Dinda pun tersenyum dan mengangguk, sebagai respon dari ucapan Ferdi. Setelah laki-laki itu berjalan meninggalkannya, Dinda langsung melepas tasnya dan duduk menempati salah satu sofa yang hanya bisa diduduki oleh satu orang saja. Pandangannya menyapu setiap sisi ruang tamu rumah Ferdi. Anehnya, Dinda sama sekali tak melihat foto-foto Ferdi bersama keluarganya di ruangan ini. Padahal Dinda penasaran dengan orangtua Ferdi. Tiga tahun mengenal laki-laki itu, Dinda tak pernah sekalipun tahu tentang keluarga Ferdi. Dan ini adalah kali pertama Dinda mendatangi rumah laki-laki yang dulu selalu menjahilinya.

Suarah langkah kaki yang sedang menuruni anak tangga, membuat Dinda langsung menoleh ke arah anak tangga yang berjarak beberapa meter didepannya. Entah kenapa, ia berpikir jika itu adalah suara langkah kaki Mama Ferdi. Namun saat sepasang kaki itu menginjak anak tangga terakhir, Dinda langsung mendengus karena ternyata itu adalah suara langkah kaki Ferdi.

"Kita belajarnya di halaman belakang!" ujar Ferdi yang kemudian belok ke kanan dn berjalan menuju halaman belakang.

Dinda hanya bisa menghembuskan napas kasar mendengar ucapan bernada dingin dari mulut laki-laki itu. Ia pun bergegas mengikuti Ferdi sebelum laki-laki itu marah padanya. Sampai di halaman belakang, ia disuguhkan dengan semilir angin yang menerpa rambut panjangnya. Pandangan Dinda tertuju pada sebuah meja kayu berbentuk persegi yang berada di atas karpet bergambar Doraemon. Ah,berbicara mengenai Doraemon, Dinda tiba-tiba teringat dengan Ferdi kecilnya yang sangat menyukai tayangan kartun yang satu itu. Namun sederik kemudian, lamunan Dinda buyar saat Ferdi tiba-tiba berdehem dengan cukup keras. Ia refleks menoleh pada Ferdi yang sudah duduk di atas karpet menghadap meja.

"Mau sampai kapan lo berdiri?" tanya Ferdi sambil meliriknya dengan sinis.

Dengan perasaan kesal, Dinda pun mendekati Ferdi dan duduk berhadapan dengan laki-laki itu. Dinda menaruh tas yang sejak tadi di pelukannya, di sebelah kirinya.

"Lo mau minum apa?"

"Apa aja, terserah. Yang penting airnya matang," jawab Dinda dengan sinis.

Ferdi pun beranjak dari posisinya dan berjalan meninggalkan Dinda.

Dinda diam, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari punggung kokoh Ferdi yang mulai menjauh. Hingga saat ini, Dinda masih tetap merindukan seorang Ferdi Ferdiansyah yang selalu menjahilinya. Setelah Ferdi menghilang dari pandangannya, Dinda pun kembali menatap lurus kedepan dan memejamkan matanya untuk menikmati semilir angin yang menerpa dirinya. Membuat rambut panjangnya yang berwarna cokelat ikut terbang mengikuti arah angin. Namun Dinda secara refleks membuka matanya saat ia merasakan sesuatu yang tipis menerpa wajahnya. Dinda pun mengambil foto yang sepertinya sempat dibakar oleh seseorang, dan hanya menyisakan setengahnya. Di foto itu, Dinda melihat foto seorang anak laki-laki berusia empat tahunan yang sepertinya sedang bersama seseorang anak kecil lainnya. Dinda yakin jika anak kecil yang difoto bersama Ferdi adalah perempuan. Terlihat dari tangan anak kecil yang difoto bersama Ferdi memakai gelang emas. Dinda familiar betul dengan foto ini,membuat pikirannya langsung mengingat-ngingat kejadian dimasa lalunya. Berharap ia bisa tahu siapa laki-laki ini. Namun saat Dinda baru saja mulai berkutat dengan kenangan masa lalunya, Ferdi kembali mendekatinya sambil membawa dua gelas jus jeruk, dengan menggunakan nampan. Tanpa pikir panjang, Dinda pun langsung memasukan foto di tangannya ke dalam tas, dan buru-buru mengedarkan pandangannya, seolah tak ada apapun.

-Nara&Nata-

Setelah tugasnya selesai, Dinda pun bergegas pamit dan langsung pergi dari rumah Ferdi. Bukan karena ia tak betah berlama-lama di rumah itu karena menghadadapi sikap dingin Ferdi, Dinda hanya ingin segera tahu siapa anak laki-laki di foto yang ia temukan tadi? Rasanya Dinda memiliki foto yang sama dengan foto yang ia punya.

Sampai di rumah, Dinda langsung berlari menuju kamarnya. Ia tak memperdulikan sang Mama yang sedang asik menonton sinetron favoritnya yang selalu tayang setiap jam lima sore. Karena yang ada dipikirannya saat ini adalah pergi ke kamar. Sampai di kamar, ia langsung mengambil album foto yang berada di laci meja belajarnya. Album foto bersampul warna biru di pangkuannya, adalah album yang menyimpan kenangan foto masa kecilnya dulu. Halaman demi halaman album foto ini, ia buka. Hingga kemudian pandangan Dinda tertuju pada foto dirinya yang sedang dirangkul oleh Ferdi kecil yang dulu tinggal di sebelah rumahnya. Buru-buru Dinda membuka tssnya dan mengambil foto yang ia temukan di rumah Ferdi untuk disejajarkan dengan foto yang ia punya. Hasilnya sama. Membuat air mata Dinda mebetes begitu saja membasahi foto yang ia temukan di rumah Ferdi. Kalau Ferdi yang selama tiga tahun ini gue kenal adalah Ferdi kecil yang gue sayang, kenapa dia bakar foto ini? Kenapa dia nggak pernah ngomong sama gue, sementara selama ini gue selalu nunggu dia? Dan kenapa dia malah jauhin gue? Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hatinya tak dapat ia temukan jawabnya begitu saja. Ia harus bicara dengan seseorang, dan orang itu bukan Ferdi. Ia butuh jawaban dari orang lain, dan orang itu adalah Nata. Tapi ia tak mungkin menghubungi laki-laki itu sekarang, bisa saja Nata sedang sibuk mengerjakan tugas dari Pak Budi. Sepertinya ia harus bersabar dan menunggu sampai besok.

Dinda menepis secara kasar air mata di pipinya, dan lebih memilih membuka kembali halaman berikutnya yang menampilkan foto-fotonya yang lain, namun masih tetap bersama Ferdi. Seulas senyuman tercetak jelas di bibir tipisnya,lebih tepatnya senyuma miris. Ferdi kecilnya yang selama ini selalu ia rindukan sudah kembali. Tapi Ferdi kecil yang dulu berjanji akan selalu menyayanginya dan suatu hari nanti akan menikahinya, kini telah berubah. Ferdi benar-benar sudah jauh berbeda. Ia dan Ferdi selalu dekat, tapi seolah ada jarak yang memisahkan mereka. Meski begitu, sekarang tak ada alasan bagi dirinya untuk meluoakan Ferdi Ferdiansyah yang selalu menjahilinya, karena takut ia akan melupakan Ferdi kecilnya. Karena ternyara keduanya adalah orang yang sama. Jika dipikir-pikir, persahabatannya bersama Ferdi sama persis seperti persahabatan Nara bersama Nata. Ia selalu menmpik jika suatu hari nanti ia akan jatuh cinta pada Ferdi. Tapi bedanya, sekarang ia mencintai laki-laki itu,bahkan sudah dari dulu. Sementara hubungan Nara dan Nata, masih tetap sama, bahkan jauh lebih dekat. Sementara hubungannya dengan Ferdi malah semakin jauh. Semua terjadi atas kesalahannya, meski ia sendiri tidak tahu dimana letak kesalahannya. Yang ia ingat, Ferdi masih baik-baik saja padanya saat itu. Hingga kemudian ia membentak laki-laki itu, dan dia menghilang selama seminggu. Setelah itu semuanya berubah. Lalu apa mungkin Ferdi sudah menyadari jika dirinya adalah sahabat kecil laki-laki itu, sejak awal? Jika iya, berarti selama ini ia sudah sangat jahat pada Ferdi.

Thanks for reading and see you next part!!!

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang