24

6.5K 152 3
                                    

Kulahab pahitnya kesedihan yang kau suguhkan. Aku ikhlas. Karena aku yakin, kesabaran akan melahirkan  kebahagiaan.

===========

Memasuki tahun ke empat kelahiran anak kembarnya, Sarah berinisiatif untuk merayakannya. Berpuluh-puluh anak-anak kecil para tetangga dan juga anak didiknya diundangnya. Sungguh senang sekaligus memanjatkan syukur pada Tuhan, yang mana memberi umur panjang anak-anaknya.

Satu bungkus balon telah ditiup habis oleh gadis berkaos hijau di pojok ruang tamu. Pipinnya terasa nyeri sambil melilitkannya pada ujung pegangan balon-balon itu. Berwarna-warni. Tertempel satu permen kaki tiap-tiap balon.

Gadis berambut sebahu itu juga berjaga-jaga jika sekonyong-konyong Surya datang. Kesabaran gadis itu sudah hampir menipis, laki-laki yang hampir berumur kepala empat itu masih saja menggodannya. Bersikap bak remaja yang jatuh cinta, laki-laki itu mengejar Siti tanpa henti.

Seperti hal yang sangat tidak diinginkan oleh gadis itu. Terparkir sepeda motor buatan jepang yang sudah dicicil habis oleh Sarah, laki-laki itu melepas helemnya, mengucapkan salam dengan khusyu' dan mencium tangan-tangan milik mertuannya. Siti kaget setengah mati. Ancang-ancang untuk menghindar dari laki-laki itu gagal. Ia sudah terkunci di pojok ruang tamu sambil menunduk. Ia menyesal memakai kaus yang lumayan memperlihatkan lekuk payudarannya.

Ulang tahun anak kembar Sarah akan dirayakan sebelum matahari melambaikan tangan. Siti sangat dibuat sibuk. Ia juga sibuk memikirkan cara untuk melangkah pergi dari laki-laki yang sejak sejam tadi menemaninya membersihkan ruang tamu. Surya sengaja membuat Siti untuk tidak bisa melarikan diri. Neneknya mengepungnya dengan berbagai macam pekerjaan. Selain menyapu dan mengepel lantai, masih ada pekerjaan lain yang menanti. Surya dengan senangnya mengitari setiap inci tubub gadis itu dengan tatapan mesumnya.

Surya yang pura-pura ikut membantu Siti merapikan mainan anak-anaknya, laki-laki yang disebutnya bajingan itu mengajaknya bicara.

"Capek?" tanya Surya dengan masih merayapi Siti dengan pandangannya. Kontras dengan kepalanya yang terbalut kopyah dan berstatus suami orang, dengan begitu percaya diri, Surya mendekati gadis itu. Melayangkan perhatian.

Sayang. Siti sama sekali tidak perduli. Hanya wajah datar ia suguhkan. Sesekali mencekoki Surya dengan tatapan tajam yang menusuk. Seolah mewakili, jika gadis itu tak mau diajak bicara olehnya.

"Sit. Tolong kamu beli Teh Pucuk sama, Surya. Mbak mu Sarah sibuk nbungkus jajan buat tamu nanti."

Siti menelan ludahnya sendiri yang terasa pahit. Bagaimana mungkin ia mau dibonceng oleh laki-laki kurang ajar seperti Surya?!

"Maaf, Nek. Siti ndak bisa. Siti mau ke kamar mandi dulu." Siti cepat-cepat lari, ia berbohong perutnya tiba-tiba sakit.

Neneknya jelas marah dan ngomel-ngomel pada Siti. Alhasil, Suaminya diminta untuk membeli minuman itu dengan Surya. Tentu membuat gadis itu bernafas lega. Dibalik pintu kamar mandi ia ingin menangis. Tidak! Air matanya sudah membasahi pipinya sejak tadi, sejak neneknya memarahinya dengan suara keras, membuat juru masak didapur mendengarnya. Itu membuat Siti malu, sekaligus meratapi nasibnya yang menumpang di rumah orang.

                             ***

Sebanyak seratus lima puluh anak-anak tetangga diundang. Jumlah itu tentu sudah terhitung dengan para ibu anak-anak yang diundang.

Siti yang sudah lelah, karena neneknya memforsir tenaga Siti dari pagi hingga sore, ia pun tak sengaja tertidur. Tubuhnya sudah tak kuasa untuk beristirahat sejenak.

Lantuan shalawat dari mulut Surya diiringi oleh para tamu. Laki-laki yang terkenal disebut sebagai ustadz itu sedang membaca doa, diaminkan oleh mereka para tamu. Dilanjutkan dengan acara makan-makan, dan yang terahir pemberian jajan snack untuk anak-anak.

Seusai acara itu ... Siti terbangun. Ketokan pelan dari mulut pintu membangunkannya. Ia tak tahu jika acara itu telah selesai.

Ia pun membuka pintunnya dengan kantuk yang masih mengendap.

"Sit. Kamu kok tidur, sih. Mbak tadi kualahan membagikan jajan," komplen Sarah pada Siti.

"Maaf, Mbak. Tadi aku ketiduran."

Seperti biasa ... Sarah hanya mengacuhkan Siti. Perempuan itu mana peduli dengan letih yang ditanggung Siti. Perempuan itu benar-benar tidak tau terima kasih. Siti sudah melakukan hampir lima puluh persen pekerjaan, sedangkan perempuan itu hanya membungkus jajan!

Sifat manusia memang seperti itu. Kebaikan yang bertubi akan terganti dengan kesalahan sebutir padi. Kebaikan Siti mana pernah Sarah puji. Baginnya Siti adalah tempat membuang kesalahan.

                      ***

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang