Part 11 - Lelah

154 7 0
                                    

Sesuai rencana. Sepulang sekolah, Nara dan Ravin pergi jalan-jalan untuk kedua kalinya setelah peresmian hubungan mereka. Dan kali ini, Ravin mengajak Nara untuk pergi ke sebuah Cafe yang ada di dekat taman kota.

"Aku seneng kita bisa kayak gini lagi," ucap Ravin sambil mengunyah irisan steak yang ada di mulutnya.

Sementara Nara hanya menyunggingkan senyumannya. Entah ia harus senang atau sedih. Ada sesuatu yang mengganjal dihatinya, membuatnya merasa sangat tak nyaman bersama laki-laki itu. Bahkan senyuman yang sempat ia tunjukan pada Ravin pun adalah sebuah senyum paksaan. Dan untuk menutupi rasa tak nyamannya, Nara memilih untuk menyantap spaghetti yang ada di hadapannya.

"Kamu tuh yah, cantik-cantik makannya belepoten," kekeh Ravin saat melihat saus di sudut bibir Nara. Ia langsung berinisiatif untuk mengelapnya dengan selembar tissue. Namun belum sempat tissue yang ia pegang menyentuh sudut bibir Nara, gadis itu tiba-tiba mengambil tissue di tangannya dan membersihkan sendiri. Lagi, ia harus merasa kecewa karena sikap Nara yang terkesan menjaga jarak dengannya. "Kenapa nggak aku aja sih Ra, aku kan pacar kamu?"

Seketika Nara menaruh sendok serta garpu di tangannya hingga menimbulkan suara dentingan yang keras, "Aku emang udah maafin kamu Vin, tapi kan kita belum tentu balikan lagi. Kamu inget kan ucapan aku tadi di sekolah? Kita baru balikan kalau kamu udah nepatin janji kamu untuk ngeliat penampilan aku pas acara ulang tahun sekolah nanti," jelas Nara sedikit ketus.

"Oke, maaf!" ujar Ravin lirih dan langsung mengembuskan napas, "ya udah, mending kita lanjut makan lagi."

"Aku udah nggak laper," dengus Nara sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Ra, ayo dong! Kamu baru makan sesuap. Aku nggak mau kamu sakit," bujuk Ravin sambil menyodorkan sesendok spaghetti yang ia ambil dari piring Nara.

"Aku nggak mau," tolak Nara tanpa menatap Ravin.

"Ra, sekali ini aja. Yah?"

Cukup, Nara sudah muak. Ia pikir Ravin bisa berubah, tapi ternyata laki-laki di hadapannya masih saja suka memaksakan kehendak. Ia pun menepis sendok yang dipegang Ravin hingga langsung jatuh ke bawah.

"RA, KAMU-" Ravin yang baru menyadari jika nada bicaranya sedikit tinggi langsung terdiam. Apalagi ia sempat melihat jika pengunjung Cafe tersebut memandang ke arahnya dengan tatapan tak suka.

"Aku mau pulang!" Nara langsung beranjak dari kursi yang didudukinya dan pergi dari hadapan Ravin dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Nara tunggu!" Setelah menaruh beberapa lembar uang lima puluh ribuan di atas meja, Ravin bergegas mengejar Nara yang sudah melewati pintu keluar.

"Ra, aku anterin kamu pulang yah!" ujar Ravin yang kini sudah berdiri di hadapan Nara sambil memegang bahu gadis itu.

Sejenak Nara terdiam untuk memikirkan ajakan Ravin. Ia sebenarnya malas untuk pulang bersama laki-laki egois itu. Tapi dengan kondisinya yang sekarang, Nara tak memiliki pilihan lain. Ia terpaksa mengangguk daripada nanti ia pulang naik taksi dan malah menangis sepanjang perjalanan.

"Ra, maaf!" Entah sudah berapa kali Ravin mengucapkan dua kata itu setelah ia melajukan mobilnya meninggalkan Cafe beberapa menit lalu. Namun sayangnya, gadis yang sejak tadi ia ajak bicara hanya diam dan lebih memilih untuk memandangi gedung-gedung tinggi yang ada sisi jalan. Kalau sudah seperti ini, Ravin tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia pun memilih untuk menyalakan radio sebagai pemecah keheningan.

Detik itu juga, sebuah lagu dari Ada Band berjudul Lelah terputar da menggema di dalam mobil. Setetes air mata akhirnya luruh dari sudut mata kanan Nara. Lagu itu benar-benar menggambarkan perasaannya saat ini. Ia yang sudah benar-benar lelah dengan hubungannya bersama Ravin yang selalu dihiasi dengan pertengkaran. Dan itu selalu berujung dengan terciptanya sebuah luka di hati. Sikap Ravin yang selalu menganggap sepele dan melupakan masalah antara keduanya, membuat hati Nara semakin sakit. Hal itulah yang membuatbnya sulit untuk menerima kembali meski masih ada sedikit rasa dalam hatinya untuk Ravin.

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang