8-

2.6K 139 14
                                    

Doni menarik ku paksa untuk mau berkeliling di pasar malam bersamanya. Sepanjang berjalan dengannya aku selalu menampakan raut wajah kesal. Sekarang kami berada disalah satu wahana yaitu komedi putar. Doni mengajak ku untuk mau bermain wahana ini tapi aku menolak keras keinginannya.Aku mengajak Doni untuk bermain wahana lain yang lebih menantang.

"Gue ogah naik wahana itu. Gue maunya itu tuh !". Aku menunjuk ke arah wahana yang ramai karena banyak pengunjung menaikinya.

"Gue yang ogah kalau naik itu. Udah deh ini aja". Jawab Doni masih memaksa diriku agar mau bermain komedi putar.

Aku bertolak pinggang dan memicingkan mata sinis ku kepadanya. "Sono main sendiri. Gue mau balik aja kalau lu gak mau naik itu." Aku melangkahkan kaki ku menjauh meninggalkan Doni yang sedang berpikir.

Dengan sigap Doni kembali menarik ku dan mengiyakan kemauan ku untuk mau bermain wahana yang aku inginkan. Kami pun berjalan menuju loket untuk membeli tiket. Tiket sudah di tangan kini saatnya untuk menunggu giliran karena banyak sekali yang menaiki wahana ini. Doni terlihat gugup, itu terlihat jelas dari sorot matanya tapi dia selalu menepis jika aku bilang dia merasa gugup.

"Eh cowok mesum. Lu beranikan ?". Tanya ku lagi memastikan sebelum permainan ini dimulai.

"Beranilah emang gue pengecut apa." Doni mengedipkan mata genitnya, dia berpegangan kuat pada pegangan yang sudah di sediakan.

Saatnya permainan dimulai. Perlahan-lahan perahu ini di ayun dan semakin lama semakin kencang saja ayunannya. Membuat orang yang berada didalam wahana ini berteriak histeris.

"HUUUUU AAAAAA" Teriak para pengunjung yang berada di wahana ini.

"Mas lebih kenceng dong ". Kataku dengan berteriak agar pegawai yang menjalankan mesinnya mendengar ucapan ku. Aku harus berteriak karena suara mesin ini sangatlah berisik.

Dan keinginan ku di kabulkan oleh pihak pemilik wahana ini. Ayunan semakin kencang dan aku merasa berada dilempar ke langit kemudian kembali dihempaskan ke bumi. Merasakan hembusan angin malam kota Jogja yang dingin romantis. Aku berteriak melepas kepenatan yang ada, menikmati setiap ayunan yang ku rasakan. Sungguh aku sangat menyukai wahana ini. 10 menit sudah ayunan ini berlangsung, perlahan tapi pasti wahana ini berhenti dengan ritme yang pelan. Para pengunjung keluar dari tempat duduk secara bergantian. Aku dan Doni yang berada di tempat duduk paling ujung atas mendapat kesempatan keluar terakhir.

Sesampainya di bawah wahana. Doni langsung berlari ke belakang wahana ke tempat yang lumayan sepi pengunjung.

UWEKKK UWEEKK

Aku mendengar Doni muntah di sana. Aku sengaja tidak mendekatkan diri kepadanya karena dia sedang memuntahkan segala isi perutnya. Kurang lebih sudah 5 menit Doni muntah dan dia juga belum kembali kepadaku. Akhirnya aku menghampiri Doni karena takut jika ternyata Doni sudah tak bernyawa akibat terlalu banyak muntah.

Aku memijit bagian tengkuk lehernya. "Dih, gitu doang mabuk. Payah !".

"Gimana gak mabuk orang di ombang ambing di atas gitu. Kenceng banget lagi tadi." Doni masih saja mengeluarkan muntahannya sampai cairan hijau yang keluar. Sepertinya isi perut Doni benar-benar habia terkuras.

"Ya namanya wahana kora-kora ya gitu bodoh. Ah cowok mesum payah". Aku masih saja meledeknya padahal dia sudah terlihat lemas dan suhu tubuhnya berubah menjadi dingin.

"Kok badan lu dingin si ?". Tanya ku heran meletakan telapak tangan ku di keningnya.

"Gue pobhia ketinggian" Doni menjawab dengan nada gemetaran. Segitu parahnya kah orang jika mengalami phobia. Aku kasihan melihat Doni seperti ini. Walaupun aku kesal kepadanya tapi aku tidak begitu jahat yang tega melihat seseorang mati sia-sia. Aku pergi meninggalkannya sebentar untuk membelikan dia teh hangat agar kondisinya membaik.

Aku mendapatkan teh hangat untuk Doni dan menyuruhnya untuk segera minum agar kondisinya lebih baik. Sudah 1 jam aku beristirahat menemani Doni yang perlahan membaik. Suhu tubuhnya kembali menghangat dan dia sekarang sudah mampu untuk berjalan kembali menikmati suasana pasar malam ini.

"Udah mendingan kan ? Gue mau kesitu mau ikut gak ?". Aku berdiri kemudian melangkahkan kaki ke sebuah tempat lain. Dari kejauhan aku melihat sesuatu yang menarik perhatian ku. Aku berlari kecil agar segera sampai disana dan segera menikmatinya. Tak ku hiraukan Doni, biarlah dia mau ikut dengan ku atau masih berdiam di tempat tadi.

"Pak, saya beli semuanya !". Aku mengeluarkan uang dari isi dompetku dan memberikanya kepada bapak penjual ini.

"Terima kasih ya Dek." Jawab Bapak penjual itu memberikan barang yang sudah ku bayar. Dengan senang hati aku bermain bersama benda ini dan membuatku bergembira.

Doni yang melihat ku sedang asik bermain menatap ku dengan tatapan heran. "Kayak bocah aja lu."

"Bodo !". Aku pergi ke tengah alun-alun menggenggam benda ini erat-erat karena takut terbawa hembusan angin yang kencang. Doni ternyata mengikuti ku sampai di tempat ini.

"Senja kenapa lu beli semua si? Emang gak cukup beli 1?". Doni mencoba mengambil benda yang ku pegang namun aku langsung menariknya dan memukul Doni keras.

"Jangan ambil balon gue. Awas lu kalau berani ambil apalagi bikin mereka meletus". Aku kesal dengan Doni karena ulahnya yang tadi merebut balonku. Aku sangat menyukai balon terutama warna merah. Melihat dan bermain dengan balon itu sangat menyenangkan dan membuatku bahagia. Sungguh hal yang sangat sederhana namun sangat membuatku bahagia. Aku tetap memegangi balon ini bahkan aku menggigit gagang balon yang tadi sempat di ambil Doni.

 Aku tetap memegangi balon ini bahkan aku menggigit gagang balon yang tadi sempat di ambil Doni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Doni hanya melihat ku heran. Aku tak peduli dengan tatapannya yang penting aku bahagia bermain dengan balon. Aku berjalan perlahan ke arah Doni yang sedang duduk lesehan di atas rumput alun-alun. Aku mengitung dalam hati dan

DOR DOR DOR

Aku meremas dengan kuat balon keras sehingga menimbulkan suara letusan dan itu berhasil menganggetkan Doni. Dia terlihat sangat jelek ketika terkejut karena suara balon. Aku pun tertawa terbahak-bahak. "Hahaha kasihan kaget ya ?". Aku berlari menjauhi Doni karena dia sudah mengambil ancang-ancang akan mengerjarku.

"SENJAAAAA". Doni berlari mengejar ke arah ku. Aku masih terus berlari menghindarinya namun naas kaki ku kesandung oleh batu yang cukup besar di tanah.

"Aduh." Aku mengaduh kesakitan, kaki ku sepertinya terkilir karena tersandung batu tadi. Doni menghampiriku dan mencoba membantuku berdiri tapi apa daya aku begitu lemah oleh keadaan sehingga kesulitan untuk berdiri. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja aku tidak kuat. Doni yang melihat ku kesulitan berjalan berinisiatif menggendongku.

"Kita balik aja". Doni menggendong ku menuju ke motor besar miliknya. Aku hanya meringis kesakitan menahan rasa sakit di kaki kanan ku. Ingin rasanya aku segera merebahkan diriku di atas ranjang dan mendapat pijatan dari Bunda

SENJA & JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang