Asaku yang terkuras oleh kelamnya masa. Ketika masaku denganmu.
Sarah
______________________________
Tatkala jarum panjang mendekati pukul sembilan malam, Mai harus segera menghilangkan jejak dirinya. Ia harus segera masuk ke kamar. Mengunci dirinya dalam kesunyian. Kesunyian yang lebih aman, daripada ia harus berkeliaran dan bertemu suami Sarah. Mungkin mengurung di kamar dirasa aman baginnya ... tapi Mai tidak tahu, entah itu kapan--tempat yang dianggapnya aman--akan mengantarkannya pada kenyataan yang mana akan membuatnya terhenyak selama setengah jam, lalu menangis sekeras-kerasnya dalam diam.
Lagi-lagi suara itu kembali. Suara derap kaki. Mai hanya bisa menenggelamkan kepalanya kedalam bantal-bantal yang sudah tak empuk lagi. Kasurnya pun keras, sebab air terjun mini dari lubang kecil atap membanjiri kasurnya. Tak mungkin ia sempat menjemurnya. Tentu akan sangat merepotkan kakeknya yang sudah tua untuk membantunya menjemur diatas rumah. Tempat jemuran mereka diatap rumah.
Jarum pendek jam sudah melenggok-lenggok ke arah tengah malam, masih saja membulatkan kedua matanya. Masih seperti biasa, hanya bra dan rok panjang membalut tubuhnya. Harusnya ia membeli kipas angin mini, guna mengurangi pengap dikamarnya. Belum lagi pakaian kotornya yang sudah menumpuk selama seminggu, menambah pengap semakin terasa.
Bagaimana bisa Mai mencuci bajunya? Mai harus memastikan dulu jika Surya tak dirumah, baru ia bisa merontokkan kotoran baju-bajunya.
Mai memutar lagu. Ia takut derap-derap kaki itu. Ia hapal betul siapa pemiliknya. Mai semakin membenamkan kepalanya. Siti tengkurap. Kadang terlentang mengambil nafas. Lama-lama ia tertidur. Pukul satu, suara keran diputar. Derasnya air yang mencuat tak sedikitpun membangunkanya. Mungkin itu neneknya yang hendak solat hajat ataupun tahajjut.
Kadang sesekali ia bangun dari tidurnya. Ia memencet ponselnya. Pukul tiga diri hari. Matanya melirik satu pesan dari nomer tak dikenal. Itu nomer ponsel suami Sarah.
Sudah tidur? From: 085xxxxxxxxx
Mai berdecak. Menghembuskan nafas jengah. Tubuhnya penuh peluh, malam ini semakin pengap saja baginya. Mai kembali tidur tanpa sedikitpun berniat membalas pesan dari Surya. Tidur yang tidak benar-benar.
Dalam gamang. Ada pisau-pisau kecil menyayat hatinya. Asanya kembali terkuras. Ia menyalahkan Tuhan lagi. Mengapa harus diberi cobaan yang dialaminya saat ini. Belum lagi jika Sarah mencari masalah, atau nenek yang mengeluh tentang pekerjaanya.
Kadang anak kembar Sarah begitu nakal. Sering Mai disiram dengan air tatkala mereka mandi. Kadang pula salah satu diantara anak kembar itu meringis, menampakkan gigi gerigisnya. Mai pun bergidik ngeri melihatnya. Anak itu sangat mirip dengan wajah bapaknya.
Mai yang sedang memasak pun hanya bisa diam. Tubuhnya hampir basah semua. Tapi Ia masih waras, tidak tega membalas kelakuan anak yang masih belum baligh itu. Ya. Meskipun ayahnya kurang ajar padanya. Itu bukan alasan untuk membalas dendam pada anak-anaknya. Ia harus terpaksa berganti pakaian.
***
"Mai. Besok kan bulan Ramadhan. Kamu pulang atau gimana?" Kakeknya bertanya. Mai sedang menjemur pakaian. Kakeknya sedang membetulkan atap rumah yang bocor. Termasuk kamar Mai. Gadis itu tak akan lupa dengan jasa-jasa kakeknya yang membantunya selama ini. Selain kamar bocor yang sering diperbaiki oleh sang kakek. Lemari Mai yang reotpun kembali bisa dipergunakan lagi berkat kakeknya. Lampu Mai pun kakeknya yang membetulkan, jika tikus-tikus nakal menggigit kabel penghubung arus listrik.
"Iya, Kek. Mai mau pulang."
"Kalau gitu. Jangan lupa kamu suruh Ibu sama Bapak kamu buat mudik ke desa, ya?"
Mai mengiyakan sebelum mengibaskan pakaian, lalu menjemurnya.
"Surya itu Mai. Rumah pada rusak gini, tidak ada krentek-krenteknya buat benerin."
Mai melirik genting-genting itu bergeser, Kakeknya mengatur sedemikian rupa, supaya tak ada celah untuk air merembes masuk.
Mai meneguk air ludahnya. Membatin dalam hati. Dimana letak hati Surya, sampai tega membiarkan mertuanya yang sudah, siang-siang menjemur dirinya untuk membetulkan atap rumah! Mai benar-benar kesal. Dikemanakan ilmu-ilmu yang diserap Surya dipondo k itu. Apa begini caranya menghormati yang lebih tua?
Ah. Sudahlah .... Tidak ada yang bisa disalahkan. Hanya Tuhan yang maha penentu benar dan salah. Manusia tak ada yang sempurna.
Mai lagi-lagi mendengar teriakan Sarah. Anak-anaknya menangis kencang sekali. Sedangkan Sarah sedang menyetrika baju anak-anak serta suaminya yang hambir dua bak penuh. Sarah meneriaki Surya untuk menjaga anak-anaknya.
Mai tahu. Sarah yang taat pada suami akan selalu mengalah, meskipun Surya tak akan bangun meski diteriaki adzan sekalipun. Sarah tahu, itu ujian untuknya. Ia hanya berusaha menjadi istri yang berbakti. Ia berlari menenangkan anak-anaknya. Meninggalkan setrika yang sudah ia cabut kabelnya. Mai tertegun melihat pemandangan yang sudah beberapa kali tak ia lewatkan. Melihat Sarah yang menangis dalam hati, mendengar jeritan dari dalam lubuk hati Sarah. Tapi Mai hanya bisa melihat dan mendengar, tanpa mau berkomentar. Begitupun dengan neneknya.
***
Apa disini nggak ada yang punya cita-cita buat ngasih aku bintang?
![](https://img.wattpad.com/cover/149192148-288-k416738.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Maimunah (END+ Revisi)
Romance21+ Dilarang keras membaca jika belum usia dewasa. Om Surya. Paman nya yang ia fikir adalah pria yang alim. Ternyata .... Sebuah pelajaran bagi Mai. Kehidupanya mengajarkan untuk tidak menilai susuatu dari luarnya saja. Begins on September 2018.