34

5.4K 133 5
                                    

Darah keluar dari perut Surya. Laki-laki itu mengaduh kesakitan sambil berusaha menjauh dari seorang gadis yang baru saja menusuknya. Perutnya yang bersimbah darah itu dipegangnya erat-erat, erangan-erangan panjang pun tak henti-hentinya terucap dari mulutnya. Sedangkan gadis itu tak gentar untuk melangkah mundur. Kakinya terus saja melangkah, menuju laki-laki yang sedang merintih kesakitan itu. Bahkan meski laki-laki itu meneriakan kata yang mungkin sebentar orang sekampung akan datang berduyun-duyun.

Gadis itu menerjang Surya dengan cepat. Tusukan demi tusukan dihadiahkan lagi padannya. Dendam yang menggelora tak mampu ia tahan lagi. Sudah habis kesabaranya selama ini. Mai juga menjatuhkan tepat pada Surya sebuah TV beserta almari. Mainan anak kembarnya pun tak luput diambil oleh Mai. Laki-laki itu terkubur dalam beratus-ratus mainan anak-anaknya beserta TV dan Almari. Mai tertawa menggelegar. Ia begitu puas. Ia begitu senang melihat laki-laki bajingan itu mati ditangannya.

Pisau itu kemudian ia pakai untuk mengiris-iris bawang putih, yang tadi hanyalah khayalan Mai yang tidak mungkin Mai lakukan di dunia nyata. Mai tidak tega melihat Sarah menjadi janda. Dan ia terlalu muda untuk masuk penjara.

Mata Mai bengap. Tadi malam ia menangis tanpa bersuara lagi. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan kejadian tadi malam, kejadian yang menyadarkannya betapa cerobohnya ia selama ini. Mai menekuri dirinya yang sering tidur tanpa busana yang lengkap. Entahlah, berapa potret yang berhasil Surya kumpulkan selama ini, tanpa sepengetahuannya.

Tiba-tiba ada anak Sulung Sarah lewat dengan membawa ponsel yang kemarin malam ia sempat lihat menjulur melalui ventilasi kecil kamarnya. Benar dugaannya, ternyata benar, Suryalah yang mengambil potretnya tadi malam. Silikon Doraemon itu kembali memutar ingatannya. Mai ingin sekali mengambil paksa ponsel itu, ingin ia goreng sekalian ponsel itu bersama tempe yang hendak digorengnya. Tapi lagi-lagi Mai tidak mau melakukannya. Mai terlalu baik hati, baginnya biarlah Tuhan yang membalas perbuatan jahat pamannya. Karena ia sadar, betapapun Mai merusak ponsel itu, yang ada malah ia bisa diusir dari rumah neneknya oleh Sarah. Tentu anak sulungnya itu pasti akan mengadu jika Mai yang merusaknya.

Saat ini, pikiran Mai pecah menjadi dua. Pertama, karena masalah tadi malam. Yang kedua, Mai harus fokus karena nanti pukul delapan ia harus siap ujian proposal. Semoga ia bisa melewatinnya.

Meski Mai tadi malam melewatkan waktu belajarnya dengan menangis. Ia harus tetap semangat. Karena tinggal selangkah lagi ia bisa punya alasan untuk keluar dari rumah ini tanpa membuat Sarah curiga.

Hah, entahlah ... kenapa Mai begitu memikirkan kepentingan Sarah. Padahal Sarah malah bersikap sebaliknya padannya. Sarah yang sekarang begitu emosional padannya.

                        ***

"APA?!! KENAPA KAMU DIAM SAJA, Mai? KAMU BEGO?! AKU MUNGKIN AKAN KELUAR! LALU KU TONJOK MUKANNYA. KALO PERLU AKU TUSUK PERUTNYA PAKAI JARUM!"

Mai terhenyak mendengar perkataan sahabatnya. Bagaimanapun juga ia bersyukur, ia tahu jika Surya perbuatan kurang ajar Surya selama ini.

"Gue takut. Kalo foto-foto gue disebar gimana? Itu yang gue pikirin saat ini." Mai tertunduk lesu. Gadis itu sudah berada didepan kantor jurusan setelah melewati ujian proposal setengah jam yang lalu.

"Tenang, Mai. Loe nggak boleh lemah. Kalo loe diancem. Loe tinggal bilang aja ke Nenek loe. Pasti dia yang bakalan diusir!"

"Gila loe. Ya nggak mungkin Nenek gue berani ngelakuin gitu. Dia jauh lebih sayang anaknya dari pada gue yang cuma sepupu jauhnya. Tadi pagi aja gue udah bilang ke Nenek gue. Jawabannya cuma nanti malem bakal nemenin gue tidur. Dan gue disuruh ati-ati. Ya udahlah. Gue yang harus extra sabar dan jalanin ini semua dengan ikhlas. Mungkin ini ujian buat gue."

"Loe yang sabar, Mai. Semua pasti ada jalannya. Loe kalo mau nginep di kos gue. Kos gue terbuka lebar buat loe." Mai pun memeluk sahabatnya itu sambil menangis. Ia masih bersyukur masih diberi tempat untuk meneduhkan hatinnya selain bercerita pada Neneknya.
***

Siti Maimunah  (END+ Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang