TAMAT

2.3K 61 11
                                    

Setelah kepergian Maymunah, rumah ini  sering kali ditikam pertengkaran. Anakku Sarah dan suaminya tak pernah terlihat adem ayem. Selalu perang amarah yang tak sudah-sudah. Pemicunya tak lain adalah Surya yang ketahuan menyukai Maimunah. Bahkan lelaki kurang ajar dan tak tau diuntung itu pernah pergi dari rumah selama beberapa minggu dan seolah melupakan tanggung jawabnya. Sedih dan terlalu pedih untuk dirasa melihat putriku satu-satunya menderita.

Tidak kusangka, niat tulusku yang ingin membantu Maimunah dalam meniti cita-citanya malah berujung hampir merusak rumah tangga anakku. Sarah anakku mengapa nasibmu begitu malang. Kenapa harus kamu memilih Surya sebagai pasanganmu. Padahal kamu sendiri tahu Emak dan Bapak tak mau memberi restu. Tapi mengapa justru kamu begitu menggebu ingin mendapat restu demi menikahi lelaki itu.

Penyesalan selalu saja datang terlambat. Aku yakin putriku Sarah sangat menyesali menikahi lelaki tak berperikemanusiaan itu, walau disimpannya penyesalan itu rapat-rapat namun mata putriku tak bisa membohongi diriku. Dia tak bahagia, dia begitu sengsara. Apalagi setelah terbongkarnya kebiadapan suaminya yang tega menghianati cinta tulusnya, kaca-kaca seringkali menghiasi matanya.

Aku tidak bisa menyalahkan Maimunah. Gadis polos itu tentu tak bersalah. Dia gadis yang baik, yang mau dengan suka rela meringankan beban-beban dipundakku, beban-beban di keluarga ini. Maimunah yang selalu ada dikala badanku perlu dipijat, dikerok karena kerapkali masuk angin. Maimunahlah yang memberiku waktu-waktu panjang untuk berzikir dan bersujud dihadapan Tuhan, sebab dialah yang menggantikanku masak di dapur. Maimunahlah yang sering menemani bermain cucu-cucuku bermain. Tak enggan membantu Sarah tatkala kerepotan memandikan anak-anaknya. Bahkan Maimunahlah yang bersedia merawat Ibuku yang sedang sakit dan tak mampu berjalan. Maimunahlah yang memandikan beliau tanpa merasa jijik dan justru aku yang anaknya saja lebih memilih pergi ke masjid untuk salat berjamaah. Dengan kebaikannya selama ini, bagaimana mungkin gadis seperti Maimunah mau menggoda Surya? Itu mustahil terjadi. Yang ada justru malah sebaliknya. Karena aku sendiri saksinya. Surya memang pria yang hanya mementingkan nafsu belaka.

Kala itu seperti serbuan peluru menghujam jantungku tatkala Bapak Maimunah yang berkunjung ke rumah ibuku mengatakan sesuatu.

"Benar yang kumaksud itu menantumu De. Si Surya. Dia mengganggu Mai. Dia sering menelpon dan mengirim sms yang tidak pantas sewaktu Mai pulang ke rumah. Dan aku sendiri pernah mengangkat telponnya."

Bapaknya bercerita begitu panjang dan makin membuatku pening. Ya allah salah apa anakku Sarah, hingga jodoh yang engkau berikan untuknya begitu buruk peranggainya. Bendungan air mataku segera tumpah ketika Mai mengiyakan itu semua. Dengan bibir bergetar gadis itu bercerita kalau memang benar Surya seringkali menggodanya bahkan menggangu tidurnya di malam hari.

"Buat apa Mai berbohong, Mbah. Kalau memang Mai berbohong, betapa berdosanya Mai sampai membawa Bapak dalam masalah ini. Bapak saksinya begitu pula dengan adik-adik Mai yang juga tau kebenarannya."

Waktu itu aku memang meragukan Maimunah. Tapi aku tersadar, aku memang pernah mendapati Surya tanpa rasa malu tidur di kamar Maimunah. Sedang gadis itu berada di kampungnya. Tentu saja hal itu tidak pantas karena kamar itu masih dihuni oleh Maimunah walau sang penghuni tidak ada di kamarnya. Ditambah, pernah suatu ketika aku melihat pandangan Surya tampak lain bila sedang berbincang dengan Maimunah. Matanya tampak berbinar dan bersemangat, sangat berkebalikan dengan sikapnya pada anakku Sarah. Selalu seolah mengabaikan dan dengan respon yang seadanya.

Aku semakin diterkam kegelisahan ketika Maimunah mengadu kepadaku mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari Surya. Aku begitu takut hal itu akan meretakkan rumah tangga anakku. Gadis itu mengatakan bahwa Surya ketahuan memotret dirinya ketika sedang tidur tatkala penghuni rumah lainya sudah terlelap. Kejadian itupun berulang dan itu membuatku semakin bimbang, apakah  harus mempercayainya sebab aku tak membuktikannya secara langsung. Sejak itu Maimunah sering mengutarakan niatnya untuk keluar dari rumah ini dan tentu aku menolaknya karena dia belum lulus kuliah. Meski tinggal sedikit lagi dia akan lulus tetap saja aku tidak bisa menyuruhnya pergi, karena dulu aku sudah berjanji mengijinkanya tinggal hingga menyandang gelar sarjana.

Sebagai mertua, tentu untuk menegur Surya rasanya tidak bisa kulakukan karena ada rasa hawatir kalau-kalau akibat dari peneguranku itu menimbulkan masalah dalam rumah tangga anakku. Apalagi Sarah tak pernah terbuka dengan masalah rumah tangganya. Dia selalu terlihat bahagia meski Surya seringkali mengacuhkannya. Ketika mendung menyelimuti raut wajah Sarah, hanya sebatas itulah aku menerka rumah tangganya sedang ada masalah. Tak pernah dia ingin mengutarakan apa yang sedang dialaminya. Ya walau sering dia tak sengaja menyakiti hatiku lantaran pendapatku tak sesuai dengan keinginannya atau ketika anak-anaknya sedang rewel, Sarah begitu menjadi pribadi yang begitu emosi tapi seketika mencair seperti air tatkala Surya datang menemuinya. Dari hal itulah mengapa aku dan suamiku enggan menegur Surya walau menantuku itu begitu kurang ajar dan sering mengabaikan istri serta anak-anaknya. Tapi apalah daya, aku lebih takut jika Surya pergi dari kehidupan anakku, yang begitu sangat mencintainya.

Hingga suatu hari, aku dan suamiku datang dari rutinitas hari Minggu dimana kami biasanya mengikuti Tariqat di salah satu Masjid Sidoarjo. Aku terkejut melihat Sarah dan anak-anaknya banjir air mata. Kutanya ada apa, tapi dia hanya tergugu hingga kucoba memeriksa kamarnya karena terlihat berantakan seolah sebelumnya terjadi pertengkaran. Lemari yang terbuka tak ada pakaian Surya disana, dan motor bututnya pun tak ada. Padahal hari ini seharusnya dia tak pergi bekerja. Rupanya benar, Surya benar-benar pergi dan beberapa Minggu baru kembali setelah Sarah mengemis perhatiannya dengan pergi ke rumah mertuanya, meminta agar suaminya kembali lagi padanya. Mengetahui hal itu sungguh aku ingin mereka berpisah saja. Tapi sudah ada dua anak yang tentu dengan perpisahan akan membuat masa depan mereka suram mau tak mau aku pasrah saja dengan apa yang menimpa anakku dimana dia tetap memilih untuk mempertahankan rumah tangganya. Sebagai orang tua aku hanya bisa melangitkan doa agar supaya anak-anakku bisa bahagia, rukun dan jauh dari kata perpisahan.

To be continued!bakal ada extra part!

Cerita ini akan aku rombak abis abisan......

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang