Part 47 - Nata Pergi?

148 7 0
                                    

Ingin terulang kembali, bukan berarti harus kembali berpacaran.
-Nara-

Setelah pergi dari kantin, Nara bergegas mengejar Nata yang sedang berjalan beberapa meter di depannya. Beruntung suasana koridor sedang sepi, jadi ia tak perlu takut bertabrakan dengan siswa-siswi lain yang berjalan dari arah yang berlawanan. Nara sama sekali tak memperhatikan jalan,yang ia perhatikan hanya punggung kokoh Nata.

"NATA!" Nata refleks menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara teriakan dari seorang gadis yang sangat dikenalinya. Ia menengok sekilas ke belakang. Tampak Nara sedang berdiri dengan jarak beberapa meter di belakangnya.

Nara refleks ikut berhenti setelah Nata berhenti berjalan. Ia mencoba mengatur napasnya yang tak beraturan, setelah berjalan cepat dan meneriaki nama Nata. Namun saat ia hendak kembali membuka suara, Nata sudah kembali menatap lurus ke depan, dan berjalan meninggalkannya. Nara refleks mendengus kesal sambil menghentakan satu kakinya. "Ternyata sikap nyebelin Nata nggak pernah hilang sedikitpun. Apalagi sekarang dia lagi marah sama gue," gerutu Nara yang kemudian kembali mengejar Nata. Hingga kemudian...

"Awsh!"

Nata terkesiap saat mendengar suara ringisan Nara. Sepertinya gadis itu terjatuh. Dan saat ia membalikkan badan, ia melihat Nara terduduk di lantai koridor sambil memegang lutut. Tanpa pikir panjang, Nata pun bergegas mendekati Nara. "Sakit?" tanyanya dengan dingin.

Nara mendongak dan seketika tersenyum saat melihat Nata berdiri di depannya sambil berkacak pinggang. "Gue pikir lo udah nggak perduli sama gue Nat. Gue pikir lo udah benar-benar nggak mau lagi kenal sama gue," ucap Nara dengan lirih.

Nata seketika mengembuskan napas. Bukan jawaban itu yang ingin Nata dengar dari mulut Nara, tapi jawaban mengenai keadaan Nara yang baik-baik saja. Dengan kesal ia kembali mengulang pertanyaannya, "Kaki lo sakit?"

Nara tanpa sadar mengangguk, tanpa mengalihkan sedikitpun perhatiannya dari wajah Nata.

Tepat setelah mendapat anggukan dari Nara, Nata tanpa sengaja melihat Ravin sedang berjalan dari arah berlawanan. Tanpa pikir panjang, Nata langsung berteriak memanggil nama laki-laki itu, "RAVIN!"

Merasa terpanggil, Ravin refleks menatap Nata sambil melambaikan tangannya. Setelah ia mendapat kode dari Nata untuk mendekat, ia langsung mengangguk dan berjalan mendekati Nara dan Nata. "Lo ngapain manggil gue kesini?" tanyanya setelah berdiri di sebelah Nara.

"Bawa Nara ke UKS gih, katanya kakinya sakit gara-gara abis jatuh!" Setelah mengatakan itu, ia langsung berbalik dan pergi meninggalkan Nara dan Ravin.

Air mata yang sudah sejak tadi membendung di pelupuk matanya, kini menetes. Pandangan Nara tetap tertuju pada Nata yang kini semakin jauh dan perlahan menghilang dari pandangannya. "Kenapa sih Vin, susah banget bujuk Nata supaya mau dengerin penjelasan kita?"

Ravin mengembuskan napas dan jongkok menghadap ke arah Nara. Ia bingung harus menjawab apa, karena ia sendiri juga tidak mengerti. Selama ini Nata tak pernah sekalipun bersikap dingin, bahkan pada orang yang sangat membenci laki-laki itu sekalipun. Tapi kali ini, ia melihat sisi lain dari Nata. Bahkan sikap laki-laki itu, jauh lebih dingin daripada dirinya dulu. Tapi yang membuat Ravin tak habis pikir, Nata hanya bersikap dingin kepada Nara.

"Vin, jawab!" pinta Nara sambil mengguncang bahu Ravin.

"Aku juga nggak ngerti. Lebih baik, aku bantu kamu berduri dulu dan obatin lutut kamu!" ujar Ravin bermaksud mengalihkan pembicaraan. Ia menyentuh bahu Nara, untuk membantu gadis dihadapannya berdiri. Namun Nara malah menepis tangannya.

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang