17-

2.3K 118 3
                                    

Aku bosan bermain gitar dan memandangi langit di taman belakang rumah. Ku lihat jam di tangan kiriku sudah menunjukan pukul 8 malam. Aku memutuskan untuk masuk kedalam rumah menemui Eyang. Aku berjalan menghampiri Eyang yang sedang bermesraan bersama Oma di ruang tengah.

Aku bersandar di tembok memandang ke arah mereka. Aku ingin menanyakan sesuatu namun melihat kemesraan antara Eyang dan Oma aku berhenti sejenak dan melihat mereka dari sini.

Ketika aku akan membalikan badan berbalik ke kamar Oma memanggil ku menyuruhku untuk ikut bergabung bersama dan pastinya aku menurutinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika aku akan membalikan badan berbalik ke kamar Oma memanggil ku menyuruhku untuk ikut bergabung bersama dan pastinya aku menurutinya.

"Kenapa malah mau masuk ke kamar. Sini dong kumpul sama Oma." Oma memeluk hangat diriku.

"Gak enak takut ganggu. Oma sama Eyang kan lagi pacaran heheh."

"Ada apa Jingga? Kamu mau tanya sesuatu sama Eyang." Eyang sepertinya mengerti apa yang aku rasakan.

Aku menggaruk tengkuk leherku yang sebenarnya tidak gatal. "Ehm, gini Eyang, Jingga mau tanya tadi kenapa Eyang ngenalin Jingga di kantor sebagai pegawai magang?".

Eyang memintaku mendekat ke sampingnya. "Sini cucu Eyang yang ganteng. Kamu mau tahu alasan kenapa Eyang bilang kamu karyawan magang ? Itu emang sengaja Eyang lakuin karena biar semua karyawan di kantor gak pada kikuk sama kamu yang notebene adalah cucu dari bos besar mereka. Kalau mereka tahu pasti mereka akan segan sama kamu bahkan mereka bisa kikuk waktu berpapasan dan ngobrol sama kamu diruangan. Eyang liat semua karyawan di kantor malah merasa nyaman bergaul dan berteman sama kamu tanpa tahu diri kamu yang sebenarnya."

"Iya si Eyang, Jingga juga ngerasa mereka berteman sama Jingga dan lebih enak aja berteman karena merasa kita itu sama. Mungkin kalau mereka tahu aku cucu Eyang pasti mereka semua kikuk dan gak luwes bergaul sama aku, tapi tadi waktu di meeting semua tatapan klien serem kesannya merendahkan aku banget gitu seakan aku gak bisa mengemban amanah Eyang."

"Karena mereka tahunya kamu anak magang, anak masih dangkal pengalaman bukan cucu Eyang. Di akhir meeting tadi mereka semua terpukai dengan performa kamu membawakan materi dan pengambilan keputusan yang tepat itu artinya mereka puas dengan kinerja kamu dan merasa sadar meski kamu karyawan magang tapi kinerja kamu bagus, coba kalau mereka tahu kamu cucu Eyang mungkin mereka akan terkesan menerima mu dengan terpaksa karena tidak enak dengan Eyang. Kalau mereka tahu kualitas kamu dengan sendirinya kelak mereka akan lebih menghormati mu ketika kamu sudah memimpin perusahaan ini." Jelas panjang lebar Eyang dan membuat ku mengerti keadaannya sekarang.

"Iya Eyang. Oya boleh minta handphone ku gak?" Aku menengadahkan tangan ku kepada Eyang meminta agar beliau memberikan apa yang aku mau.

"Hukuman kamu belum selesai jadi gak ada handphone buat kamu. Nanti kalau udah mau pulang kerumah baru handphonenya Eyang kasih. Untuk sementara ini masih Eyang sita. Sudah sana kamu masuk kamar istirahat besok pagi kan ada meeting dan kamu yang mimpinnya lagi." Eyang menggeplak tangan ku membuatku mengaduh. Aku cemberut kepada Eyang tapi apa dayaku jika Eyang sudah berkata seperti itu aku tidak bisa melawannya.

Aku pergi ke dalam kamar untuk bersiap tidur. Besok pagi aku harus meeting lagi. Ketika aku mencoba untuk tidur mataku enggan untuk terpejam. Aku rindu dengan sosok gadis yang aku sayangi nan jauh disana. Aku merindukan Nadine, sudah seminggu ini aku tidak menghubunginya bahkan ketika aku pergi dari sekolah itu adalah hari terakhir aku berjumpa dengannya. Aku tidak sempat menemuinya atau menghubunginya lagi sebelum kepergian ku karena malam itu juga handphone ku disita Ayah dan aku langsung terbang ke Jakarta bersama Ayah. Sungguh aku tersiksa menahan rindu kepadanya.

Belum sempat aku menyatakan keinginan untuk menjadikan Nadine kekasih ku waktu itu karena ada kejadian dimana aku harus menemui Senja yang terluka. Selepas itu sampai hari ini aku tidak mendapat kabar apapun darinya. Sungguh malang nasib ku ketika aku sudah sedikit lagi mendapatkan cintanya dan meresmikan hubungan ku dengan Nadine malah ada saja kejadian seperti ini. Aku takut jika Nadine berpikir negatif akan diriku karena dia tidak tahu kalau aku berada di Jakarta. Kelak setelah hukuman ku selesai aku berjanji bahwa aku akan segera meresmikan hubungan ku dengan Nadine. Aku tidak ingin Nadine lepas dari genggaman ku.

******
Suasana kantor pagi ini terlihat cukup ramai. Banyak lalu lalang karyawan yang berdatangan. Aku berjalan menuju ruang meeting sendirian, kali ini Eyang tidak menemaniku karena sedang tidak enak badan. Tepat jam 8 pagi, meeting dimulai. Aku melakukan tugasku dengan baik karena aku tidak ingin membuat malu Eyang meski aku dianggap sebagai karyawan magang disini. Selesai meeting aku kembali ke ruang kerja ku yang berada di lantai 8. Aku kembali berurusan dengan komputer dan berkas yang menumpuk diatas meja ku.

"Permisi Tuan Jingga. Saya diminta oleh Tuan Prayogi untuk memberikan semua berkas ini kepada anda. Selama Tuan Prayogi tidak ada di kantor semua pekerjaan beliau tuan yang mengurusinya. " Pak Indras mendatangi ruang kerjaku berbisik lirih sambil memberikan beberapa berkas kepadaku.

"Pak, saya belum mahir mengurusi pekerjaan ini. Pak Indras aja ya yang ngerjain. Ini aja masih banyak masak iya ditambah lagi si. Bisa gak pulang saya Pak." Aku menolak berkas dari Pak Indras dan memberikannya kembali kepadanya.

"Maaf Tuan Jingga saya hanya menyampaikan pesan dari Tuan Prayogi. Oya, jangan sampai karyawan lain tahu kalau Tuan Jingga mengerjakan berkas penting ini ya. Saya permisi." Pak Indras kembali berbisik dan kemudian dengan langkah ringannya dia kembali ke ruangannya.

"Apa-apaan si Eyang ngasih gue kerjaan sebanyak ini. Bused dah tobat gue." Umpat ku kesal.

Aku menata konsentrasi ku agar bisa segera menyelesaikan pekerjaan ini dengan benar dan cepat. Aku tidak ingin bermalam di kantor hanya karena berkas sialan ini. Lebih baik aku dihukum Ayah daripada dihukum Eyang seperti ini.

Sudah masuk jam makan siang tapi aku malas untuk pergi ke kantin atau sekedar menghentikan pekerjaan ini. Aku masih saja mengerjakan berkas ini hingga aku tak sadar ada seseorang yang menghampiriku.

"Hai Jingga, makan siang yuk. Aku lihat dari tadi kamu serius kerja, apa perlu aku bantuin ?". Dia mencoba melihat berkas yang ada di atas meja ku.

Aku langsung menutupi berkas ini dengan tumpukan berkas lainnya. "Jangan di lihat-lihat berkas gue, demen banget ngintipin bintitan tahu rasa lu ! Gue males makan lu aja Din yang makan siang. Kerjaan gue banyak dan harus segera selesai biar cepat pulang. " Jawabku tanpa memandang nya dan masih fokus mengerjakan berkas ini.

"Lu cakep deh Ngga kalau lagi serius gini. Semoga lu diangkat jadi karyawan tetap ya biar gue bisa liat lu terus di sini." Ucapnya lagi menggodaku dengan mengusap bahuku.

"Kalau gue udah jadi Bos besar disini, gue pecat lu Dina !". Batinku.

Aku malas meladeni Dina yang ganjen ini jadi lebih baik aku diam. Memang mereka semua tahunya aku karyawan magang jadi mereka bersikap biasa kepadaku tapi ada tidak enaknya juga ya seperti sekarang ini ada karyawan perempuan yang mencoba mengganggu ku setiap hari dari awal aku masuk ke kantor. Meski pun banyak godaan dari wanita cantik diluar sana hatiku dan cintaku hanya untuk Nadine seorang, tidak ada yang bisa menggantikan dia dihatiku.

SENJA & JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang