36

5.3K 139 0
                                        

Suara kokok ayam mengagetkanya yang baru saja tidur setengah jam yang lalu. Pening hebat dirasakanya sebab semalaman matanya dibiarkan terbuka. Menyapu langit-langit kamarnya yang sudah mulai renta sambil menyeka bulir-bulir air matanya yang merembes tanpa henti setelah Surya, laki-laki yang dipanggilnya Om itu mengiriminya sebuah gambar.

Mungkin jika gambar itu gambar animasi, ia mungkin tak akan segelisah ini. Tapi terlihat jelas disana, itu potretnya! Berkali-kali Mai menyumpahi keteledoranya. Berkali-kali pula ia mengirim doa-doa kejam pada laki-laki yang berhasil membuat hidupnya porak-poranda.

Yang hanya ia pikirkan saat ini hanyalah keselamatan kehormatanya. Bagaimana jika foto itu disebar?! Pikirannya terlalu buntuk untuk memikirkan hal lain.

Surya pagi ini masih saja mengiriminya pesan ancaman. Jika Mai tidak mau menemuinya nanti, mungkin gambar setengah bugilnya akan segera viral. Dengan cepat gadis itu membuang ponselnya.

Astaghfirullahaladziim! Mai memekik dalam hati.

Ia masih saja meneteskan air matanya tanpa henti. Ia bahkan sesenggukan. Hatinya terguncang. Ia bahkan Bersembunyi di balik sudut pintu kamarnya. Memeluk kedua lututnya erat-erat. Berharap jika ia bersembunyi disana, ia akan aman. Tak ada lagi yang akan menggangu hidupnya

Takut, gelisah, merasa terancam, hanya itulah yang membanjiri pikiranya saat ini.

Suara-suara peralatan dapur bertabrakan pun tak dihiraukanya. Ia tau jika Sarah sedang di dapur, menyiapkan secangkir kopi untuk suaminya dan juga sekalian memasak untuk anak kembarnya. Dan ia tau tugasnya yang mencuci piring, membuang sampah, menghosok kamar mandi serta memasak untuk neneknya belum sama sekali dijamahnya. Berhubung hari ini hari Minggu, nenek dan kakeknya mengikuti rutinitas Tariqot. Tidak adanya kemunculan Mai, tentu itu membuat anak sang anak pemilik rumah marah dan melampiaskan pada wajan-wajan yang tak bersalah. Dan itu Sarah.

Untuk saat ini Mai persetan dengan itu semua! Ia tidak perduli jika pintu kamarnya akan mengeluarkan suara dari hasil gebrakan tangan Sarah.

"Gue takut. Gue bener-bener takut! Apa yang harus gue lakuin?" Mai mengangkat telpon dari sahabatnya. Dengan wajah yang jauh dari kata bahagia.

"Tenangin diri elo, Mai. Loe nggak usah temuin Om brengsek loe itu! Loe enggak usah takut! Loe nggak perlu bales pesanya. Dia nggak bakal berani buat nyebar foto itu! Loe bahkan bisa buat ngancem dia buat lapor ke Polisi. Pesan itu belum loe hapus kan?"

"Belum."

"Syukurlah ..... Loe nggak usah takut. Bukti sudah ada ditangan loe buat ngeringkus dia. Loe mending keluar dari rumah itu sekarang juga! Loe jangan jadi pengecut, Mai! Loe harus berani! Loe jangan mau stay terus dengan kondisi yang ngerugiin loe! Pergi sekarang juga!"

Benar juga kata sahabatnya. Mai memang tidak sampai berfikir sejauh itu. Yang ada dibenaknya hanya ingin keluar dari rumah ini. Dan Mai tidak mau lagi berurusan dengan Surya ataupun Sarah.

Hampir pukul delapan pagi. Ia mondar-mandir di dalam kamarnya untuk mengumpulkan semua pakaian yang memungkinkan untuk di bawa. Saat ini juga ia harus menghilang dari rumah itu. Meski mendung menyergap langit-langit yang biasanya cerah karena senyum sang mentari. Sebelum rintik-rintik hujan turun, ia harus segera pergi.

Nenek dan Kakeknya pun belum kembali dari aktifitas Tariqotnya, itu pun tak menghalanginya untuk pergi. Ia sudah menyusun alasan jika Sarah melarangnya.

Dengan membawa tas besar, Mai pamit pada Sarah untuk pulang kampung.

"Kok tumben dadakan gini Mai. Mau ujan gitu masak kamu mau pergi?"

"Soalnya aku di tungguin orang rumah, Mbak. Kartu Keluarga  kebawa sama Mai buat ngurus beasiswa. Soalnya Bapak mau ngurus asuransi sawah. Jadi sangat perlu KK itu. Hari ini--"

"Ya udah, hati-hati, Mai."

Sial. Kenapa Sarah begitu ketus merespon penjelasan Mai. Perempuan itu segera memunggunginya dan berlalu pergi setelah Mai berpesan untuk menyampaikan pada Nenek serta Kakeknya jika ia pergi pulang ke desa.

Tas besar itu diangkatnya susah payah. Segera kakinya melangkah melewati rumah-rumah tetangga yang sepi. Ia merasa aman sekarang.

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang