22

7.6K 163 2
                                        

"Mai itu, habis makek panci dibiarin gitu aja!"

Terdengar Sarah pagi-pagi begitu marah pada seseorang. Kemarahannya pun diluapkan panci dan perabotan yang ada di dapur. Mungkin neneknya juga ikut terkena amarahnya.

Berhubung Mai sedang masa haid, ia bangun kesiangan. Pukul setengah enam, ia baru bangun. Mai jadi merasa tidak enak pada keluarga yang ditumpanginya. Ia pun bangun, hendak mencuci wajah sambil memastikan jika ada suami Sarah, ia tak akan keluar dulu.

Setelah memastikan jika suami Sarah masih tidur, Mai segera pergi ke kamar mandi, tetapi Sarah seakan menghadangnya.

"Mai. Kamu yang makek panci teflon tadi malam?" Sarah bertanya dengan jengkel yang kentara.

Mai terhenyak. Bahkan tadi malam saja ia tak sempat untuk makan malam.

"Enggak, Mbak. Aku aja lupa nggak makan malam," balas Mai yang hatinya ikut jengkel dengan pertanyaan Sarah.

"Ow, ya udah kalau gitu. Mungkin Mas Surya yang memakainya." Sarah pun ngelonyor pergi tanpa minta maaf pada Mai. Dilihat dari mimik wajahnya seakan kecewa karena bukan Sarah pelakunya. Sarah jadi yakin jika omelan perempuan tadi pagi ditujukan padanya.

Apa dipikir, Mai itu bahan makian, apa Sarah pikir Mai itu tidak punya perasaan. Mai jadi merasa menjadi gadis paling malang. Belum lagi Sarah sering menegurnya untuk tidak memakai sendal Sarah jika Mai disuruh neneknya untuk membeli bahan masakan jika neneknya sedang masak dan lupa tak sempat membeli beberapa bahan masakan.

"Mai. Jangan pakai sandalku. Nanti aku bisa dimarahi Mas Surya."

Itulah beberapa kalimat yang dilontarkan Sarah padanya beberapa hari lalu. Hati terasa disayat-sayat hanya karena meminjam sandal Sarah dengan waktu kurang dari lima menit saja, Sarah tega melontarkan kalimat-kalimat pedas itu. Bagi Mai, Sarah begitu berbeda dengan sikapnya dulu. Sarah sering marah-marah, dan Mai tahu jika Sarah pasti sedang berseteru dengan suaminya, oleh sebab itu ia jadi luapan amarahnya.

Mai pun hanya bisa mengelus dada. Seharusnya Sarah tidak pantas memperlakukanya seperti itu, bahkan Sarah juga bersikap kasar pada ibunya yang tak lain adalah neneknya. Neneknya itu sampai dibuat menangis karenanya. Mai sampai berpikir jika gadis itu sudah dimasuki iblis.

Setelah mengusap air mata. Mai segera pergi ke kamar mandi, mumpung nenek dan kakeknya belum pulang. Mereka berdua setiap pagi minggu pergi untuk ikut tiraqat ke Masjid yang Mai tidak tahu. Yang jelas, pukul tujuh mereka baru pulang.

Seusai Mai mandi. Mai memastikan terlebih dahulu ketika keluar dari kamar mandi, takut ada Om nya yang tiba-tiba muncul. Mai pun membuka pintu kamar mandi itu sedikit, dan benar ... Surya sudah ada di depan sedikit jauh dari pintu kamar mandi dan memergokinya mengintip dari kamar mandi itu. Mai pun menutup pintu kamar mandi itu lagi. Nafasnya tercekat sekaligus jijik melihat tatapan Om nya itu.

Yang ada di pikiranya saat ini, sampai kapan ia akan bertahan. Sampai kapan ia bisa bersabar untuk tinggal disana. Ditindas oleh Sarah, disuruh mengerjakan seluruh pekerjaan rumah oleh neneknya, dan yang terahir ... digoda oleh Om brengseknya itu.
****

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang