Nenek Darmi beringsut di bawah ranjang dimana Siti biasa berbaring. Siti melihatnya nanar. Ia begitu menyesali apa yang ia katakan tadi.
Tetes demi tetes meluncur dari pelupuk mata neneknya.
"Ceritakan, Sit. Apa yang sebenarnya terjadi! Bapakmu bilang, Surya sering menelponmu. Apa itu benar?" Manik mata neneknya yang sendu begitu penasaran.
Siti hanya bisa menunduk. Iya pun ikut duduk di lantai.
Gadis itu segera menceritakan semua pada neneknya. Tak ada satupun yang terlewat.
"Mungkin itu hanya perasaanmu, Sit. Bisa saja itu hanya perasaanmu."
Siti tidak habis pikir, kenapa neneknya masih saja belum bisa percaya.
"Masalahnya... Bapak juga ikut mengangkat telpon dari Om Surya, Nek. Mana mungkin Siti mengada-ada. Dan Siti juga ada bukti kalau Om Surya sering mengirimi Siti pesan tiap malam."
Hp Siti pun di keluarkan dari saku depan tasnya. Ia mulai membuka kunci layar. Menekan menu yang bergambar perangko putih itu. Mulai men-scroll pesan. Pesan-pesan itu masih belum dihapusnya. Ia lantas menunjukkannya pada nenek.
"Astagfirullah... kamu benar, Sit. Memang kurang ajar Surya! Maafin nenek yang sempat meragukan kamu, Sit."
Neneknya mulai gelisah lagi. Pandangannya menerawang.
"Dulu. Nenek sudah bilang sama Sarah. Dulu Nenek sempat sholat istikhoroh sebelum mereka menikah. Nenek diberi mimpi sepasang sandal, Sit. Ya mungkin jawabannya terjawab sudah saat ini. Kehidupan rumah tangga Sarah pas-pasan. Bukannya mengangkat derajat keluarga kami, Surya malah mempermalukan kami. Nenek benar-benar kecewa dengan Surya. Bagaimana bisa dia menggodamu. Kurang baik apa anakku padannya." Nenek Darmi mulai tergugu lagi.
Suara langkah kaki terdengar. Nener Darmi menghapus air matannya.
Benar saja. Sarah tiba-tiba mengetuk pintu kamar Siti. Tangan Siti pun memutar kenop untuk membukannya.
"Ibu. Dimana anak-anakku?"
Nenek Darmi mengejapkan pandangannya.
"Bapakmu ngajak mereka ke toko. Kamu susul saja."
Sarah pun melirik Siti. Dan menyapannya.
"Baru balik, Sit?"
"Iya, Mbak."
"Ya udah aku nyusul mereka dulu ya, Bu."
Sarah sudah menghilang di telan pintu.
"Tolong kamu rahasiakan dari siapapun, Sit. Apalagi sama Sarah. Bisa-bisa rumah ini ramai. Sarah sudah pasti marah jika tau. Rumah tangga memang banyak sekali cobaannya. Dan kamu harus ingat Sit. Kalau kamu nanti rumah tangga, jangan sampai kamu memasukkan wanita lain ke dalam rumahmu. Nenek tidak tau kalau mengajakmu kesini akan membuat Surya tergoda. Nenek pikir, Surya orang yang terhormat." Nenek Darmi menatap Siti dengan pandangan yang Siti tahu, itu tatapan iba. Siti merasa menjadi orang termalang dengan tatapan seperti itu.
"Itu juga tergantung kamu, Sit. Kalau kamu tidak menanggapinya. Surya mungkin juga tidak akan berani berbuat macam-macam sama kamu. Kamu hati-hati saja sama dia. Pantesan dulu pas kamu pulang ke desa. Surya sering tidur di kamarmu. Nenek waktu itu sempat bertanya-tanya. Menurut Nenek itu tidak pantas dilakukannya."
"Benarkah, Nek. Itu kapan, Nek?"
"Yang kemarin bulan puasa kamu pulang itu lo, Sit. Pas dulu-dulu kamu pulang ke desa juga Surya sering ke kamarmu. Nenek juga pernah liat Surya nyubit pipi kamu dulu."
"Itu dulu Siti tidak sadar, Nek. Kalau ternyata setelah itu Om Surya malah melakukan lebih dengan sering menelpon Siti malam-malam. Mengirimi Siti pesan. Tapi Siti sama sekali tidak menggubrisnya, Nek."
"Iya, Sit. Kamu harus pandai menjaga diri. Nenek juga tidak bisa terus mengawasi Surya."
"Iya, Nek. Maafin Siti. Siti sudah membuat Nenek sedih."
"Ini sudah taqdir, Sit. Mungkin ini sudah taqdir. Kamu jangan lupa makan. Nenek pergi dulu. Mau ngaji di Mbak Sekar."
Siti tahu, ini pukulan yang amat sakit untuk Neneknya. Apalagi bagi Sarah jika saja perempuan itu tahu.
"Iya, Nek.
***
Menurut kalian ... apa yang harus dilakukan oleh Siti? Harus pergi dari rumah itu dan nekat menyelesaikan kuliahnya tanpa bantuan tinggal dirumah neneknya atau bisakah kalian menemukan solusi untuk Siti? Ini memang kisah nyata. Sedikit ada yang di rekayasa. Tolong berikan bintang atau setidaknya komen. Thanks.

KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Maimunah (END+ Revisi)
Romance21+ Dilarang keras membaca jika belum usia dewasa. Om Surya. Paman nya yang ia fikir adalah pria yang alim. Ternyata .... Sebuah pelajaran bagi Mai. Kehidupanya mengajarkan untuk tidak menilai susuatu dari luarnya saja. Begins on September 2018.