14-

2.5K 136 3
                                    

Ketika aku akan keluar dari gudang belakang sekolah Doni menghentikan diriku. Dia menahan ku di ambang pintu membuat ku terpaksa menghentikan langkah ku. Doni tiba-tiba melumat bibirku tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu membuatku terpaksa menerimanya. Dia sangat agresif sekali dalam ciuman kali ini. Aku hanya bisa menikmati tanpa ingin berhenti. Entah mengapa kali ini aku tidak bisa menolaknya bahkan aku terkesan menikmati ciuman yang di berikan Doni sekarang. Aku tidak tahu mengapa diriku pasrah menerimanya tidak ada rasa penolakan seperti biasanya di jiwa ku.

"Doni Stop !". Aku menghentikan ciuman ini. Aku harus melakukan ini karena aku tidak mau semakin lama semakin menikmati ciuman yang diberikannya. Aku tertunduk malu.

Doni mengangkat wajah ku menghadap kepada dirinya. "Kenapa? Lu kan menikmati ciuman gue ? Apa lu udah ada rasa sama gue Senja?"

Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana, maka aku putuskan untuk pergi dari sini. Berlari agar Doni tidak mengejarku. Ku tengok ke arah belakang dan Doni masih saja pada posisinya diam tersenyum ke arahku. Aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi barusan pada diriku mengapa aku begitu menikmati permainanya dan aku kesulitan berkata-kata dihadapnya. Aku tidak ingin ada rasa kepadanya karena aku sudah berjanji kepada Kak Jingga untuk tidak berhubungan bahkan sekedar berkenalan dengannya pun aku tidak akan tapi kenapa hari ini rasanya aku ingin mendekatkan diriku kepada Doni. Sorot matanya yang memencarkan keseriusan dalam ucapannya tadi membuat ku meleleh seketika dan mempercayainya dengan begitu mudah. Seolah dewi cinta sudah melepaskan panah cintanya kepadaku.

Sesampainya dikelas aku mengatur napas ku agar tidak tersengal-sengal aku tidak ingin Agatha mempunyai prasangka buruk kepada ku dan berpikir aku pergi dari mana dan telah berbuat apa. Pelajaran selanjutnya dimulai aku kembali menata komsentrasi untuk mencerna setiap kata dari pelajaran kali ini. Mengingat 2 minggu lagi akan diadakan ujian kenaikan kelas aku harus fokus dalam pembelajaran aku tidak boleh memikirkan hal yang tidak penting dulu.

Tak terasa sudah jam 2 siang, bel pulang akhirnya berbunyi dengan kencang menandakan pelajaran sekolah hari ini sudah selesai. Aku membereskan keperluan sekolah ku kemudian berjalan menuju gerbang sekolah menunggu jemputan datang. Awalnya Agatha mengajak ku untuk sehabis pulang sekolah pergi ke mall untuk berbelanja tapi aku menolaknya. Aku merasa hari ini sangatlah melelahkan bukan fisik ku yang lelah tapi psikis ku. Doni sudah membolak balikan hati ku hari ini.

15 menit sudah aku menunggu dan akhirnya jemputan ku datang.

"Ayo gadis kecil kita pulang." Ayah menghampiriku yang tak jauh dari gerbang sekolah. Dia mematikan mesin motornya dan menunggu ku bersiap untuk menaikinya.

"Senja". Panggil seseorang dari arah belakang ku. Aku menoleh melihat siapa yang memanggil ternyata dia adalah Doni. Dia berjalan tergesa-gesa untuk menghampiriku yanh sudah bersiap untuk pulang bersama Ayah.

"Ada apa?". Tanya ku.

"Nanti malam jalan yuk !". Ajaknya tanpa malu berbicara di hadapan Ayah. Dia hanya tersenyum memandang Ayah.

"Ini siapa Sayang kayaknya baru liat". Ayah menanyakan siapa Doni karena sebelumnya aku tidak pernah bersamanya.

"Oh, ini Doni kakak kelas Senja yang waktu itu nganterin pulang pas Senja kesleo." Jelasku kepada Ayah dan Doni berkenalan kepada Ayah.

"Siang Om, Saya Doni kakak kelas Senja. Nanti malam bolehkan saya ajak Senja keluar?" Tanya Doni meminta persetujuan Ayah untuk mengajaku keluar nanti malam.

Aku berharap Ayah tidak memberikan ijinnya kepadaku untuk keluar bersama Doni. Aku memberi kedipan mata kepada Ayah sebagai tanda kalau aku tidak ingin itu terjadi.

"Gimana kalau malam minggu aja kamu main kerumah gak keberatan kan? Soalnya Senja gak boleh keluar malam kalau bukan malam minggu atau besoknya libur. " Ayah memang tidak mengijinkan aku untuk pergi nanti malam bersama Doni tapi ini justru lebih parah. Ayah malah menyuruh Doni untuk datang ke rumah malam minggu lusa. Ah itu sama saja membuatku kesal. Ayah sangat menyebalkan sekali.

"Ya Om, saya main malam minggu aja. Terima kasih ya Om. Kalau begitu saya permisi dulu." Doni mencium tangan Ayah kemudian dia pergi meninggalkan kami.

Aku memasang raut wajah kesal kepada Ayah karena Ayah tidak memahami maksudku. Aku naik ke motor tanpa berkata apa-apa kepadanya. Diam adalah jurusku ketika aku mengambek kepada Ayah. Aku tak menghiraukan ucapan Ayah ketika berbicara kepadaku. Aku akan diam sampai besok pagi. Sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam kamar sedangkan Ayah kembali ke kantor. Biasanya Bunda yang menjemputku namun sepertinya Bunda sedang sibuk jadi jemputan ku dialihkan oleh Ayah. Meskipun dirumah ada supir yang bersedia mengantar dan menjemputku tapi kedua orang tua ku tidak ingin kedua jagoannya di antar jemput oleh supir mereka inginnya mereka lah yang mengantar aku dan Kak Jingga ke sekolah. Karena menurut Ayah, selagi beliau bisa kenapa harus orang lain dan selagi usia kedua anaknya masih duduk di bangku SMA kalau sudah duduk di bangku perguruan tinggi hal sederhana seperti ini akan sangat sulit dilakukan.

Aku merasa bosan dirumah sendirian. Biasanya kalau ada Kak Jingga aku akan menghabiskan waktu berasamanya sampai kedua orang tua ku pulang. Pergi keluar sepertinya ide yang bagus, tapi aku akan pergi ke butik Bunda saja daripada keluyuran tidak jelas diluar sana. Aku menaiki taksi menuju butik Bunda yang berada di daerah Sleman dekat dengan sebuah plaza besar di daerah sini. 30 menit ku tempuh dengan lancar dan kini aku sudah berada didepan butik besar bernama Modi Fashion. Aku melangkahkan kaki ku memasuki butik ini kedatangan ku disambut hangat oleh semua karyawan yang bekerja disini begitu juga diriku yang membalas senyuman hangat dari mereka. Aku bertemu dengan Bu Dian selaku asisten Bunda dan Bu Dian menyuruhku untuk langsung naik saja ke lantai 3 dimana ruangan kerja Bunda Moza berada.

Ku ketuk pintu ruang kerja Bunda dan setelah mendapat ijinya aku masuk dan langsung memeluk Bunda.
"Kamu kenapa Nak?". Bunda sepertinya bingung dengan apa yang aku lakukan.

Aku tidak juga menjawab pertanyaan Bunda sehingga pertanyaan itu kembali dilontarkan oleh mulut Bunda.

"Senja sebel." Jawabku lirih yang masih saja berada dipelukan Bunda.

Bunda mengusap lembut rambut panjangku. "Yaudah kita keluar yuk biar sebel kamu ilang kalau udah Senja ceritain ke Bunda apa yang bikin kamu sebel. Bunda ambil tas dulu ya." Bunda mengambil tas kemudian kita pergi ke tempat dimana biasa aku menghabiskan waktu hanya bersama dengan Bunda.

Sebuah tempat yang sejuk di daerah yang cukup jauh dari kota Jogja. Tempat favorit diriku bersama Bunda yaitu sebuah bukit yang terletak di daerah kulon progo dimana dari ketinggian bukit kali biru aku bisa melihat hamparan luas pemandangan waduk sermo dan hamparan pepohonan hijau yang membuat diri ini tenang. Aku tidur di pangkuan Bunda merasakan sentuhan belaian kasih sayang seorang Bunda Moza yang sangat aku sayangi. Aku mulai merasa tenang dan perlahan aku pun bercerita kepada Bunda.

SENJA & JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang