Part 36 - Sebuah Perasaan

121 5 0
                                    

Jangan pernah takut menyampaikan perasaan.
Masalah hasilnya baik atau buruk, itu urusan belakangan.
Jika memang ketakutan itu pada akhirnya menjadi kenyataan, jalani saja!
Mungkin memang itulah takdirnya.
-Nara&Nata-

Bel pergantian pelajaran pun akhirnya berbunyi, membuat Nara dan Nata bergegas pergi dari rooftop dan kembali ke kelas, sebelum guru pengajar datang lebih dulu.

Keduanya yang hendak masuk ke kelas seketika merasa ragu saat pintu kelas XI MIPA 4 tertutup. Membuat keduanya yakin jika guru pengajar sudah berada di kelas.

"Gimana nih Nat?" tanya Nara gugup, sambil sesekali menggigit bibir bawahnya.

Nata menghembuskan napas kasar dan menoleh pada Nara, "Udah nggak papa masuk aja. Kita ngomong aja yang sebenarnya," jawab Nata sedikit ragu, yang langsung diangguki oleh Nara.

Keduanya perlahan berjalan mendekati pintu dengan Nata berjalan di depan Nara. Nata meraih gagang pintu kelas untuk membuka pintu secara perlahan. Suasana kelas benar-benar sepi, membuat Nara dan Nata berpikir jika di kelas sesang diadakan ulangan dadakan. Namun saat Nata sudah membuka pintu kelasnya lebar-lebar, ia  dan Nata justru malah mendapat gerutuan dari teman-teman sekelas mereka.

"Ah! sialan lo berdua, gue kirain Pak Budi," gerutu Darwin setelah menggebrak mejanya.

"Gue udah tegang banget Nat, tahunya malah elo yang masuk," aku Ferdi sambil menatap Nata dan Nara.

"Heh, gue sama Nara jug tegang kali. Gue pikir Pak Budi udah ada di kelas, dan otomatis gue sama Nara bakal dihukum," balas Nata yang tak terima dengan gerutuan yang Ferdi dan Darwin lontarkan. Setelah itu, ia menarik lembut tangan Nara dan mengajak sahabatnya itu untuk duduk di bangku masing-masing. Bersamaan dengan itu, Pak Budi masuk ke kelas dan langsung menempati meja guru.

"Selamat pagi semuanya!" sapa Pak Budi sambil membuka buku paket kimia yang dibawanya.

"Pagi Pak!" respon semua siswa-siswi dengan serempak.

"Berhubung hari ini saya ada urusan, jadi saya tidak bisa mengajar kalian dua jam pelajaran full!" Penuturan yang dilontarkan Pak Budi itu tentu saja membuat siswa-siswi bersorak gembira, karrna hari ini mereka tak harus terlalu berpusing ria dengan yang namanya unsur kimia serta rumus-rumus yang sangat sulit untuk dipahami. "Tapi kalian jangan senang dulu, karena saya akan memberi kalian tugas kelompok!" Seketika, suara sorak gembira itu berganti dengan sorak kecewa. Kalau sudah seperti ini,mereka lebih memilih diajar kimia full dua jam okeh Pak Budi daripada harus mengerjakan soal yang tentu saja tak mereka ketahui cara pengerjaannya. "Kelompoknya cukup dengan satu bangku saja. Kalian buat soal dari materi 'Persamaan Reaksi Kimia' sebanyak dua puluh soal dan kalian kerjakan sendiri!" Helaan napas dari siswa-siswi menjadi pemecah keheningan di ruang kelas XI MIPA 4, sepertinya Pak Budi sengaja ingin membuat mereka stres beratus-ratus kali lipat. Rasanya mereka ingin melontarkan kata-kata kotor pada guru yang satu ini, karena selalu berhasil membuat mereka hampir gila. "Tugas dikumpulkan lusa, di meja saya! Ada pertanyaan? Jika tidak ada terimakasih, saya permisi!" Pak Budi langsung beranjak dari kursi yang didudukinya dan berjalan keluar kelas. Setelah Pak Budi menutup pintu kelas mereka,beberapa siswa-siswi langsung menggebrak meja masing-masing.

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang