38

6.3K 150 5
                                    

Tangannya berusaha memberontak. Tatkala Surya masih sibuk melepaskan kancing kemejanya satu persatu. Sialnya tangan Surya meskipun hanya sebelah tangan kirinya yang menjegal, tetap saja gadis itu tak berkutik. Kedua kakinya pun ditimpa kedua kaki Surya. Bulir-bulir air matanya merembes lagi. Menanti taqdir buruk yang akan menimpanya.

Setelah laki-laki itu berhasil menanggalkan semua kancing-kancing kemeja milik Mai. Dan kerudungnya pun sudah tak menutupi rambutnya.Terpampang jelas bra Siti yang berwarna merah dengan dua buah gundukan yang belum tersibak isinya. Semakin membuat Surya bernafsu ingin memperawani gadis itu. Mata Surya berbinar seperti melihat makanan lezat yang ingin segera dilahabnya.

Surya berusaha mempertemukan bibirnya dengan bibir Mai. Tapi gadis itu bisa mengelak. Ia menutup rapat-rapat mulutnya. Lalu bibir Surya yang berbau asap rokok itupun masih tak menyerah. Mulai menuruni ceruk lehernya. Menjilat-jilat setiap kulitnya. Sesekali tangannya menyingkirkan tiap helai rambut Mai yang menghalangi lidahnya untuk merasakan keringat asin miliknya. Gadis itu pun menjerit.

Sementara tangisan yang sama sekali tak membantu, tangan Mai mulai menjelajahi kerudung yang dibuang yang tak jauh darinya. Mencari sesuatu yang mungkin bisa membantunya kabur dari Surya.

Laki-laki itu terguling ke samping dengan memegang lehernya.  Surya mengaduh kesakitan. Mai menusukkan jarum pentul itu sebanyak ia mamlu. Tak perduli jika Surya memekik kesakitan. Tak lupa gadis itu menendang dengan sekuat tenaga perut buncit Surya.

Mai pun berdiri dan segera berlari  meninggalkan laki-laki biadap itu. Menerobos rintik-rintik hujan yang enggan untuk berhenti dengan air mata yang masih bergulir. Teriakan Surya yang memintanya berhentipun semakin membuat kakinya berlari secepat mungkin, hingga sampai di tepian jalan ia melihat motor sekaligus tas besarnya. Gadis itu segera menyambar tas besarnya dan segera berlari kembali menuju pangkalan becak. Sedangkan Surya kakinya teratuk batu karena meleng tak melihat jalan hingga berdarah, hawa nafsu membutakan akal sehatnya sekaligus mata hatinya.  Wajahnya merah padam ketika tak mendapati tubuh seseorang yang di kejarnya tadi.

                        ***

Sambil berlari, tak lupa ia mengancingkan kembali kancing-kancing itu ke semula sebelum benar-benar sampai di Pangkalan Ojek. Syukurlah ... di sana banyak manusia berlalu-lalang. Mai dengan tanpa menawar meminta Bapak bertopi coklat untuk mengantarkanya ke terminal dengan nafas yang masih sulit di atur. Bapak itu melipat keningnya. Rambut Mai yang berantakan membuat Bapak itu ingin bertanya sesuatu yang sebenarnya bukan urusanya. Tapi ditahanya, melihat gelagat Mai yang terlihat terburu-buru itu. Laki-laki tua itu segera memutar becak tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Dengan masih diiringi gerimis, Bapak itu mengantarkan Mai ke tempat tujuan.

Tangisnya pecah ketika sebuah bus mengantarkanya. Ia menangis bersandar kaca jendela yang berkabut. Bagaimanapun juga, ia masih bersyukur ... bisa bebas dari laki-laki biadap itu. Bersyukur bahwa Tuhan masih sangat menyayanginya.

Di balik jendela kaca itu ia tertidur dengan pulasnya. Melepas beban batin sekaligus penat yang mengguyurnya beberapa menit yang lalu. Mai berharap, Bis itu dengan cepat segera mengantarkanya pulang ke rumah. Ia ingin memeluk Ibunya erat-erat dan menceritakan musibah yang hampir menimpanya tadi.

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang