26-

2.2K 113 1
                                    

Aku masih memandangi raut wajah panik Doni. Dia begitu terlihat panik dan gelisah.

"Yang sekarang kamu aku antar pulang ya." Doni segera bangun dan mengambil kunci motornya.

Aku mendongak melihat Doni yang sudah berdiri sedangkan aku masih saja duduk di lesehan." kamu panik gitu ada apa?"

"Udah ayok aku anter pulang!" Doni berjalan dulu didepan ku. Aku mengambil tas kemudian menyusul Doni yang sudah didepan.

Aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi tapi situasi saat ini tidak memungkinkan untuk bertanya lebih jauh toh nanti juga dia bercerita jadi aku lebih baik diam dan mengikuti kemauan Doni untuk pulang. Selama di perjalanan Doni hanya diam dan fokus dalam menyetir dengan kecepatan tinggi hingga membuat aku sampai rumah lebih cepat dari waktu biasanya.

"Aku pulang dulu ya. " Ucap Doni tanpa turun dari motor lalu mencium keningku.

"Hati-hati". Balasku tersenyum kepadanya, kemudian Doni lepas pergi dari hadapan ku. Entah dia akan kemana aku tak tahu.

Ketika aku akan membuka pintu rumah, handphone berdering sepertinya ada pesan baru yang ku terima langsung saja ku buka untuk mengetahui dari siapa.

-Ayah.

'Senja Sayang. Ayah sama Bunda lagi keluar malam mingguan juga. Nanti Ayah pulang sekitar jam 11. Love you gadis kecil.'

Itu pesan dari Ayah yang memberi tahu kalau mereka ternyata juga keluar rumah untuk malam mingguan. Aku melangkahkan kaki ku menuju kamar. Ku lihat sepertinya Kak Jingga belum pulang pantas saja ini masih jam 10 malam. Kak Jingga biasa pulang jam 11. Hanya ada sendiri dirumah dan aku bingung mau ngapain dirumah. Dsripada pusing memikirkan kegiatan yang akan aku lakukan lebih baik aku tidur.

********

Aku merasakan kehangatan mentari pagi yang masuk melalui celah jendela yang sudah terbuka. Biasanya yang melakukan adalah Bunda Moza. Setiap pagi selalu Bunda membuka jendela kamar ku untuk membangunkan diriku secara alami menggunakan cahaya matahari pagi karena kalau sudah terkena sinar matahari aku pasti akan bangun entah seberapa nyenyak nya aku tidur, seperti pagi ini. Jujur aku masih mengantuk padahal aku tidak tidur larut malam.

Aku menengok jam weker di atas nakas dan ternyata jarum jam sudah bertengger di angka 7. Meskipun hari libur aku tidak boleh bangun lebih dari jam 7 pagi itu sudah menjadi kebiasaan ku sejak kecil. Aku bergegas mengambil baju mandi ku dan berjalan dengan menggosok mata menuju kamar mandi.

Seusai mandi aku berpakaian santai dirumah karena tidak ada jadwal kemana-mana hari ini. Semua sudah rapi aku juga sudah wangi kini saatnya turun untuk membantu Bunda menyiapkan sarapan.

"Pagi Bunda cantik." Sapa ku ke Bunda yang sedang berkutik dengan panci didepan kompor. Meskipun Bunda sudah berusia 30-an tapi kecantikannya masih saja melekat dengan kuat di wajahnya. Itu membuat ku iri.

"Pagi sayang. Senja coba kamu liat kakak mu udah bangun belum?". Pinta Bunda.

"Oke". Aku mencium pipi Bunda lalu berjalan menuju kamar Kak Jingga untuk memastikan apakah dia sudah bangun atau malah sedang bermain game. Kebiasaan buruk saudara kembar ku ketika weekend seperti ini  dia ketika bangun tidur tidak langsung mandi melainkan bermain game sampai lupa waktu.

"Kakak ! Sarapannya jangan game. Dipanggil Bunda tuh. " Aku memanggil dari ambang pintu.

"Iya-iya bentar 5 menit lagi Kakak turun. "Jawabnya tanpa menoleh ke arah melainkan masih saja fokus bermain game.

Biasanya kalau sudah seperti ini aku Kak Jingga akan molor untuk sarapan paginya dan dia baru akan benar-benar beranjak dari kamar ketika Bunda sudah turun tangan. Menyebalkan memang dia itu. Kenapa aku harus terlahir kembar dengannya. Aku kembali ke dapur untuk mempersiapkan sarapan. Semua sudah rapi. Tumben banget Kak Jingga tepat waktu di turun ke meja makan sesuai ucapannya. Sepertinya Nadine membawa pengaruh baik kepadanya. Ah syukurlah.

SENJA & JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang