My B a b i e s - 12

2.8K 281 8
                                    

"Selamat pagi. Kau sudah bangun? "

Sapa Luda selesai mandi dan duduk di tepi ranjang mengeringkan rambut. Menyambut Bona dengan senyuman hangat, setidaknya kegiatan mereka semalam menyisakan kesan yang mendalam di benak Luda.
Namun tidak bagi Bona, dirinya seperti terbangun dari mimpi buruk. Dia sangat terkejut mendapati tubuhnya tanpa busana sedikitpun.

"Kau! Bagaimana bisa aku ada bersamamu? Semalam kita tidak melakukan hal yang aneh bukan? " Bona panik menatap Luda penasaran.
"Haruskah aku menjelaskannya? Aku rasa kau tak bodoh. Bangunlah, aku sudah menyiapkan air hangat untukmu." Luda tersenyum pahit, menyadari yang di harapkan Bona bukan dirinya.

"Aku perlu penjelasan ini semua. Semua ini tidak nyata bukan? Aku tak mungkin melakukannya semalam denganmu." Bona menahan tangan Luda memohon penjelasan.

"Benar dugaanku, kau itu keras kepala. Dengar semua terjadi begitu saja di luar kendaliku. Dan kau yang memaksaku melakukannya, karena kau sangat mabuk semalam. Kita sama-sama sudah dewasa dan itu bukan hal yang tabu bukan? Semua sudah terjadi, tak ada gunanya kau menyesal sekarang." Luda menyingkirkan tangan Bona dan mengenakan pakaian.

"What? Impossible! Kau tidak sedang memanfaatkan kelengahanku kan? Aku tak percaya ini, ternyata kau lebih brengsek dari dugaanku." Bona meremas rambutnya frustrasi, begitu bodohnya dirinya. Bagaimana bisa bercinta dengan orang asing, terlebih dia melakukannya tanpa dasar cinta.

Bagaimana Bona menjelaskan ini semua, jika Orangtuanya dan Eunseo tahu. Benar-benar Bona merasa orang terbodoh di dunia. Dia menangis menyesal pergi ke kafe dan iseng minum, jika akhirnya petaka seperti ini.

"Kau tak akan menuntutku dan memasukkan aku ke penjara kan gara-gara kegiatan kita semalam? Aku bersedia membayarmu jasamu, asal kau diam." Bona menatap Luda tajam.

"Apa ini lelucon bagimu? Walau nyawamu sekalipun kau berikan. Aku tak serendah itu. Aku tak butuh uangmu." Bentak Bona marah merasa terhina.

"Bukankah kau butuh uang? Kau kerja untuk uang bukan? Untuk apa kau kerja keras sepanjang waktu di kantor, aku bisa memenuhi kebutuhanmu dan kau bisa membayarku dengan tubuhmu."

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi Luda. Hilang sudah kesabaran Bona, seberengsek apapun Eunseo, dia tak pernah merendahkan dirinya seperti ini. Bona memungut pakaianya lalu mengenakannya.

Luda mengusap rahangnya, dia tak boleh menyerah untuk mendapatkan Bona. Luda benar-benar tak bisa mengontrol diri. Bona pun membanting pintu keluar dari apartemen.

"Eunseo, kau bisa menjemputku."

Terdengar suara lirih Bona menahan tangis.

"Dimana kau sekarang? Sebentar dan tunggu aku akan kesana."

Eunseo bangun dan setengah loncat menyambar kunci mobil di atas meja.
Bona benar-benar membuatnya sangat khawatir. Eunseo takut kehilangan dan terjadi hal buruk pada gadis itu.

____

Bona duduk di bangku taman merenungi kejadian semalam. Bona memejamkan mata dan menghela napas berat, bingung harus bagaimana.

"Apa yang terjadi? Kemana semalam kamu tak pulang? Apa kamu marah padaku?" Eunseo bertubi-tubi menyerangnya dengan pertanyaan.
Bona memeluk Eunseo menangis dan menyembunyikan wajahnya di dada bosnya itu.

"Kamu kenapa? Apa kamu baik-baik saja?"

Eunseo cemas mengusap punggung Bona menenangkannya. Tangis Bona pun pecah, membuat Eunseo semakin tak paham. Eunseo merapikan anak rambut Bona, mengecup keningnya penuh sayang.

"Baiklah jika kamu tak ingin mengatakannya sekarang, terpenting kamu selamat. Aku mengkhawatirkanmu. Maafkan aku tak bisa melindungimu. Ayo kita pulang." Eunseo mendampingi Bona dan masuk mobil. Sebelum pulang Eunseo membeli makanan dahulu untuk mereka sarapan.

"Makanlah sedikit, nanti kamu sakit." Eunseo hendak menyuapi Bona bubur tapi Bona menggeleng menolak.
"Aku tidak lapar." Jawabnya pelan. Hilang sudah semangat dan selera makannya.
"Sering-sering aja galau biar tambah kurus." Eunseo tak suka melihat Bona lemah seperti itu.

"Kamu kenapa kok marah?" Tanya Bona heran dengan perubahan raut wajah Eunseo.
"Kamu bawa mobil aku deh, aku pulang naik taksi aja." Eunseo marah dan melepaskan safety-belt turun dari mobil.

"Dih aneh. Kamu tuh kayak anak kecil ya, sedikit-sedikit marah. Tau begini aku nggak usah minta bantuan kamu." Bona ikut turun, duduk di trotoar menekuk wajah.

"Yang anak kecil siapa, kamu kali."

"Emang ya, kamu itu paling nyebelin sedunia."

"Terus aku nyebelin masalah buat kamu? Sekarang gini aja deh, terserah kamu mau bagaimana. Yang jelas aku nggak suka dan nggak mau melihat kamu yang lemah seperti ini."

"Kayak nggak pernah galau aja hidupnya. Suka-suka lah mau aku galau atau nggak, nggak merugikan kamu kan?"

"Sekarepmu. Aku mah apa atuh, emang nggak pernah di anggap." Eunseo menghentikan taksi.

"Kok jadi dia yang marah." Bona tak habis pikir dengan bosnya itu.
"Satu hal lagi, jangan pernah cari atau datang menemui aku. Kalau kamu masih galau, aku bukan panti sosial." Eunseo meninggalkan Bona.

____

Hampir satu minggu Bona dan Eunseo tak saling bicara. Eunseo marah hanya karena Bona menolak suapan bubur waktu itu. Bona merasa tak ada yang salah dengan sikapnya. Dia pun enggan dan gengsi harus menegur Eunseo lebih dulu. Terlebih dirinya belum bisa move on dari masalahnya dengan Luda.

Bona seperti biasa datang ke kantor pagi-pagi dan mengganggap pertengkaran dirinya dan Eunseo sudah selesai. Ia duduk di meja kerjanya dan menghidupkan laptop. Email baru pun masuk, Bona segera membacanya.

"MULAI HARI INI KAU DI PECAT!

Silakan tinggalkan surat pengunduran dirimu di mejaku."

Bona membulatkan mata, berkali-kali mengulang membaca email dari Eunseo. Dengan amarah yang mendidih, Bona menghentakkan kakinya kasar menuju ruangan Eunseo.

Brak!

Pintu terbuka dan Bona masuk langsung menghampiri Eunseo yang sedang berbincang dengan seorang gadis.
"Apa maksudmu kau memecatku tanpa alasan?" Bentak Bona menggebrak meja, menatap tajam ke arah Eunseo.

"Aku tak bisa bekerja dengan orang yang tak profesional. Dan aku juga bosan melihatmu." Jawab Eunseo seenaknya.

"Apa maksudmu aku tidak profesional? Aku mengerjakan tugasku dengan baik."

"Tenang saja, aku sudah menyiapkan uang untuk mengganti uang pesangonmu dua kali lipat. Itu cukup untuk menghidupimu selama satu tahun ke depan." Eunseo menyerahkan koper uang pada Bona.

"Kau masih dendam karena aku menolak makananmu waktu itu dan sekarang kau memecatku hanya gara-gara hal sepele itu."

"Untuk apa kau membahasnya, ini tak ada hubungannya dengan pekerjaanmu. Kau bisa pergi sekarang, aku sudah menemukan penggantimu." Eunseo melirik Meiqi di sebelahnya. Gadis itu tersenyum sinis ke arah Bona.

"Baiklah. Terima kasih atas kerjasama nya." Bona kesal lalu meninggalkan ruangan Eunseo dan bergegas pulang. Eunseo memijat kepalanya yang tak pusing, menatap datar daun pintu.

"Kau baik-baik saja? " Tanya Meiqi khawatir.

"Bisa kau tinggalkan aku sendiri? Dan mulai hari ini kau bisa langsung bekerja."

"Baiklah. Aku permisi."

Meiqi keluar dari ruangan Eunseo. Sang bos muda duduk termenung mencerna setiap kata-kata Bona tadi. Sebenarnya Eunseo tak ingin kejam seperti ini pada Bona. Namun Eunseo ingin Bona sadar, jika dia bukan sekedar asistennya. Eunseo ingin Bona memahami perasaannya, namun dugaannya salah besar. Bona tetap tak peka dengan maksudnya.

°°°°

©09/05/2018

 MY BABIES™Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang