Part 31 - Perusak Suasana

126 3 0
                                    

Saat mengingat seseorang dengan menangis adalah hal yang sia-sia.
Maka, ingatlah bagaimana dia membuatmu tersenyum.
Agar setiap mengingatnya, kamu selalu tersenyum.
-Nara&Nata-

Semburat jingga yang menghiasi langit biru perlahan memudar seiring dengan mentari yang kembali tenggelam. Diatas sana, gemerlap bintang dan bulan terlihat begitu indah menghiasi langit yang gelap. Nara selalu suka dengan hal ini. Terlebih lagi sejak tadi ia tak hentinya memikirkan hal-hal yang belakangan ini ia lewati bersama Nata. Sesekali ia tersenyum, mengingat betapa lucunya persahabatan diantara dirinya dengan Nata. Rasanya ia ingin mencabut kembali gerutuannya saat ia mengatakan jika ia menyesal karena sudah senang dengan kembalinya Nata. Karena pada kenyataannya laki-laki itulah yang selalu mampu membuatnya tersenyum. Ia tak perlu berpura-pura tertawa untuk menyembunyikan rasa sedihnya, karena Nata selalu menjadi alasan untuknya kembali tersenyum.

"Lo ngapain sih Ra, senyam-senyum sambil ngeliatin bintang? Kalau kesambet bahaya." Suara bass yang berasal dari Nata membuat Nara refleks menoleh ke balkon rumah sebelah. Pandangannya menemukan seorang Adinata Pratama yang sedang duduk di sofa, persis seperti dirinya saat ini.

"Gue itu lagi bersyukur sama Tuhan, karena udah ngirimi gue seseorang yang selalu bisa bikin gue ketawa," jawab Nara dengan pandangan yang tak terlepas dari langit.

"Oh ... jadi ceritanya lo udah bisa move on dari Ravin?"

"Entahlah Nat, susah. Selama ini gue udah banyak nyiptain luka di hati Ravin, gue terlalu egois tanpa perduli gimana dia. Coba aja kalau gue tahu dari awal kejadiannya bakalan kayak gini, pasti gue akan ngelakuin apapun buat dia. Dan andai gue bisa minta sama Tuhan, gue pengen Tuhan ngasih keajaiban supaya Ravin selamat dari kecelakaan itu, biar gue bisa perbaiki semuanya."

Ucapan Nara yang kembali terdengar lirih saat menyakut Ravin, selalu membuat Nata diam. Ia selalu tak bisa mengontrol dirinya sendiri untuk tidak menyinggung hal tentang Ravin pada Nara. Ia paham, Nara berbicara seperti itu karena hingga saat ini jasad Ravin memang belum ditemukan. "Sorry yah, lagi-lagi gue bahas soal Ravin!"

"Nggak papa kok Nat. Justru dengan lo nyinggung soal Ravin, gue jadi sulit lupain dia. Dan emang itu yang lagi gue lakuin. Cuma bedanya, gue nggak mau sedih-sedihan lagi setiap kali inget dia," jawab Nara yang kemudian tersenyum.

"Kok gitu?" tanya Nata dengan dahi mengerenyit.

"Karena di saat terakhir hidupnya, dia masih berusaha untuk bikin gue bahagia, bahkan minta gue supaya nggak nangis lagi," Nara menjeda kalimatnya saat rasa sesak kembali muncul di hatinya. "Dulu saat hubungan gue sama Ravin masih baik-baik aja, Ravin sebenarnya bilang kalau dia nggak bisa dateng. Tapi karena gue ngancem dia, dia berusaha buat dateng. Beberapa jam sebelum kecelakaan itu terjadi, dia bilang di chat kalau dia sengaja ngundang The Overtunes karena dia tahu kalau gue suka sama grup penyanyi itu. Dan di detik-detik sebelum kecelakaan itu terjadi, dia terus-terusan ngechat gue Nat, gue ngerasain gimana takutnya dia. Tapi hebatnya, dia masih sempet-sempetnya bilang kalau dia sayang sama gue, dia--"

"Ra, cukup!" Nata menyela pembicaraan Nara karena ia tak ingin jika Nara menangis lagi nantinya. Meski raut wajahnya masih biasa saja, tapi Nata bisa lihat sorotan mata Nara menyimpan sejuta penyesalan. "Gue tahu lo masih hancur Ra. Semua orang bisa percaya dengan sikap lo yang seolah baik-baik aja, tapi gue enggak. Lo bisa tutupin semuanya dari semua orang, tapi enggak dari gue. Gue udah pernah ucapin kalimat-kalimat itu, belum, sama lo?"

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang