Setelah puas berpacu andrenalin Skydiving di Lake Wanaka. Eunseo mengajak Bona ke Rotorua, untuk meremajakan kulit mereka. Berendam di kolam lumpur geotermal yang menggelegak. Dengan mata air panas yang alami serta danau kawah yang berwarna-warni memanjakan mata.
"Setelah pertualangan gila tadi, kita akan kemana lagi?" Tanya Bona menggosok punggung Eunseo dengan lumpur.
"Bagaimana kalau kita ke pelaminan? Sepertinya itu tempat terbaik yang ingin aku datangi bersamamu."
Eunseo membalikkan badan menghadap Bona, mencolek hidung Bona dan menempelkan lumpur.
"Ke pelaminan ya? Memangnya kapan kamu mau melamar aku? Sama Mami aja masih takut, bagaimana mau nikahin aku?!"
"Memangnya kamu nggak mau nikah sama aku? Nggak kepikiran gitu kamu pengen tinggal satu rumah?"
"Bahasan kamu sok dewasa tau nggak. Makan aja masih suka di suapin Mama. Terus nanti aku gitu yang suapin kamu setiap pagi." Bona mencubit perut Eunseo.
"Berangan-angan boleh kan, Yank. Apa salahnya aku manja sama kamu? Pada akhirnya suatu saat kita akan tinggal serumah."
Eunseo mengecup pipi Bona, menarik gadis itu dalam pelukan.
"Dasar modus!" Bona mengigit bahu Eunseo.
"Ih sakit, Yank! Kamu susah banget sih di ajak romantis, kaku kayak kanebo." Gerutu Eunseo cemberut.
"Kaku juga kamu tergila-gila sama aku."
"Iya sih. Soalnya kamu manusia langka. Kalau kamu hilang aku harus ke panti jompo dulu cari kamu." Ledek Eunseo mengacak rambut Bona, gemas.
"Maksud kamu aku nenek-nenek gitu?"
"Aku nggak bilang kamu nenek-nenek. Kamu sendiri yang mengakui." Eunseo beringsut menjauhi Bona.
"Awas ya kamu! Jangan sampai malam ini kamu tidur di luar." Ancam Bona melempari Eunseo dengan lumpur, mengejarnya.
"Ampun, Sayang! Aku minta maaf. Kamu tambah cantik deh kalau marah." Goda Eunseo menahan geli di sekujur tubuh. Karena Bona mengelitikinya lalu mendekap Eunseo erat. Eunseo mengecup punggung tangan gadis itu. Betapa bahagianya hidup Eunseo setiap saat bisa bersama Bona.
_____
Pinky dan Chaeyeon duduk di bawah pohon, Beralaskan hamparan rumput. Sambil menikmati segelas anggur, dengan pemandangan hijaunya perkebunan anggur.
"Mari kita bersulang untuk kebahagiaan kita." Chaeyeon mendentingkan gelas dan mengulas senyuman manis, lekat menatap wajah cantik Pinky.
"Kenapa kamu liatin aku terus? Aku kan jadi malu." Ucap Pinky menunduk tersipu malu, wajahnya merona.
"Kamu cantik soalnya, Sayang."
Chaeyeon mengecup kening, mata, hidung dan berakhir di bibir Pinky, sangat merindukan wanita itu.
"Apapun yang terjadi, jangan berubah. Jangan pernah tinggalin aku lagi. Hidupku tak berarti apapun tanpa kamu." Bisik Chaeyeon lalu mengecup daun telinga Pinky.
Mendorong tubuh wanita itu jatuh terlentang di atas rumput. Chaeyeon merangkak menindihnya dan menyatukan jari-jari mereka. Chaeyeon terus menciumi dan menghisap leher jenjang Pinky, mengeratkan pelukan. Tangan Chaeyeon bergerak bebas mengelus seluruh tubuh wanita itu, memperdalam ciuman mereka.
"Mami!"
Jantung Pinky seakan berhenti berdetak. Tubuhnya gemetar, menoleh sumber suara yang tak asing di telinganya. Pandangan Pinky pun bertemu dengan tatapan sedih Bona. Gadis itu mematung, menjatuhkan keranjang di tangannya. Perasaan Bona sedih dan kecewa. Hatinya begitu hancur berkeping-keping. Seakan tak bisa percaya dengan kenyataan di depan matanya sendiri. Chaeyeon segera turun dari atas tubuh Pinky, duduk merapikan pakaiannya.
"Bona, Mami bisa jelaskan semuanya. Kamu jangan salah paham, Sayang." Terang Pinky membela diri.
"Bona kecewa sama Mami. Salah Papi apa, Mam? Mami benar-benar tega!"
Bona menangis pilu, menarik tangan Eunseo untuk pergi dari perkebunan anggur. Dirinya sudah tak sanggup melihat perbuatan ibunya. Pinky hendak mengejar Bona, namun Chaeyeon mencegahnya. Tangis wanita itu pun pecah di pelukan Chaeyeon.
"Cepat atau lambat, semua rahasia kita akan terungkap. Kita tidak perlu terus melarikan diri dari kenyataan. Suami kamu harus tau kebenarannya." Kata Chaeyeon mengusap rambut wanita itu, menenangkannya.
"Aku mau pulang sekarang juga." Kata Bona duduk menyilang tangan di dada, mengurai air mata. Masih tak bisa percaya, bagaimana bisa ibunya mengkhianati pernikahan suci mereka.
"Kamu nggak haus, Yank?! Marah-marah terus. Kita nggak berhak menghujat dan menghakimi orang lain. Aku yakin Mami kamu punya alasan, kenapa dia berselingkuh."
"Jadi sekarang kamu belain Mami aku? Pacar kamu itu siapa sih, aku atau Mami aku?!"
"Aku nggak belain siapa-siapa, Sayang. Pacar aku itu kamu. Mami kamu itu calon mertuaku. Minum dulu, Sayang! Marah-marah itu perlu tenaga."
Eunseo menyodorkan segelas air, Bona menepisnya. Gadis itu membuang wajah, membelakangi Eunseo. Jelas Bona semakin kesal, Eunseo tak membelanya.
"Kamu jangan marah dong. Aku nggak bermaksud menyalahkan kamu." Bona tak menjawab dan semakin jutek, menatap Eunseo tajam.
"Sayang, aku minta maaf."
"Pokoknya aku mau pulang. Titik!"
"Memang kita mau pulang ke hotel dan istirahat kan?"
"Ih, Seo! Kamu itu sama nyebelinnya kayak Mami aku. Aku mau pulang ke rumah."
Bona memukul bahu Eunseo dengan tas, sangat kesal.
"Jadwal penerbangan kita besok malam, Sayang. Aku tau kamu marah dan kesal sama Mami kamu. Tapi jangan libatkan hubungan kita dengan masalah ini. Aku nggak mau ribut sama kamu."
"Oke. Kalau kamu nggak mau nemenin aku pulang? Aku bisa pulang sendiri."
Bona beranjak dari tempatnya hendak pergi. Dengan cepat Eunseo menarik gadis itu dalam pelukan, mencegahnya. Tangis Bona pun pecah, memeluk erat Eunseo.
"Jangan sedih, Sayang. kamu masih punya aku. Apapun yang terjadi, kita akan melewatinya bersama-sama. Aku mencintaimu." Kata Eunseo menyeka air mata Bona, mengecup pucuk kepala Bona penuh cinta. Membujuk gadis itu agar mau pulang ke hotel.
^ ^ ^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.