GUBRAK
"ADUH" Kataku.
Punggung ku terasa sangat sakit. Perih dan terasa seperti remuk. Bagaimana tidak Dinda mendorong ku dengan keras menghantamkan punggung ku dengan tembok toilet hingga aku tersungkur dan menabrak ember. Sepertinya perih di punggung ku terkena ember dan menimbulkan luka. Ketika aku akan bangun lagi-lagi aku di tahan oleh kedua teman Dinda.
BYUR !Tubuhku disiram air oleh mereka. Membuat tubuhku basah begitu juga dengan seragam yang pakai. Aku kembali mencoba bangkit dan memberontak.
"BANGSAT ! " Aku mendorong Dinda seperti diriku tadi namun dia tidak sampai jatuh karena ditolong oleh kedua temannya.
"Berani lu sama gue ! " Dinda mencengkram erat tubuhku. Dia menahan ku yang akan berusaha keluar dari toilet ini.
"Kenapa gue harus takut sama iblis macam lu. Gue gak ngerebut Doni dari lu ya. Gue emang pacar Doni dan inget cuman gue. Lu udah jadi mantannya jadi jangan anggap dia pacar lu lagi.". Ucapku kasar kepadanya.
"Dasar Pecun!". Dinda mendorong ku lagi tapi kali ini benar-benar membuatku remuk. Kepala ku pusing karena kehantam tembok. Tubuhku lemas tapi rasa ingin melawan masih menggebu diriku.
"DINDA !!". Teriak seseorang memasuki toilet ini. Sepertinya aku mengenalnya tapi kepalaku yang pusing membuat aku kehilangan konsentrasi.
"Lu apain dia? Sinting lu Din." Dia memarahi Dinda dengan suara lantang.
"A..aku cuman kasih dia pelajaran aja karena dia udah bikin kita putus Doni." Jelas Dinda kepada Doni dengan terbata-bata.
Doni tidak membalas ucapan Dinda tapi dia langsung menggendong ku membawa diriku keluar. Tubuhku dengan kondisi terbuka dan basah ditutupinya dengan jaket milik Doni. Aku sudah merasa lemas sekarang pusing dan perih itu yang ku rasa. Aku harus kuat aku juga tidak boleh menangis karena aku bukan gadis cengeng.
Dibawanya aku ke klinik dekat sekolah. Entah mengapa Doni tidak membawa ku ke UKS. Suasana sekolah tadi sepi ketika percecokan antara aku dan Dinda berlangsung jadi tidak banyak yang tahu kejadian disitulah aku merasa keberuntungan masih memihak pada diriku. Kalau saja suasana menjadi ramai itu pasti akan membuat Kak Jingga tidak tinggal diam dan dia pasti akan marah besar kepada Doni karena Kak Jingga pasti berpikir ini semua karena Doni.
Tubuhku terbaring di atas bed klinik. Luka disudut bibirku sudah diobati.
"Kok bisa si kamu ditoilet sama Dinda ?". Tanya Doni.
"Aku mau balik ke sekolah." Aku bangun dan bersiap pergi ke sekolah.
Doni menahan ku." Aku gak ngijinin. Kamu masih lemes. Muka kamu pucat. Lagian luka kamu belum kering Senja. Udah ya disini dulu nanti aku antar pulang.
Aku menepis tangan Doni. " Aku harus balik sekarang karena kalau gak Kak Jingga pasti curiga aku gak ada dikelas. Aku udah gak apa-apa. Udah ya aku males berantem sekarang kamu antar aku balik. Besok aku ceritain tentang Dinda."
Doni mengacak-acak rambutnya frustasi karena aku tetap kekeh ingin kembali ke sekolah. Sebelum sampai di kelas aku menyuruh Doni membelikan seragam baru di koperasi sebagai ganti seragam ku yang basah. Saat ini aku mengenakan jaket milik Doni, aku tidak ingin Kak Jingga curiga. Setelah berganti pakaian aku berjalan ke kelas.
"Udah sampai sini aja ya. Aku bisa ke kelas sendiri." Aku meminta Doni untuk berpisah di depan ruang perpustakaan.
"Kamu hati-hati." Balasnya. Aku mengangguk kepadanya.
Sampainya dikelas aku bersyukur karena Kak Jingga belum ada dikelas. Aku mengancam Agatha agar dia tidak memberitahu hal yang terjadi barusan kalau aku di ajak pergi oleh Dinda karena kalau Kak Jingga dia pasti mengintrogasiku kenapa Dinda bisa mengajak ku pergi. Agatha pun menyetujuinya.
Kehadiran tepat karena pelajaran selanjutnya akan dimulai. Kak Jingga yang baru masuk dari luar menghampiriku. Dia menatap wajah ku dan mengelus pipiku. "Kamu kenapa?"
"Aku gak apa-apa Kak."
"Kok merah terus ini bibir kenapa luka?". Kak Jingga menatap ku tajam.
"Ooh, tadi Senja ngantuk terus jatuh dari bangku. Kepentok sudut meja pas mau bangun. Dah ah sana balik tuh Pak Wira udah masuk." Aku mendorong Kak Jingga agar pergi dari tempat duduk ku.
Akhirnya Kak Jingga pergi tapi sepertinya dia masih menyimpan rasa curiga kepadaku. Terlihat drngan jelas dari sorot matanya yang tak henti memandangiku.
JINGGA POV.
Benar-benar sial aku hari ini. Telat menjemput Nadine, sampainya disekolah aku juga telat karena Bu Dira sudah sampai lebih dulu daripada aku. Menyebalkan lagi aku dihukum doubel disuruh membersihkan toilet dan berdiri ditengah lapangan.
Aku melewatkan 2 mata pelajaran karena harus menyelesaikan hukuman tadi. Ketika aku sudah selesai dan masuk ke dalam kelas aku melihat Senja terlihat lesu dan yang membuatku terkejut ada luka disudut bibirnya disertai pipi yang terlihat merah tapi ketika aku tanya Senja bilang kalau itu karena dia jatuh ketika tidur dikelas. Memang si kebiasaan Senja suka tidur dikelas tapi apa iya sampai segitunya dia jatuh dari bangku yang jarak ke lantai tidak begitu jauh. Aku curiga dia menyembunyikan sesuatu dariku. Aku ini saudara kembarnya pasti aku merasa jika ada yang dia sembunyikan.
*******
Sampai dirumah aku merbahkan diriku di atas sofa ruang tengah. Sungguh aku sangat lelah hari ini.
Aku mengambil handphone untuk mengirim pesan ke Nadine.'Pulang jam berapa nanti, Sayang?'
-Jingga.
Tidak ada balasan mungkin Nadine sedang sibuk dengan kegiatan lombanya. Daripada aku menunggu balasan darinya lebih baik aku tidur.
"Jingga". Panggil Bunda membangunkan ku.
"Ah iya Bun. Jingga mandi dulu ya." Aku terbangun karena Bunda sudah pulang. Aku berjalan ke kamar untuk mandi menyegarkan tubuh yang lelah.
Setelah mandi aku turun ke bawah untuk mengisi perut yang sudah keroncongan sejak tadi siang. Semua keluarga sudah berkumpul. Aku melihat Senja yang sepertinya menahan kesakitan tapi aku tidak tahu karena apa dan di bagian mana.
"Kamu kenapa gadis kecil ?". Kata Ayah mengusap puncak kepala Senja.
"Senja gak apa-apa kok Ayah Sayang." Balasnya dengan senyum palsu. Aku tahu itu senyum palsu bahkan aku sangat paham.
"Senja tadi jatuh waktu tidur di kelas Yah makannya mukannya bonyok gitu." Jelasku.
Senja memandangku sinis karena aku memberitahu kelakuannya kepada Ayah.
"Kak Jingga juga tadi dihukum karena telat masuk di pelajaran Bu Dira Yah. " Cletuk Senja tak mau kalah.
Bunda tersenyum memandang kami ber-3. "Kelakuan kalian sama ya kaya Ayah. Bikin onar kerjaannya."
Bunda mendekat kearah Senja dan Bunda mengusap lembut punggung Senja. "Aww sakit. "
"Kamu kenapa Senja, apa yang sakit?". Tanya Bunda panik.
"Ah gak Bun. Ayo kita makan Senja lapar banget. Kak buruan pimpin do'a!". Pinta Senja kepadaku.
"Senja!". Ayah memandang Senja penuh selidik sepertinya Ayah curiga dengan apa yang dirasakan Senja
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA & JINGGA
Teen FictionIni adalah kisah sederhana dari dua orang yang hidup bersama. Mereka saling melengkapi dan saling menyayangi satu sama lain. Mereka selalu bersama tapi tiba-tiba ada sesuatu yang membuat mereka berselisih. Kira-kira apa yang membuat mereka berseli...