Aku hanya diam mendengarkannya.
"Kok diem ?". Kata Doni menepuk-nepuk pipiku.
"Kamu bukan pacar aku".
Doni mengernyit menatap ku bingung.
"Pacar ku itu mesum, nyebelin, suka bikin onar, kalau ngomong ngeselin, ngawur bukan yang sok serius kayak yang barusan kamu ucapin. Atau jangan-jangan kamu kesambet setang di pohon pete itu ya?". Aku menatap Doni dan mengarahkan telunjuk ku ke pohon pete disamping Doni.
"Sembarangan kesambet setan. Aku tuh pacar kamu Senja. Aku serius sama ucapan aku barusan. Kamu ini gak percaya sama pacar kamu sendiri aku cium kamu. Sini !". Doni menarik diriku masuk kedalam pelukannya dan mencium bibirku.
Aku mendorong tubuh Doni menjauh dari diriku. "Ih ! Nyosor mulu".
"Kan aku pacar kamu". Balas Doni tersenyum miring.
"Iya tau." Balasku simpel.
Aku belum bercerita kepada Doni mengenai masalah Kak Jingga yang belum menyetujui aku berpacaran dengan Doni, tapi entah darimana dia bisa tahu. Ah, aku tidak peduli semoga saja ucapannya benar tidak berbohong kepadaku mengenai dirinya yang akan meluluhkan hati Kak Jingga.
Cukup lama aku berdiam diri di gudang belakang sekolah bersama Doni. Hingga handphone Doni berdering menandakan ada pesan masuk dari temannya.
"Yang, balik yuk si Dwiky nyari aku."
"Iyaudah."
Aku dan Doni akhirnya keluar dari gudang belakang sekolah. Aku berpisah di dekat kelas X. Aku kembali ke kelas ku sedangkan Doni pergi ke kantin untuk menemui Dwiky. Sesampainya di kelas aku mendapat tatapan tajam dari Kak Jingga. Sepertinya dia tahu kalau aku barusan bertemu dengan Doni. Aku hanya melihatnya sekilas kemudian duduk di bangku tak menghiraukan Kak Jingga yang menatap ku seperti itu.
Pelajaran pun di mulai kembali.
"Jingga, kamu maju kedepan selesaikan soal di papan tulis setelah itu kamu jelaskan kepada teman-teman mu." Perintah Bu Windi selaku guru Kimia.
"Baik Bu." Jawab Kak Jingga dengan melenggang ke depan kelas menuju papan tulis.
Kak Jingga salah satu murid kesayangan Bu Windi, setiap ada soal dia pasti yang diminta untuk mengerjakan dan menjelaskan materi yang di bahas hari ini. Tidak membutuhkan waktu yang lama Kak Jingga sudah selesai mengerjakan soal dan kini giliran dia menjelaskan apa yang sudah dia kerjakan. Tapi ketika Kak Jingga sedang serius mengerjakan dia tiba-tiba membuka handphonenya dan seketika raut wajahnya berubah menjadi panik. Aku yang melihatnya penasaran kenapa Kak Jingga menjadi sepanik itu.
Kak Jingga berbicara kepada Bu Windi lalu dia pergi keluar kelas dengan berlari.
"Bu permisi saya keluar kelas sebentar ya. " Kataku mengangkat tangan kepada Bu Windi meminta ijin untuk keluar kelas karena aku ingin mengejar Kak Jingga dan ingin tau apa yang membuat dia berlari dan panik seperti itu.
"Gak boleh. Kamu Senja terusin penjelasan dari Jingga !". Balas Bu Windi dengan tegas.
Dengan sangat terpaksa aku menurut dengan Bu Windi untuk mau melanjutkan penjelasan dari Kak Jingga. Hatiku masih saja bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
JINGGA POV.
Di kelas aku hanya duduk bersama gerombolan ku. Aku malas untuk keluar kelas. Sambil menunggu pergantian pelajaran aku dan teman-teman ku menghabiskan dengan bercanda dan bermain gitar. Hingga akhirnya bel pergantian berbunyi dan aku melihat Senja masuk ke kelas. Ku sambut dirinya dengan tatapan tajam seakan aku mengintrogasinya via tatapan. Hubungan ku dengan Senja memang sudah membaik tapi aku belum bisa mengiyakan hubungan Senja dengan Doni.
Bu Windi masuk kekelas, seperti biasa setiap pelajaran aku selalu diminta untuk mengerjakan soal lalu menjelaskannya. Ketika soal sudah selesai ku kerjakan dan tinggal menjelaskan materi ke teman-teman handphone ku bergetar. Satu pesan dari Sari teman dekat Nadine. Dia memberitahu kalau Nadine jatuh pingsan di kelas. Aku langsung meminta ijin ke Bu Windi untuk menemui Nadine.
Sesampainya di tempat kejadian banyak siswa yang melihat dan Nadine langsung ku peluk. Dia belum juga sadar meski sudah banyak cara yang dilakukan oleh teman-temannya. Aku panik dan aku bawa Nadine ke luar sekolah. Niat ku akan ku bawa ke sebuah rumah sakit dekat sekolah.
Di rumah sakit Nadine langsung mendapat pertolongan oleh tim medis. Aku menunggunya di luar ruangan IGD. Tak lama dokter keluar memberi kabar mengenai kondisi Nadine. Dokter menjelaskan bahwa kondisi Nadine hanya kelelahan. Aku sedikit bernapas lega karena Nadine tidak apa-apa. Setelah mendengar penjelasan Dokter aku menemui Nadine yang terbaring di bed.
Nadine yang sudah sadar dan merasa ada diriku dia memandang dalam mataku. "Aku cuman kecapekan gak apa-apa kok."
"Maaf ya karena aku sering ngajak kamu pergi dan minta ditemenin setiap latihan basket bahkan aku juga sering ngajak kamu keluar malam buat nemenin kegundahan aku. Maaf ya Sayang." Aku menggenggam tangan Nadine meminta maaf kepadanya karena ulah ku yang selalu meminta dia agar menemaniku.
Akhir-akhir ini aku selalu merasa uring-uringan karena masalah Senja dan Doni. Aku tidak mau Senja memiliki hubungan dengan Doni. Selama itu juga aku selalu melampiaskan rasa kesal ku kepada Nadine dengan cara selalu mengajak dia pergi karena merasa malas dan bosan di rumah, tapi karena ke egoisan ku akhirnya orang yang aku sayangi terkena imbasnya.
"Udah gak apa-apa gak usah pasang ekpresi nyesel gitu deh ! Aku gak suka. Lagian cuman pingsan kok." Kata Nadine tersenyum kepadaku.
"Yaudah aku tungguin disini ya. " Balasku.
Nadine mengangguk.
Aku menemani Nadine di sini dan memberi kabar kepada ketua kelas bahwa aku ijin tidak masuk mengikuti pelajaran. Aku membiarkan Nadine untuk istirahat.
Ting !
Handphone ku bergetar menandakan ada telepon masuk. Ternyata itu dari Senja.
"Kakak lagi di rumah sakit sama Nadine. Udah ya. " Jawab ku singkat tanpa berlama-lama kemudian aku langsung menutupnya tanpa menunggu balasan dari Senja.
Sebenarnya aku tidak ingin bersikap dingin kepada saudara kembar ku tapi entah mengapa aku justru bersikap seperti itu. Apalagi jika melihat Senja pergi berduaan bersama Doni ingin rasanya aku meninju raut wajah Doni sampai babak belur, tapi pasti Senja akan marah kepadaku. Ah, rasanya aku pusing memikirkan ini.
Nadine bangun dari tidurnya dan menoleh ke arahku."Yang, aku boleh tanya sesuatu ke kamu?".
"Boleh tanya aja Sayang." Balasku.
"Kamu kenapa si gak ngebolehin Senja sama Doni ? Dia kan gak buruk banget deh Yang."
Aku diam.
"Kok gak jawab?". Tanya nya lagi.
"Dulu aku deket banget sama Doni, itu terjadi sebelum aku gantiin dia jadi kapten basket. Aku sering keluar bareng sama dia, nemenin ng DJ sering hangout barenglah sama dia. Aku deket sama dia sampai aku juga tahu kelakuan dia diluar sana gimana , cara bergaulnya, cara dia pacaran semuanya aku tahu.". Jelasku.
"Terus ?". Nadine menunggu kelanjutan cerita dari ku.
"Y pokoknya aku gak suka aja sama dia. Udah ya Sayang jangan bahas dia lagi. Aku males." Aku kesal jika harus membahas masalah ini.
"Iya ya jangan cemberut gitu dong Sayang. Aku janji gak tanya lagi masalah ini. " Nadine mengusap lembut wajahku, dia tersenyum mencoba menenangkan diriku.
"Aku sayang sama Senja aku gak mau dia di rusak atau di buat mainan sama Doni. Kalau sampai Doni ngelakuin itu aku bakal ukir nama dia di batu nisan !". Jelasku dengan nada marah membuat Nadine hanya diam mendengarkan ucapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA & JINGGA
Teen FictionIni adalah kisah sederhana dari dua orang yang hidup bersama. Mereka saling melengkapi dan saling menyayangi satu sama lain. Mereka selalu bersama tapi tiba-tiba ada sesuatu yang membuat mereka berselisih. Kira-kira apa yang membuat mereka berseli...