"Kebiasaan deh sukanya nyomotin sarapan orang. Kamu kan udah punya sendiri !". Gertak ku kesal kepadanya. Dia selalu saja seperti itu, dari dulu kebiasaan buruknya yang selalu merusak mood ku ketika sarapan. Bagaimana tidak seumur hidupku dia selalu bersikap mengganggu sarapan ku dengan mengambil paksa sarapan milikku padahal dirinya sudah memiliki jatah sendiri.
"Punya mu lebih enak daripada punya ku. Yaelah lagian cuman ambil sesendok juga." Jawabnya tanpa dosa yang terus saja menyendok nasi goreng milik ku.
"Bunda, Ayah. Coba lihat tingkah anak mu itu ! Sangat menyebalkan." Aku kesal dan menghentikan sarapan ku. Mengadu kepada kedua orang tua ku adalah salah satu jurus agar dia bisa berhenti melakukan tingkah rakusnya itu.
"Jingga, pagi-pagi udah ribut aja kerjaannya. Bunda mu itu bikin nasi goreng rasanya sama. Kenapa si suka banget ngrusuhin punya adikmu?". Kata Ayah menatap Kak Jingga dan seketika membuat dia berhenti membuat kegaduhannya.
"Maaf Ayah, abis nasi goreng punya Senja lebih enak daripada punya ku." Balas Kak Jingga santai dengan masih mengunyah.
Bunda memberikan nasi goreng miliknya kepada Kak Jingga. "Udah jangan ribut. Jingga kamu makan punya Bunda. Lihat tuh udah jam berapa ! Mau berantem aja terus enggak mau berangkat sekolah HaH ?".
"Enggak Bunda. Yaya Jingga diem. " Balas Kak Jingga yang langsung tertunduk diam dan melanjutkan kegiatan makannya.
Kalau sudah Bunda yang angkat bicara pasti Kak Jingga mengalah dan langsung berdiam diri. Aku tahu dia sangat takut kepada Bunda, sedangkan aku justru sebaliknya. Aku lebih takut kepada Ayah. Padahal kedua orang tua ku itu adalah orang tua terbaik di dunia ini. Aku sangat menyayangi Bunda Moza dan Ayah Adit.
Selesai sarapan seperti biasa aku dan Kak Jingga berangkat sekolah bersama Ayah. Sebelum Ayah ke kantor beliau mengantarkan ku ke sekolah. Ayah belum memberi kami ijin untuk mengendarai kendaraan sendiri entah itu motor atau mobil. Menurutnya kami berdua belum cukup umur dan belum mempunyai surat ijin mengemudi, Ayah sangat melarang keras jika kami mengendarai salah satu kendaraan itu.
"Ayah, Senja sekolah dulu ya. Love You Ayah." Aku memeluk dan mencium Ayah seperti biasa. Meskipun aku sudah duduk di bangku SMA kelas 2, aku tidak malu untuk bersikap manja kepada Ayah ku karena aku sangat dekat dengannya. Lagian juga Ayah ku masih sangat tampan meskipun usianya sudah mencapai kepala 3.
"I Love You To gadis kecil Ayah. Belajar yang bener, jangan bikin onar disekolah. Oya Jingga awas kamu bikin ulah lagi kaya kemarin!". Balas Ayah berbicara kepadaku dan kemudian beralih kepada Kak Jingga.
"Iya Yah. Enggak kok." Balas Kak Jingga.
Setelah berpamitan dengan Ayah, aku dan Kak Jingga berlenggang menuju ke dalam kelas. Bel masuk belum berbunyi jadi aku sedikit santai berjalan ke kelas.
"Emang enak dapet ancaman dari Ayah. Belagu si sok-sokan bikin ulah". Ledek ku menjulurkan lidah kepadanya.
"Biarin namanya juga cowok. Kayak kamu enggak aja! Emang kamu bisa diem disekolah? Sama-sama suka bikin ulah juga." Kak Jingga menggeplak kepalaku.
"Aduh. Sakit bodoh!".
"Syukurin." Balasnya yang kemudian meninggalkan ku dulu.
"Dasar Jingga sinting." Umpat ku kesal.
Kemarin Kak Jingga membuat ulah di sekolah sampai-sampai Ayah dipanggil ke sekolah. Kak Jingga berkelahi dengan salah satu kakak kelas hanya karena masalah seorang gadis. Kak Jingga memukulinya sampai babak belur dan masuk ke rumah sakit karena orang itu sudah menganggu gadis yang disukai oleh Kak Jingga. Seperti itulah kurang lebih kejadiannya dan masih banyak ulah yang dilakukannya sehingga membuat Bunda dan Ayah pusing.
TET TET TET !!
Bel masuk berbunyi. Aku sudah duduk di dalam kelas dan di bangku favorit ku yaitu bangku yang berada di barisan paling kanan bersandarkan tembok. Aku memilih posisi di sini karena aku bisa menyenderkan tubuhku di tembok. Aku duduk bersama teman ku yang cantik namanya Agatha. Dia gadis chinese yang sangat cantik tapi kecantikannya tidak bisa melebihi diriku.
Pelajaran pertama dimulai. Bu Dira selaku guru fisika yang menurut ku beliau sedikit killer karena beliau tidak bisa menerima siswa yang datang terlambat meskipun itu hanya telat 5 menit. Aku dan Kak Jingga sering mendapat hukumannya. Kadang aku terlambat di jam pelajarannya dan keterlambatan ku karena Ayah yang bangun kesiangan. Selain aku tahu sikap Bu Dira yang killer dari pengalaman ku, aku juga mengetahuinya dari pengalaman Bunda Moza dan Ayah Adit dulu yang selalu mendapat hukuman dari Bu Dira ini.
Tiba-tiba aku mendengar Bu Dira memanggil seseorang untuk maju kedepan.
"JINGGA MODI TAMA HERMAWAN. Maju dan selesaikan soal didepan!!". Perintah Bu Dira.
Kak Jingga langsung maju dan mengerjakan soal di depan dengan waktu yang tidak begitu lama. Ku akui Kak Jingga sedikit lebih pintar dari diriku. Di kelas aku selalu bersaing sehat dalam bidang akademik dengannya. Aku tidak mau selalu berada di bawahnya. Kenaikan kelas tahun ini aku harus berada di peringkat pertama sedangkan dia harus berada di peringkat kedua.
Kak Jingga menjulurkan lidahnya meledeku karena jawaban yang dia tulis di papan benar. Aku hanya tersenyum miring sebagai balasannya. Siswa dikelas kembali memperhatikan pelajaran yang di ampu Bu Dira. Tak terasa 2 jam sudah berlalu dan saatnya untuk beristirahat. Aku dan Agatha pergi ke kantin.
Suasana kantin sangat ramai, maklum lah ini adalah istirahat pertama. Aku mengobrol santai bersama Agatha sambil menunggu pesanan bakso ku datang.
"Senja, lu tuh kan kembaran ya sama Jingga tapi kok otak ku kalah encer sama dia?". Tanya Agatha.
"Ye dodol lu. Emang kalau kembar itu otak nya 1? Kan beda dan pasti kadar kecerdasannya beda lah tiap orang meskipun kembar indentik sekalipun. Gimana si lu ?". Balasku.
"Oyaya gue lupa. Seneng enggak si punya kembaran?".
Aku menatap tajam ke arah Agatha. "ENGGAK!!" Jawab ku singkat padat dan jelas. Agatha yang mendengar jawabanku bukannya diam malah kembali bertanya.
"Kenapa?".
"Karena, kalau dia sakit gue juga ikut sakit Agatha Sayang. Udah ah bosen bahas Jingga terus." Aku memilih diam dan memakan bakso pesanan ku.
Aku kadang bosan dengan pertanyaan tidak penting seperti itu. Mempunyai saudara kembar itu ada sisi positif dan negatifnya dan menjadi saudara kembar dari Kak Jingga itu lebih banyak sisi negatifnya. Menurut Bunda sikap Kak Jingga lebih mirip dengan Ayah sehingga dia sedikit nakal daripada diriku. Tapi menurut Ayah sikap ku juga tak kalah mirip dengannya. Mungkin itu akal-akalan Ayah saja biar aku terlihat mirip dengannya.
Membahas saudara kembar ku itu tidak akan ada habisnya. Selesai makan bakso aku dan Agatha kembali ke kelas untuk bersiap menerima pelajaran berikutnya, yaitu biologi mata pelajaran kesukaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA & JINGGA
Ficção AdolescenteIni adalah kisah sederhana dari dua orang yang hidup bersama. Mereka saling melengkapi dan saling menyayangi satu sama lain. Mereka selalu bersama tapi tiba-tiba ada sesuatu yang membuat mereka berselisih. Kira-kira apa yang membuat mereka berseli...