16-

2.4K 121 2
                                    

JINGGA POV.

Selama aku di skorsing aku tinggal bersama Eyang Prayogi di Jakarta tentunya itu atas permintaan Ayah. Baru kali ini aku dihukum seperti ini. Sebelumnya aku sudah sering di skrosing tapi aku tetap berada dirumah bersama keluarga tidak tinggal bersama Eyang di Jakarta. Menurut Ayah kali ini aku perlu gemblengan dari Eyang, padahal sama saja di Jogja juga Ayah kalau marah sangat ketat kepadaku. Tidak jauh berbeda gemblengan Ayah dan Eyang Prayogi apalagi kalau sudah di lempar ke Eyang Hermawan bisa-bisa aku mati kutu. Kedua Eyang ku sangat ketat dan sangat disiplin.

Selama aku tinggal disini, kegiatan ku membantu mengurusi perusahaan Eyang, yaitu perusahaan propertis. Aku sudah mulai dibekali beberapa ilmu bisnis padahal usia ku masih sangat terbilang muda untuk terjun kedalam dunia bisnis tapi apa daya aku tidak bisa menolak ajakan Eyang.  Pagi ini saja aku sudah disuguhkan beberapa berkas yang harus aku periksa sebelum di tanda tangan Eyang. Cukup melelahkan dan memusingkan.

KRING..

Telepon ruangan ku berdering. Ku angkat dan ku dengar pesan dari balik sambungan.

"Jingga, cepat bawa kemari berkas yang ada di hadapan mu !". Titah dari balik telepon sana.

"Ya. Jingga kesana." Jawab ku lalu bergegas mengambil berkas yang berada di atas meja ku, berjalan menuju ruangan CEO PT PRAYOGI.

Ku ketuk pintu ruangan itu kemudian aku dipersilahkan masuk. Aku duduk di depan hadapan Bos besar yang menatap penuh arti. Aku meletakan berkas di atas meja. "Ini Eyang berkas yang sudah Jingga selesain."

"Iya terima kasih. Jingga duduk ada yang ingin Eyang bicarakan ke kamu !". Eyang menyuruh ku duduk di sofa dekat jendela diruangan ini.

"Ada apa Eyang?".

Eyang menepuk bahu ku pelan. "Kamu sudah besar Jingga, usia mu tahun depan 17 tahun dan kamu tau di usia itu kamu dan Senja akan mendapatkan harta warisan dari Eyang. Perusahaan ini kelak akan jatuh ke tangan mu karena Om Sandi dan Ayah mu sudah memiliki perusahaan sendiri, sedangkan Senja akan mendapatkan perusahaan Eyang yang ada di Bandung. Kamu itu yang bener sekolahnya jangan berantem terus. Coba kamu hitung udah berapa kali kamu di skors kaya gini?".

Aku mencoba mengingat dan mengitung seberapa sering aku di skors. "Lupa Eyang. Jingga udah lebih dari 5 kali."

"Untung kepala sekolah kamu masih baik gak ngeluarin kamu. Seminggu lagi kamu pulang ke Jogja dan Eyang gak mau dengar kamu bikin ulah lagi disekolah ! Ayah mu sudah malas mengurusi kenakalan kamu yang suka berantem di sekolah jadi mulai sekarang Eyang yang akan turun tangan. Kalau terulang lagi Eyang bakal kirim kamu ke Belanda biar jadi orang bener atau kamu giliran di gembleng sama Eyang Hermawan di Jogja sana. Dia lebih keras mendidik kamu supaya menjadi orang yang benar. !" Ancam Eyang dengan penuh tekanan dan nada tinggi.

"Iya Eyang. Jangan ke Eyang Hermawan dong. Ke Eyang aja Jingga udah serem apalagi di Eyang Hermawan lebih-lebih deh Jingga. Ya, Jingga gak ngulangin lagi kok." Aku berjanji kepada Eyang tidak akan mengulangi kesalahan ku lagi karena aku tidak mau di asingkan ke Belanda da lebih parahnya digembleng oleh Eyang Hermawan.

"Yaudah sana balik lagi ke ruangan kamu. Jam 3 ada meeting kamu jangan telat!".

"Iya Eyang." Aku pergi kembali ke ruangan ku. Aku memijit pelipisku pusing mendengar ucapan Eyang tadi. Usia ku belum genap 17 tahun tapi beban yang ku pikul sudah terasa berat.

Aku kembali bekerja seperti biasanya.  Menunggu jam berputar sampai di angka 3, karena nanti ada jadwal meeting bersama klien dari Jepang. Eyang kali ini menyuruhku untuk memimpin meeting tapi tetap Eyang berada di ruangan yang sama dengan ku mengawasi bagaimana kinerja ku. Berkas-berkas di atas meja ku sepertinya tidak ada habisnya sejak pagi tadi padahal aku sudah mengeceknya dan beberapa berkas lainnya sudah aku setorkan kepada Eyang.

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Asisten Eyang memberi tahu kalau meeting sudah akan segera  dimulai. Aku memakai jas ku dan berlenggang memasuki ruangan meeting. Sampainya didalam ternyata Eyang sudah duduk manis di pojok ruangan bersiap mengawasi jalannya meeting yang aku pimpin. Ini adalah pengalaman ku meeting pertama. Para klien, investor dan juga karyawan inti sudah berada pada ruangan ini bersiap mendengar presentasi ku.

Sebelum meeting dimulai Eyang melangkah maju menuju kursi kebanggaannya. Eyang berdiri dibantu oleh Pak Indras selaku asisten pribadinya karena Eyang sudah sedikit kesulitan dalam berdiri maklum usia beliau sudah tak lagi muda seperti dulu.

Semua pasang mata menatap Eyang yang tengah berdiri di depan para hadirin yang datang. "Selamat sore semuanya. Terima kasih untuk kehadirannya dalam meeting sore ini. Di meeting kali ini saya tidak akan mempimpin jalannya meeting tapi ada seseorang yang akan menggantikan posisi saya mempresentasikan hasil kerja sama kita. Dia adalah Jingga Modi Tama Hermawan, seorang pria muda yang berwawasan luas yang berkesempatan menjadi karyawan magang dan mendapat kepercayaan langsung dari saya untuk memimpin sekaligus mengambil kesempatan akan hasil meeting nanti. Silahkan saudara Jingga untuk maju kedepan!".

Aku hanya diam terpaku mendapat sorotan heran dari para hadirin yang datang sore ini. Mereka sepertinya bingung dengan diriku dan siapa aku karena Eyang memperkenalkan diriku bukan sebagai cucu nya melainkan memperkenalkan aku menjadi karyawan magang. Memang aku akui selama disini dan bekerja ikut bersama Eyang aku ditempatkan pada tempat karyawan biasa dan menjadi karyawan biasa bahkan semua orang disini menganggap ku adalah karyawan magang, hanya Pak Indras lah yang tahu kalau aku sebenarnya cucu dari pemilik perusahaan ini. Tapi aku tak masalah dengan posisi ku ini.

Baiklah karena aku sudah dipanggil Eyang aku pun maju dengan langkah mantap dan menarik napas panjang sebelum memulai meeting ini. Eyang kembali duduk di pojok ruangan ini ditemani Pak Indras. Aku yang belum berpengalaman sama sekali merasa gugup tentunya tapi aku tidak ingin memperlihatkan itu kepada semua orang yang ada disini. Aku harus bersikap tegas dan menjalankan meeting ini dengan sukses.

Akhirnya meeting pun selesai diakhiri dengan tepuk tangan dari para hadirin yang datang. Mereka sepertinya puas dengan apa yang aku lakukan dan hasil meeting sore ini begitu juga dengan Eyang. Terlihat senyum yang mengembang di wajah gagahnya. Membuat merasa tenang dan senang. Seusai meeting aku dan Eyang bergegas pulang karena sekarang sudah jamnya pulang kantor.

Akhirnya aku sampai juga dirumah. Aku bergegas pergi ke kamar mandi karena Jakarta hari ini terasa sangat penat. Mengguyur tubuh dengan air dingin adalah tindakan yang tepat karena bisa menyegarkan tubuh lelah ku lagi. Selesai mandi aku turun ke bawah karena sudah saatnya makan malam bersama Oma dan Eyang.

"Kamu kok capek banget, Sayang? Eyang ngasih kerjaan banyak hari ini." Oma mengambilkan sepiring nasi untuk ku.

"Biasa kok Oma." Jawabku singkat.

"Tadi Jingga aku suruh mimpin meeting mungkin dia gugup dan efeknya masih ada sampai sekarang." Jawab Eyang memandang ku.

"Bagus dong udah bisa mimpin meeting. Cucu Oma emang pintar ya. Yaudah kamu makan yang banyak pasti kamu capek banget kan hari ini. Abis itu istirahat ya, Sayang." Oma mencium keningku dengan penuh kasih sayang. Kami pun memulai kegiatan makan malam bersama.

Memang hari ini aku terasa lelah karena Eyang terus menerus menggebleng ku habis-habisan dengan berbagai urusan pekerjaan. Membuatku lelah tapi aku tidak boleh menyerah begitu saja aku harus semangat dalam menghadapinya.

SENJA & JINGGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang