Part 49 - Nara Berubah

161 6 0
                                    

Nara berjalan gontai menyusuri koridor sekolah yang masih sepi. Ia sengaja berangkat pagi karena ia tak ingin kedua orangtuanya menyadari perubahan yang ia alami. Sesekali ia mengedarkan pandangannya ke setiap sisi koridor. Ia kemudian refleks menghentikan langkahnya dengan pandangan tertuju pada lapangan basket outdoor. Tempat itu memiliki banyak kenangan indah antara dirinya dengan Nata, sehingga membuatnya lagi-lagi menangis. Andai ia bisa seberuntung Nobita yang memiliki teman seperti Doraemon yang memiliki alat-alat canggih, ia ingin sekali meminta mesin pemutar waktu yang akan membawanya kembali ke masa lalu. Ia ingin mengulang segala hal yang pernah ia lewati bersama Nata. Walaupun hanya sebentar, tapi hal itu pasti akan membuat rasa rindunya terhadap Nata sedikit berkurang. "Hai Nat, lo apa kabar disana? Gue disini kangen banget Nat sama lo, walaupun baru kemarin lo pergi. Tapi gue yakin, lo pasti nggak ngangenin gue kan disana? Apalagi lo sempet bilang kalau cewek-cewek di sekolah lo dulu, cantik-cantik. Semoga lo nggak tergoda sama salah satu dari mereka. Karena disini ada hati yang lagi nunggu lo pulang," gumam Nara tanpa sadar.

Setelah puas menatap lapangan basket outdoor, Nara langsug melanjutkan langkahnya menuju kelas. Sampai di kelas, pandangan Nara langsung tertuju pada bangku yang ada di belakangnya. Mulai hari ini, bangku itu bukan bangku Nata lagi. Mulai hari ini takkan ada lagi sosok laki-laki yang selalu menjadi pusat perhatiannya. Dan mulai hari ini, laki-laki itu hanya bisa ia rindukan tanpa pernah bisa ia peluk. Sekarang ia benar-benar kehilangan laki-laki itu.

"Nara!"

Seketika lamunan Nara buyar saat mendengar suara berat seseorang yang menyebut namanya. Ia langsung mengalihkan pandangannya dari bangku Nata ke laki-laki yang kini duduk di bangku Dinda. Nara yang memang sudah tak mampu lagi menahan rasa sedihnya langsung menubruk dada Ravin dan menangis sejadi-jadinya.

Meski sedikit terkejut, namun Ravin perlahan membalas pelukan Nara dan mengusap lembut punggung gadis dipelukannya. Ia memilih bungkam untuk saat ini, dan membiarkan Nara berbicara dengan sendirinya.

"Nata pergi Vin, Nata ninggalin aku!" aku Nara disela-sela tangisnya.

Ravin tercenung mendengar penuturan Nara. Rasanya ia ingin menonjok laki-laki itu habis-habisan, bahkan jika perlu sampai mati. Meski Nara bukan lagi kekasihnya, tapi ia takkan pernah rela jika gadis ini menderita. Cukup dulu saat dengannya saja gadis ini menderita, jangan denga Nata. Namun Ravin sadar, apa yang terjadi dengan Nara dan Nata adalah kesalahannya. Ia kembali menemui Nara di waktu yang tidak tepat, sehingga menciptakn masalah antara Nara dan Nata.

"Dia nggak akan pernah balik lagi buat aku. Aku bener-bener kehilangan dia sekarang Vin, aku kehilangan dia," lanjut Nara sambil mengeratkan pelukannya.

"Ra, udah yah! Percuma kamu nangis kayak gini, karena tangisan kamu nggak akan bisa bikin Nata balik kesini lagi. Kamu harus percaya kalau Tuhan selalu punya cara sendiri untuk ngasih kebahagiaan pada umatnya. Anggap aja ini ujian sebelum kamu ngerasain yang namanya bahagia."

Kata-kata itu adalah kata-kata yang dulu pernah Nata katakan padanya. Ia masih ingat betul, kapan dan dimana Nata mengatakan itu. Namun sayangnya kali ini bukan Nata yang mengucapkan itu, tapi Ravin. Jika dulu kata-kata itu mampu membuat perasaannya menghangat,maka sekarang justru terasa hambar. Mungkin karena yang mengucapkannya adalah orang yang berbeda. Dan Nara ingin jika Nata yang mengucapkan kata-kata itu lagi, bukan Ravin. Perlahan Nara mengurai pelukannya dan menghapus air matanya. Bukan karena perasaannya sudah jauh lebih baik, tapi karena pelukan Ravin sama sekali tak memberikan efek apapun. Nara sudah pernah bilang bukan,jika pelukan Ravin tak sehangat dan senyaman pelukan Nata?

"Udah pokoknya kamu jangan nangis lagi. Aku janji, aku akan lakuin apapun supaya hubungan kamu sama Nata bisa membaik lagi. Aku janji." Setelah selesai berbicara, Ravin pun beranjak pergi meninggalkan Nara sendirian.

-Nara&Nata-

Bagi anak sekolah, jam kosong adalah Surga Dunia kedua setelah mendengar bunyi bel pulang. Apalagi jika jam kosong itu terjadi pada saat mata pelajaran kimia yang memang kebetulan tidak ada tugas juga. Jadilah siswa-siswi kelas XI MIPA 4 bersorak gembira dan melakukn hal-hal untuk menghilangkan rasa bosan. Tapi sayangnya hal itu tak berlaku bagi Nara, yang lebih memilih untuk pergi ke perpustakaan. Bukan karena ia ada dalam daftar murid terajin di 25, tapi karena ia ingin menenangkan diri. Tetap di kelas hanya akan membuatnya semakin setres saat mendengar obrolan teman-temannya yang merasuki gendang telinganya.

Nara mengambil salah satu buku paket Bahasa Indonesia kelas XI di rak, dan langsung duduk di salah satu kursi yang berada di pojok. Buku paket tersebut ia ambil bukan untuk dibaca, mepainkan untuk dijadikan bantalan. Ia ingin tertidur sebentar saja setelah menangis hampir semalaman. Semoga saja, Nata hadir dalam mimpinya.

Namun sayangnya, belum sempat Nara tertidur, ia merasakan sentuhan lembut di bahu kirinya yang membuatnya refleks menoleh.

Dinda menatap nanar sahabatnya yang terlihat sangat kacau. Gadis yang sedang menoleh ke arahnya seperti tak memiliki semangat hidup sama sekali. Dan sebagai seorang sahabat, sudah sepantasnya untuk ia menguatkan Nara dalam kondisi seperti ini. Ia pun menarik kursi yang berada di sebelahnya untuk ia duduki. "Ra, lo ngapain sendirian disini?" tanya Dinda khawatir.

Nara seketika menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil menghela napas. "Gue cuma lagi pengen menyendiri aja," jawab Nara lirih. Air matanya lagi-lagi mengalir saat bayangan Nata kembali melintas dipikirannya. Rasanya sakit, sangat sakit.

Dinda yang prihatin melihat kondisi sahabatnya, kini ikut menangis juga. Ia mengerti betul bagaimana perasaan Nara, karena sebelumnya ia juga sempat mengalaminya. Tapi apa yang dialami Nara jauh lebih buruk dari yang dia alami dulu. "Lo nggak usah bohong sama gue Ra. Lo kesini karena pengen nenangin diri kan, biar nggak keinget sama Nata?" Perlahan Dinda merengkuh Nara ke dalam pelukannya setelah gadis itu mengangguk. "Gue ngerti apa yang lo rasain Ra,ngerti banget. Gue lebih dulu ngalamin apa yang lo alamin sekarang. Tapi lo harus tetap kuat Ra, jangan lemah kayak gini. Lo pasti bisa lewatin semuanya."

Sayangnya Nara tak bisa melakukan apa yang Dinda minta. Ia tidak bisa tetap terlihat kuat saat suasana hatinya sedang kacau. Karena seseorang yang selama ini menopangnya dan selalu menjadi tempatnya bersandar, sudah pergi meninggalkannya. Dan Dinda tidak akan pernah bisa mengerti itu, bahkan siapapun. Hanya Nata yang bisa. "Gue nggak bisa Din,gue nggak sanggup. Karena separuh jiwa gue ada sama Nata. Mulai detik ini, Nara yang galak, bawel, dan periang, udah nggak ada. Yang ada cuma Nara yang cengeng dan lemah."

Dinda menggeleng dan langsung mengurai pelukannya. "Lo nggak boleh ngomong gitu Ra! Lo harus belajar untuk nggak bergantung sama Nata. Dan setelah itu, tinggal lo tunggu waktunya aja! Suatu hari nanti, lo pasti bisalupain Nata kayak lo lupain Ravin."

"Percuma Din. Sampai kapanpun juga,gue nggak akan pernah bisa lupain Nata. Jadi jangan pernah lo paksa gue untuk lupain dia!" ujar Nara dengan tegas. Setelah itu, ia langsung berlari meninggalkan Dinda samnil menangis.

Ia sama sekali tak memperdulikan tatapan aneh siswa-siswi lain yang melihatnya. Bahkan ia juga tak merespon umpatan beberapa siswa-siswi yang tak sengaja ia tabrak karena tak memperhatikan jalan.

Kini sampailah Nara di rooftop sekolah. Ia menatap gedung-gedung tinggi sambil terus menangis. Dan beberapa detik setelahnya, ia terduduk lemas di lantai rooftop sambil menunduk.

Padahal hanya Nata yang pergi dari hidupnya, tapi kenapa ia merasa kosong dan kesepian? kenapa ia tak bisa mendengarkan nasehat dari orang lain selain Nata? kenapa ia tak bisa sebahagia saat bersama dengan Nata? Mungkin jawabannya karena ia sudah sangat mencintai laki-laki itu. Dan sayangnya takdir malah mempermainkannya. Dulu, saat ia bersama Ravin, kehadiran Nata malah membuat Ravin pergi. Dan setelah ia bersama Nata, Ravin hadir kembali dan membuat Nata pergi. Lalu apa ia harus membuat Ravin pergi, agar Nata kembali?

Thanks for reading and see you next part!!!




NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang