Meski lama kita telah terikatDengan tega kau sekat-sekat, cintaku padamu yang teramat. Pada siapa sebenarnya hatimu tertambat?
-*-
___________¤¤¤____________
""Mas!" panggilan Sarah diabaikannya.
Perempuan itu tertahan diambang pintu dengan air mata yang tak sudah-sudah. Hari ini tepat ulang tahun pernikahan mereka, tetapi hari ini pula kebahagiannya terenggut.
Sarah merasa sesak. Kemarahan di wajah ayunya pun jelas tercetak.Segudang kekecewaan merundungnya. Sudah tidak ada yang perlu dipertahankan. Jelas, semua telah berakhir. Tak ada lagi kata yang ingin terlontar, bersama dua anaknya, dalam tangisan Sarah melepas suaminya setelah talaq terucap.
Bukankah atas nama cinta mereka menyatu? Lantas inikah balasan untuknya? wanita yang sudah luar biasa mencintainya.
Deruan motor semakin jauh di telinga. Surya benar-benar pergi tanpa sedikitpun penyesalan. Meski sekedar memberi salam perpisahan. Pun tidak kecupan sayang pada anak-anaknya, buah cinta mereka.Sarah melihat anak-anaknya dengan bara dan air mata. Mereka masih begitu kecil untuk kehilangan seorang Ayah. Teramat dini untuk memahami arti sebuah penghianatan.
Cinta seperti apa yang begitu Surya puja? mengorbankan mereka?! Jelas, itu bukanlah cinta melainkan nafsu semata.Andai gadis itu tak pernah ada disana. Andai foto setengah telanjang itu tak pernah dilihatnya. Mungkin semua tak akan ada akhir yang seperti ini. Sarah, mungkinkah ini upah sekaligus buah dari ketidakbaktianmu terhadap mereka yang membesarkanmu?
***
Lima tahun yang lalu.
Mungkin selama lima jam, gadis yang bernama Maimunah itu terkurung dalam bus. Berjejal-jejal penumpang di sana. Pun udara kesulitan masuk. Panas Matahari terlalu ikut merasuk, membuat gerah semakin menusuk. Apalagi ketika seorang kondektur melewatinya berkali-kali. Sudah tahu ia tak mendapat tempat, masih saja membuatnya susah. Apa ia tak terlihat sedang membawa dua tas?
Keringat pun mengucur di balik kaos yang dipakainya. Kerudung satin yang membalutnya serta merta menambah pasokan keluarnya keringat.
"Ayo Bungur, Bungur, Bungur!" Waktunya bis bersinggah ke terminal.
Baru saja kaki Mai, panggilan akrabnya hendak melangkah turun. Tanpa disadari tangan seseorang masuk kedalam tas yang diapitnya. Berhubung banyak juga penumpang yang hendak turun, Mai merasa terdesak dari berbagai sisi. Setelah kakinya turun sempurna, kabel charger handphone-nya tiba-tiba jatuh tergerai. Mata Mai melebar. Was-was sekaligus terkejut menyergapnya. Ia terkesiap mengingat dompetnya. Tanganya segera menelisik, mencari-cari dompet Mickey Mouse dalam tas. Tak ada dompet disana. Sial. Ia kecopetan.
Dengan membawa hati penuh kekesalan, didudukkanya diri ke sebuah halte. Hendak menangis, tapi air matanya sulit untuk tumpah. Ditambah lagi Make up-nya luntur. Terik matahari masih saja membakarnya di ubun-ubun. Tubuhnya terasa lengket oleh keringat. Ingin rasanya Ia berteriak sekuat tenaga, menyalahkan hari sialnya. Diliriknya jam, jarum panjangnya merayap pukul dua. Bernaung di sebuah halte tak menepis lapar dan dahaga. Sementara rumah Si Mbah masih jauh di mata. Bagaimana Ia bisa kesana, sedang uang sepeser pun tak ada di sakunya.
Ini pertama kalinya ia pergi ke kota untuk belajar. Dulu kerapkali kesini untuk mengunjungi Si Mbah guna menyambung tali silaturahmi. Sang Bapak tak bisa mengantar ada keperluan yang lebih mendesak. Naasnya, baru menginjakkan kaki, kota yang bernama Sidoarjo ini memberi kenangan buruk padanya. Masih untung handphone jadul miliknya tak dicuri serta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Maimunah (END+ Revisi)
Romance21+ Dilarang keras membaca jika belum usia dewasa. Om Surya. Paman nya yang ia fikir adalah pria yang alim. Ternyata .... Sebuah pelajaran bagi Mai. Kehidupanya mengajarkan untuk tidak menilai susuatu dari luarnya saja. Begins on September 2018.