13-

2.5K 138 5
                                    

SENJA POV.

Tak terasa sudah 1 minggu dari kejadian dimana aku terbaring lemah dirumah sakit. Untungnya kondisi ku kembali fit dalam waktu yang cepat cukup 3 hari saja aku dirawat dan akhirnya aku diperbolehkan pulang. Luka jahit dikepala ku masih belum sembuh benar dan lagi jahitan disana juga belum begitu mengering. Meski belum sembuh betul tapi aku memaksa untuk tetap berangkat sekolah karena tak terasa sebentar lagi ujian kenaikan kelas aku tidak ingin ketinggalan pelajaran banyak.

Setiap hari aku selalu berangkat sendiri diantar Ayah. Sepi rasanya karena diriku terbiasa berangkat sekolah bersama Kak Jingga. Dia masih menjalani hukuman skorsing nya yang selama 2 minggu dan selama itu pula Kak Jingga di bawa kerumah Eyang yang ada dijakarta. Kata Ayah biar Kak Jingga diberi pelajaran oleh Eyang nanti setelah masa skorsingnya hampir selesai barulah Kak Jingga dikembalikan kemari. Selama Kak Jingga membuat onar baru kali ini dia dihukum sampai seperti ini, dia harus di bawa ke rumah Eyang padahal biasanya dia hanya berada dirumah saja atau bahkan diminta membantu pekerjaan Ayah dikantor. Aku benar-benar merasa kesepian.

Diperjalanan menuju kesekolah aku hanya sibuk bermain handphone sedangkan Ayah fokus dalam menyetir.

TING.

Handphone ku berbunyi, ada 2 pesan masuk sekaligus dari nomor yang sama.

'Pagi Senjaku ?'

'Aku tunggu di gedung belakang sekolah sebelum bel ya'

2 pesan baru itu adalah pesan dari Doni. Semenjak kejadian kemarin aku dan dia tidak begitu musuhan karena aku berpikir sebenarnya dirikulah yang salah bukan Doni atau Kak Jingga. Andai aku tidak menjewer telinga Doni pasti masalah beruntun ini tidak akan terjadi, tapi aku tidak berani mengatakannya kepada Kak Jingga takut dia bisa marah kepadaku. Kak Jingga melarang ku untuk berteman dengan Doni.

Sebelum Kak Jingga berangkat ke Jakarta, kita menghabiskan waktu bersama di taman belakang dan dia bercerita banyak mengenai kebaikan dan keburukan Doni. Kak Jingga pernah bilang kalau Doni adalah seorang bad boy yang pacarnya banyak di setiap sekolah pasti ada entah itu kelas 2 atau 3 SMA. Doni memang kaya maka dari itu dia bersikap seperti itu dan Kak Jingga juga selalu menekankan kepadaku kalau aku harus berhati-hati kepada Doni karena dia itu brengsek dan juga mesum.

"Belajar ya baik ya gadis kecil" Ayah mengusap puncak kepala ku kemudian dia mengecup keningku.

"Siap Ayah". Aku keluar dari mobil memasuki gerbang sekolah. Masih ada waktu 10 menit lagi bel masuk berbunyi. Aku berjalan santai menuju kelasku karena pelajaran pertama adalah pelajaran Bahasa Jepang dan Pak Awi selalu telat masuk ke kelas.

Aku berjalan sendirian dikoridor depan kantor hingga tiba-tiba seseorang menjajarkan dirinya kepadaku. "Kok gak dibales si ?".

Aku malas menegok ke arah sebelah ku karena tanpa menengok aku sudah tau siapa orang itu. "Gak ada pulsa. "

Orang itu adalah Doni, dia masih saja terus membuntuti ku sampai ke kelas. Dia ikut duduk bersama di samping kelasku padahal di sampingku sudah ada Agatha tapi dia malah mengusirnya. Aku sama sekali tidak menggubris ucapannya dari tadi.

"Senja, gue lagi ngomong sama lu bukan sama patung. Jawab dong !". Doni menghadapkan diriku ke kepadanya. Mencengkram ringan bahuku agar aku tidak membalikan tubuhku menjauhinya.

"Gue lagi malas sama lu. Udah sana balik. Udah bel itu lu gak denger apa" Gertak ku kesal mendorong Doni agar menjauh dan melepaskan cengkramannya.

Bel memang sudah berbunyi tapi Doni tetap saja belum mau pergi meninggalkan kelas ku. Ketua kelas ku yaitu Si Winda datang membawa secarik kertas lalu memberitahu kepada penghuni kelas.

"Teman-teman Pak Awi hari ini bergalangan hadir karena beliau ada keperluan lain dan beliau memberi kami tugas untuk membuat puisi dalam bahasa jepang. Tugas ini dikumpulin selesai pelajarang. " Jelas Windi yang mendapat sahutan dari semua siswa dikelas.

"Kelas lu kosong. Ayo ikut gue! Tugas lu gampang lah gak usah dikerjain lagian Pak Awi itu orangnya pelupa kalau abis kasih tugas ke muridnya. Percuma lu mikir capek-capek gak bakal dikoreksi juga sama dia. Udah ayok". Doni menarik ku agar mau mengikuti kemauannya untuk pergi bersamanya. Aku tahu dia pasti akan mengajak ku kr gudang belakang sekolah seperti ajakannya tadi pagi.
Aku malas berdebat dengannya jadi aku menurutinya.

Sampainya di gudang belakang sekolah aku di peluk erat oleh Doni. Dia membuat ku merasa sesak napas dan tak bisa berkata apa-apa. "Senjax gue kangen sama lu. Gue ngerasa hidup gue hampa karena jarang banget ketemu sama lu. Gue bisa mati berdiri kalau lu giniin terus. "

"Idialah ! Lepasin. Lebay banget si lu gue gak mempan rayuan basi lu. Lagian lu kan pacarnya banyak kalau kangen ya lu samperin aja mereka." Aku melepas eratan pelukan Doni. Merapikan seragam ku yang berantakan karena ulah Doni.

"Gue kangen nya sama lu. Pacar gue beda sekolah sama gue lagian mereka beda gak kaya lu. " Ucap Doni memaksa diriku duduk di bangku yang berada di belakangku.

Aku malas menjawab ucapanya karena itu tidak akan ada habisnya jika aku terus meladeni Doni sialan itu. Sepertinya Doni kesal kepadaku karena aku hanya diam ketika dia terus menerocos didepan ku. Doni menangkup wajah ku dengan kedua telapak tangannya. "Senja dengerin gue. Gue suka sama lu ! Gue tahu gue emang playboy tapi mereka semua gak penting daripada lu. Gue suka dan gue pingin lu jadi pacar gue."

Aku terkejut dengan ucapannya kali ini membuat jantungku merasa berhenti berdetak. Tatapan mata Doni seakan mengisyaratkan kebenaran dalam sorotannya. Aku kembali tersadar secepatnya. "Gue gak suka sama lu dan gue gak sudi punya pacar playboy kaya lu. Gila aja apa gue mau dijadiian pacar kesekian lu dih Ogah banget. Gue gak mau juga punya pacar bad boy kaya lu!".

"Tapi gue bakal bikin lu suka dan mau jadi pacar gue Senja ! Gue bakal berubah dan mutusin semua pacar gue di sekolah lain dan merubah image playboy gue demi lu. Gue bakal berubah jadi good boy itu semua karena gue bener-bener serius suka sama lu. " Doni mencengkram erat bahuku membuatku membelakan mata.

Aku menepis tangan kekarnya yang berada di bahuku. "Oke gue kasih waktu 2 minggu sebelum ujian kenaikan kelas !". Jawab ku.

Aku mengatur napas agar kembali ke ritme yang sesunguhnya. Sumpah baru kali ini aku melihat Doni berbicara setegas ini dan sorot matanya berhasil menghipnotis diriku menjadi terpaku dibuatnya. Aku melangkahkan kaki ku keluar dari gudang belakang sekolah ini sebelum sesuatu yang lebih terjadi kepadaku. Aku berdoa semoga saja Doni tidak serius dalam perkataannya barusan.

SENJA & JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang