Part 21 - Ketakutan Nara

124 2 0
                                    

Jangan takut akan satu hal yang belum terjadi.
-Nata-

Hari ini adalah hari terakhir Nara latihan, karena besok malam ia sudah tampil di acara ulang tahun sekolah. Entah ia harus senang atau sedih dengan hal ini. Di satu sisi--ia senang karena itu artinya ia tak harus menyibukan diri dengan latihan yang membuat waktu istirahatnya berkurang, tapi di sisi lain--ia sedih karena itu akhirnya besok Ravin sudah pulang dan nasib hubungannya dengan Ravin ditentukan besok malam. Seperti perjanjian awal, jika Ravin datang, hubungannya dengan laki-laki itu berlanjut. Tapi jika tidak, berarti semuanya berakhir. Dan Nara berharap opsi yang kedua.

Setelah selesai latihan, Nara mendekati Nata yang duduk di sebuah kursi yang berjarak beberapa meter dihadapannya. Sejak tadi, laki-laki itu menemaninya latihan karena ia yang minta. Nara sendiri juga tidak tahu, kenapa ia tiba-tiba meminta Nata menemaninya latihan. Apa karena ia takut jika setelah ini ia tak bisa dekat dengan Nata lagi karena larangan Ravin? Tapi Nara berharap semoga yang ia takytkan tidak akan terjadi.

"Udah selesai latihannya?" tanya Nata lembut sambil menoleh ke Nara yang duduk di kursi kosong di sebelahnya.

"Udah," jawab Nara sambil mengangguk.

"Gimana persiapan buat besok, siap nggak?"

"Siap nggak siap sih Nat." Ia benar-benar pasrah dengan apa yang terjadi besok. Jika memang Ravin benar-benar datang, itu artinya ia dan Ravin mungkin berjodph. Hingga sekuat apapun ia mencoba pergi, laki-laki itu akan tetap memilikinya. Namun jikatidak,berarti Tuhan memang ingin ia lepas dari laki-laki posesif itu dan menemukan kebahagiaannya yang lain.

"Kok lo ngomongnya gitu sih Ra?"

"Ya gue juga nggak tahu Nat. Apa gue bakal siap dikekang lagi sama Ravin kayak dulu," jawab Nara dengan bibir bergetar. Dadanya kembali sesak ketika ia mengingat kembali kejadian demi kejadian sebulan yang lalu. Apalagi ada satu sisi Ravin yang baru ia ketahui, yaitu tentang Ravin yang suka mabuk-mabukan. Andai Nata tahu hal itu, pasti Nata akab mati-matian membujuknya agar tidak kembali pada Ravin. Tapi masalahnya ia sudah terlanjyr janji pada Ravin. Ia tak mungkin membatalkan janji secara sepihak. Ravin pasti akan marah besar dan bisa berbuat hal yang lebih gila daripada malam itu.

"Ra, lo nggak perlu takut. Ada gue disini. Gue nggak akan biarin lo kenapa-napa." Nata pun menyandarkan kepala Nara di bahunya, berharap gadis itu bisa lebih tenang. Ia benar-benar tak tega dengan Nara yang sekarang. Nara kecil itu selalu ceria, tidak cengeng seperti ini. Kalau saja Nata bisa membuat alat canggih, ia ingin membuat mesin pengubah nasib agar Nara bisa ceria seperti kecil dulu. Ternyata benar kata orang,menjadi dewasa itu tidak selalu menyenangkan. Memang saat kita dewasa,kita bisa bebas melakukan apapun yang kita mau. Tapi ketika kita dewasa kita harus siap menghadapi berbagai permasalahan hidup yang begitu rumit. Jadi wajar ketika orang yang sudah dewasa berharap kembali ke masa kecil. Karena saat masih kecil, yang ia tahu hanya main dan main. Kalaupun menangis,paling menangis karena jatuh atau jadi korban kejahilan teman.

"Thanks yah Nat. Coba aja lo nggak balik kesini, pasti sekarang gue bingung banget harus ngapain." Meski tak melihat wajah Nara, namun Nata tahu jika gadis di sebelahnya sedang menangis. Ia mendengar dengan jelas isakan tangis Nara disela-sela ucapannya. Bahkan ia sekarang merasa jika kemeja putih yang dipakainya basah karena terkena tetesan air mata Nara.

"Lo harus percaya Ra kalau lo itu kuat. Karena kalau kita mempercayai itu, seberat apapun masalah yang lo hadapi, lo bisa ngatasin semuanya. Yakinin dalam diri lo, I'm great and I can do it."

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang