Dear Kandaku....
Kamu dan aku berjalan sambil merasai hangatnya senja. Deburan ombak menjadi saksi bisu, kamu kecup bibirku dengan rindu. Setelahnya kamu bermain pasir di tepi pantai bersama buah hati kita. Lalu malamnya kita mampir di warung mie ayam Solo milik Pak Joko, dan pulang membawa beberapa martabak untuk Bapak dan Emak. Begitu bahagianya jika hal itu kita lakukan dalam sehari saja, di hari dimana kamu tak ada alasan untuk pergi bekerja.
Tapi semua itu cuma angan-anganku yang tak pernah sekalipun kamu kabulkan. Hari-harimu selalu kamu isi dengan kesibukan. Dan lucunya tatkala kamu di rumah, guling dan bantal tak pernah kamu tinggalkan. Kamu dengan sadar sering memunggungiku tatkala kita seranjang. Anak-anak menangis kamu abaikan. Bahkan seringkali kamu pulang di sepertiga malam, demi bercengkrama dengan manusia yang kamu anggap kawan. Aku bahkan sering menahan malu tatkala Bapak ataupun Emak mengeluhkan sikapmu yang acuh terhadap keluarga. Tapi aku tetap saja membelamu Kanda....meski kutahu semua keluhan mereka ada benarnya.
Kanda.....pantaskah kamu di dipanggil Kanda? Kanda adalah panggilan sayang untuk dua manusia yang saling mencintai. Kanda dan Dinda. Begitu manis. Tapi sepertinya panggilan sayang itu sudah tidak cocok lagi untuk manusia-manusia seperti kita. Terlalu pura-pura dan memuakkan.
Aku ingat dan sangat ingat. Dulu ketika perutku membesar, hamil anakmu, tak juga membuat kamu sadar. Bahkan sebaliknya. Saat aku mual dan muntah kamu tak pernah berusaha untuk selalu di sisiku. Kamu masih sering pergi ke luar kota meski aku melarangmu dan ingin kamu lebih mementingkan aku. Aku tetap saja tersenyum waktu itu, tak lain dan tak bukan hanya untuk menguatkan diriku.
Kupikir setelah setelah hamil anakmu, sikapmu akan melunak dengan sendirinya dan lebih memperhatikan istrimu. Tapi ternyata tidak. Malam itu di saat hari dimana anak kita akan lahir, setelah dihubungi ratusan kali kamu baru bersedia datang. Lalu setelah anak-anak kita mulai besar, lagi dan lagi kamu abaikan kami. Kamu membiarkan kami berselimut sepi. Kamu tidak perduli meski anakmu rewel atau bahkan mengerang kesakitan. Betapa aku sangat berjuang sendirian. Aku selalu menguatkan untuk tetap mencintaimu dan menganggapmu sangat menyayangi mereka. Aku tetap setia menunggu telponmu walau sering kali diriku yang menelponmu duluan.
Ah betapa malangnya ya menjadi seorang istri sepertiku yang sama sekali tidak dicintai suaminya. Diabaikan begitu saja. Tapi walau begitu aku masih ingin berjuang demi masa depan anak-anakku. Ibu manapun tak akan mau bila anak-anaknya tumbuh tanpa adanya sosok ayah. Anak-anakku tidak boleh menjadi korban penceraian orang tuanya. Tak apa jika aku harus tersiksa dan mengemis cinta pada suami yang tak lagi setia. Karena ini bukan lagi tentang aku dan kamu...., tapi ada anak-anak kita yang harus hidup bahagia.
Maimunah, tidak kusangka gadis itu menjadi ancaman rusaknya rumah tangga kita. Tapi aku tidak menyalahkannya sebab dia hanyalah korban. Kamulah Mas yang sepenuhnya bersalah. Mengunyah berbagai macam buku agama rupanya tak cukup meninggikan moralmu sebagai pria. Tidak kusangka lelaki yang sudah menjadi bapak dari anak-anakku itu mursal dan melecehkan seorang wanita. Entah bagaimana awal mulanya hingga gadis yang kuanggap adikku sendiri itu merengkuh cinta kasih dirimu dan di sinilah letak kesalahanku yang lalai tak mampu menjaga pandangan suamiku. Mungkin ini pula salahku yang tidak peka dengan keadaan dan menganggap semua baik-baik saja. Walaupun begitu harusnya Emak tak pernah menghadirkan Mai dalam kehidupan kita. Harusnya dia dibiarkan saja berjuang sendirian tanpa kita mengulurkan tangan.
Mai memang manis, meski tak berdandan yang kupikir itu tak akan membuat mata suamiku berkeliaran menatapnya tanpa beban. Mai itu polos, yang mungkin kepolosannya itulah yang mampu mencuri segala perhatianmu Mas. Kamu itu orang yang kental akan hal keagamaan. Sudah pernah mendatangi masjid Nabawi, sering menjadi Imam shalat Tarawih di Masjid, sering di mintai banyak orang untuk Tilawati Qur'an di berbagai macam acara keagamaan. Walau banyak orang menganggapmu seorang yang alim tapi apakah seorang sepertimu pura-pura tidak tahu hukuman apa yang pantas bagi seorang yang selingkuh? Di dera 100 kali dan disiksa api neraka. Tapi dengan semua itu sama sekali tidak membuatmu takut dengan karma yang akan diberikan Tuhan.
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya”. [an-Nur/24: 30-31]
Andai Mas Surya memahami ayat itu dengan baik dan hikmat, pasti tak akan ada air mata yang tumpah. Tak kan ada yang namanya perselingkuhan. Aku benar-benar gagal menjadi istrimu Mas,sekaligus gagal menjadi seorang ibu. Aku teledor telah membiarkan pesona wanita lain berkeliaran melahap cintamu. Dan gagal menjadikanmu ayah yang baik untuk anak-anak kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Maimunah (END+ Revisi)
Любовные романы21+ Dilarang keras membaca jika belum usia dewasa. Om Surya. Paman nya yang ia fikir adalah pria yang alim. Ternyata .... Sebuah pelajaran bagi Mai. Kehidupanya mengajarkan untuk tidak menilai susuatu dari luarnya saja. Begins on September 2018.