11

7.8K 196 0
                                    

"Aku nggak suka sama dia, Mbak. Anaknya aneh gitu,"

Di teras rumah mereka berdua sedang mengobrol.

Meskipun hari ini adalah hari dimana Sarah libur, namun tetap saja, seluruh tenaganya tetap terkuras dengan harus mengurus kedua bayinya.

Asih sibuk dengan boneka Fulanya. Sedangkan Azam, anak kembar Sarah yang laki-laki sedang bermain mobil. Sering jika Mai tangannya berbuat jahil menyembunyikan mobil-mobil Azam, mobil-mobil yang tak bersalah itu akan langsung menghantam jendela kaca.

Bayi Sarah yang satu itu memang berbeda. Suka sekali melalukan tindakan anarkis. Kadang Darmi sering memarahi Mai karena sering mengusili Azam.

"Terus kalau sama Ihya' nggak mau. Kamu maunya sama siapa, Mai?"

"Hehehe. Biar Tuhan saja, Mbak yang milihin jodoh buat Mai."

"Ya. Tapi kamu juga harus berusaha Mai. Nggak selamanya perempuan itu menunggu. Kamu juga perlu banyak ikhtiar." Sarah pun menceritakan tentang Ihya',pemuda yang seringkali mencari perhatian Mai. Kerapkali pemuda yang pekerja serabutan itu meminta nomer Mai dari Sarah, namun Sarah malah meminta Ihya' untuk meminta sendiri pada gadis yang bersangkutan.

Ya. Memang Ihya' pemuda yang rajin bekerja, disela kesibukannya pun masih meluangkan waktu untuk mengajar mengaji, dan pemuda itu pula yang seringkali meramaikan masjid dengan shalawat. Namun tetap saja, tak ada getar di hatinya. Ia sama sekali tidak tertarik.

Siti juga mempunyai alasan lain pula yang membuatnya tidak nyaman dengan Ihya. Ini berkaitan dengan kebersihan pemuda itu. Selain banyak jerawat bertaburan di kulit putihnya. Mai juga tidak menyukai gigi emasnya. Mai kerapkali mendapati pemuda itu sering membersihkan sela-sela gigi di spion motor. Itu membuat Mai merasa .... sudahlah.

Surya yang tiba-tiba datang pun mengomentari sambil tangannya mencubit pipi tembam Asih.

"Jodoh itu gampang, Mai. Yang penting kuliahmu itu di lulusin dulu. Baru mikir jodoh."

Lagi-lagi Mai merasa seolah senyuman Surya itu bertaring. Yang hendak menerkamnya, mengulitinya hingga ke sela-sela hati. Mai hanya menanggapinya dengan senyuman tipis.

Seperti biasa. Sarah pun melebihkan fokus pada kedua anaknya. Tanpa semenitpun menyaksikan senyum ganjil Surya, juga mata yang tak sedetikpun lolos dari objek di depannya. Iya. Itu adalah Mai. Gadis itu lantas menunduk dalam-dalam. Merasakan dingin ngilu menusuk tulang-tulangnya. Mencoba bersikap sewajarnya namun tetap saja, ia gagal. Maklum saja, gadis itu jarang bersosialisasi dengan makhluk adam, apalagi untuk ditelanjangi dengan sorotan ganjil Surya seperti saat ini. Sedangkan Mai, seluruh tubuhnya terbalut sopan dengan pakaian panjang sekaligus tak pandang tembus.

Lalu apa yang membuat Surya seakan ingin melahabnya mentah-mentah? Ya, mungkin kesalahan Mai karena jilbab tak menutupi kepalanya. Atau mata laki-laki itu saja yang kurang ajar.

***

Matahari yang awalnya bersinar membakar kulit, selang beberapa menit, Hujan mengguyur Surabaya. Berhubung Mai tak ada kuliah, ia ketiduran menunggu para penghuni rumah itu pulang. Kebetulan Mai di suruh menjaga rumah. Karena nenek dan kakeknya pulang ke desa selama dua hari. Mbak Sarah masih mengajar. Kedua bayinya sudah di titipkan ke tetangga sebelah, tentu dengan membayar mereka selama sehari. Karena besoknya baby sitter bayi Mbak Sarah akan datang lagi.

Mai masih menahan kantuk. Ia terbaring di sebuah sofa panjang. TV yang sudah dua jam menemaninya, ia matikan. Karena takut tersambar petir juga. Gadis itu pun masih melanjutkan tidurnya. Ia merasa dingin merayapi tubuhnya.

Rok panjangnya tersibak sampai ke paha, tanpa di sadarinya. Ada seseorang yang membuka pintu belakang. Terdengar Langkah kakinya mengarah ke ruang tamu. Namun Mai sama sekali tidak sadar. Ia baru setengah sadar. Ketika ada yang membetulkan rok panjangnya ke bawah. Ada tangan dingin yang menyentuh dahinya. Mai mengerjabkan kedua matanya. Ia terbelalak melihat Surya di depannya. Mai segera bangun.

Siti yang polos. Tidak memperdulikan sentuhan Surya. Gadis itu malah merasa malu karena sudah tertidur di sana. Ia lantas menawarkan diri untuk membuatkan secangkir kopi pada Surya. Surya pun mengiyakan.
***

Setelah Surya mandi. Ia berhenti sejenak melihat Mai yang kesulitan mengambil cangkir yang bertengger di rak atas. Karena tidak tinggi. Mai pun berjinjit. Tetap saja meskipun Mai meninggikan kaki-kakinya. Cangkir itu sama sekali tak bergerak dari tempatnya.

Seketika ada tubuh yang menaunginya. Dengan tubuh kekarnya. Pria itu dari belakang mengambil cangkir itu. Mai pun agak merinding dengan sikap Surya yang hanya memakai handuk saja, kini tengah berada tepat di belakangnya.

Mai tidak berani melihat tubuh sexy itu. Karena itu bukan miliknya. Getar-getar canggung pun menggerogoti kesunyian dapur yang mana hanya ada mereka berdua.

                                    ***

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang