Part 48 - Benar-benar Pergi

139 3 0
                                    

Selesai membaca isi dari secarik kertas ditangannya, Nara dengan sengaja menabrak bahu Ferdi dan bergegas mengejar Nata sambil terus menangis. Berharap laki-laki itu masih berjalan menuju parkiran. Ia sama sekali tak memperdulikan tatapan aneh siswa-siswi yang melihatnya selama berlari di koridor. Bahkan suara Ferdi dan Dinda yang memintanya untuk berhenti, juga ia abaikan. Karena untuk saat ini, ada hal yang lebih penting daripada itu.

"Ra, jangan lari!"

"Nara!"

Nara terus berlari. Tanpa menoleh sedikitpun pada Ferdi dan Dinda yang berlari mengejarnya. Ia harus bisa mencegah Nata pergi, apapun caranya. Ia tak perduli sekalipun ia harus berlutut dan bersujud di depan laki-laki itu. Dalam tangisnya, ucapan Nata tiba-tiba terlintas dalam benaknya.

"Nata sayang Nala."

"Nala juga sayang Nata."

Hal itu tentu saja membuat tangisan Nara semakin pecah, seiring kecepatan berlarinya juga bertambah. Ia benar-benar tak bisa membayangkan jika Nata pergi dari hidupnya. Pasti ia akan sangat hancur dan tak sanggup lagi untuk tersenyum. Karena setelah perasaan itu muncul, Nata adalah satu-satunya alasan dibalik senyumannya.

Begitu sampai di sisi parkiran, Nara melihat Nata hendak memasuki mobil sport. Membuat Nata bergegas mendekati Nata, sebelum laki-laki itu melajukan mobil. Sayangnya saat posisinya sudah sangat dekat, mobil yang dikemudikan Nata justru melesat meninggalkan area sekolah dengan kecepatan tinggi. Namun Nara tetap tak menyerah. Ia terus berlari mengejar Nata menuju gerbang. Namun tiba-tiba ia tak sengaja menginjak tali sepatunya yang ikatannya sudah terlepas. Membuat Nara langsung jatuh dan lututnya berdarah karena terbentur batu krikil yang ada di dekatnya. "NATA STOP NAT! GUE MOHON JANGAN PERGI! JANGAN TINGGALIN GUE!" teriak Nara.

"Ra,udah Ra!" ujar Dinda yang tiba-tiba sudah jongkok di sebelah kanan Nara, yang kemudian disusul Ferdi yang jongkok di sebelah kiri Nara.

"Din, kejar Nata Din! Gue nggak mau dia pergi, gue pengen dia tetap disini!" pinta Nara, yang membuat Dinda langsung merengkuhnya ke dalam pelukan sahabatnya itu.

"Udah Ra! Percuma kita kejar Nata, dia pasti tetap bakalan pergi. Lo tahu kan Ra, Nata itu selalu berpegang teguh pada pendiriannya?" ucap Ferdi sambil mengusap lembut bahu Nara.

"Kalau gitu gue mau bolos aja. Biar gue bisa kejar Nata." Nara yang hendak beranjak langsung ditahan oleh Dinda dan Ferdi, yang memegang pergelangan tangan dan kirinya. "Lepasim tangan gue! Tolong biarin gue kejar Nata!"

"Enggak Ra, kita nggak akan lepasin tangan lo. Lo harus tetap disini!" ujar Ferdi sambil menggeleng.

"Tapi kalau nanti Nata pergi gimana? Kalau dia sampai pergi, gue nggak akan pernah bisa ketemu sama dia lagi. Seminggu lagi gue ulang tahun, dan gue pengen Nata hadir di acara ulang tahun gue." Nara terus meronta dan mencoba melepaskan kedua tangannya yang dipegang Ferdi dan Dinda.

"Ra, kita ngerti apa yang lo rasain. Bukan cuma lo doang yang nggak mau Nata pergi, tapi gue sama Ferdi juga nggak mau Nata pergi. Tapi kita juga nggak bisa berbuat apaoun Ra,mungkin ini yang terbaik buat dia," respon Dinda dengan lembut.

Nara mulai berhenti meronta dan langsung memeluk Dinda. Kini ia benar-benar rapuh tanpa Nata. Ia tak bisa berbuat apapun lagi tanpa laki-laki itu. Dan sejak hari ini Nara takkan bisa tersenyum lagi, kecuali laki-laki itu kembali untuknya.

-Nara&Nata-

Sampai di depan gerbang rumah Nata, Nara langsung keluar dari mobilnya dan menggedor-gedor pintu rumah Nata. Beruntung gerbang rumah Nata terbuka, jadi ia tak perlu repot-repot memanjat pagar agar bisa masuk ke area rumah Nata. "Nat, lo masih di dalam kan Nat? Gue mohon lo keluar sekarang Nat!" ujar Nara sambil terus menggedor pintu rumah Nata. Ia refleks mundur selangkah saat melihat seseorang dari dalam membuka pintu untuknya. Ia tersenyum sekilas pada Susan sebelum akhirnya menanyakan keberadaan Nata, "Nata ada di dalam kan Tan?"

NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang