Part 4 - Karma

234 10 0
                                    

Ternyata benar yah, karma selalu berlaku.
Siapa yang berbuat salah, dia pasti akan kena imbasnya.
-Nara-

"Lo kenal sama Nara?" Ferdi bertanya sambil mengawasi Pak Budi yang sedang sibuk menulis di papan tulis.

"Ya kenal lah, dia tetangga gue," jawab Nata apa adanya, sambil menyalin tulisan di papan tulisan.

"Pantesan."

"Pantesan kenapa?" Nata kini menoleh ke Ferdi. Entah kenapa respon laki-laki itu, membuatnya sedikit penasaran.

"Pantesan lo sama dia akrab gitu."

"Akrab dari mananya?" tanya Nata sambil tertawa ringan, "gue sama dia yang ada ribut terus Fer. Lo nggak tahu aja."

"Eh tapi gue saranin sama lo, jangan keseringan gangguin Nara kalau di sekolah."

"Kenapa?" tanya Nata dengan dahinya yang sedikit mengerut.

"Pacarnya dia itu ketos, dan seremnya minta ampun. Dia bisa lakuin apapun sama orang yang dia nggak suka." Ferdi bahkan sambai bergidik ngeri, membayangkan ekspresi wajah Ravin yang menurutnya sangat menyeramkan.

"Oh si muka tembok itu," celetuk Nata sambil mengangguk pelan. "Ngapain mesti takut sih? Tinggal laporin ke guru, atau balas perlakuan dia aja. Gampang kan?"

"Tapi masalahnya, dia itu murid kesayangan guru-guru disini. Ditambah lagi, dia itu jago karate."

"Alah, cuma karate doang." Nata merespon dengan nada meremehkan, namun detik kemudian ia langsung membuat Ferdi menghembuskan nafas kasar, "gue dong, nggak bisa berantem."

"Nggak lucu," dengus Ferdi yang kini mulai sibuk menulis.

Sementara Nata, ia langsung terkekeh setelah melihat ekspresi kesal Ferdi. Entah kenapa menurutnya, setiap orang yang sedang kesal, terlihat sangat lucu.

"Eh, tapi lo emangnya kenal juga sama Ravin, sampai lo ngatain dia muka tembok?"

"Kenal, gue udah dua kali ketemu tuh anak. Gila ... mukanya itu datar banget cuy. Makanya gue ngatain dia muka tembok."

Tanpa sadar, keduanya pun tertawa. Apalagi saat Nata dan Ferdi sama-sama membayangkan ekspresi datar yang selalu ditunjukan Ravin. Sehingga ia ditakuti nyaris oleh semua siswa-siswi di SMA tersebut.

"KALIAN BERDUA JUGA KELUAR!" Mendengar suara tegas Pak Budi, tawa Nata dan Ferdi pun langsung berhenti. Keduanya saling pandang selama beberapa saat sebelum akhirnya berjalan beriringan keluar kelas.

Kini, Nata dan Ferdi lebih memilih untuk menunggu pergantian jam pelajaran sambil makan di kantin. Keduanya pun hanyut dalam obrolan, seperti orang yang sudah saling mengenal sejak lama.

"Btw Nat, di sekolah ini setiap siswa wajib ngikutin satu ekskul. Rencananya lo mau ikut ekskul apa?"

"Apa yah?" Nata pun langsung bersikap seperti orang yang sedang berpikir sambil terus menyantap siomay telur di hadapannya.

Ferdi yang memang sangat penasaran pun terus menunggu keputusan Nata sambil terus menyantap batagornya.

"Nggak tahu. Bingung," putus Nata setelah terdiam beberapa saat. Membuat Ferdi langsung memicingkan mata dan menatap rakus batagornya, seolah batagor itu adalah daging Nata yang sudah ia cincang."

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang