Sudah menjadi kebiasaan, jika Mai sering dibuat kesal oleh Aminah, Buyutnya.
Orang tua yang sudah lebih berumur setengah abad lebih itu sering bersikap keterlaluan padanya.
Seringkali gadis itu disuruhnya melakukan banyak hal dan tak lupa mempermalukannya di depan Sarah ataupun Darmi.
Salah satu hal yang tidak Mai tidak suka, mengapa Neneknya harus membebani gadis itu untuk menjaga bayinya Sarah.
Beruntung kuliah Mai libur selama tiga hari. Dosenya ijin keluar negeri. Aminah benar-benar tidak mengerti, tugasnya sudah begitu banyak dirumah itu.
Sarah memang sudah menyewa seorang Baby Sitter. Tetapi hanya selama tiga jam pekerjaannya. Di mulai dari pukul sepuluh pagi yang mana dari pukul delapan Darmi yang menjaga mereka berdua, sampai pukul sepuluh Darmi dan Rusman pergi bekerja, jadi hanya mulai pukul sepuluh hingga pukul satu pengasuh bayi itu menjaganya, tapi tidak keduannya satu bayinya yang menjaga adalah Mai dan Aminah sedangkan Ibunya masih kekeh mengajar, meski suaminya sudah melarangnya.
Pukul lima sore. Suara deru motor berhenti. Surya sudah pulang. Laki-laki itupun bergelayut dengan air untuk membersihkan tubuhnya. Selang beberapa menit kemudian terdengar suara Magic jar ditutup. Surya sepertinya hendak makan. Dan itu kebiasaan yang tak biasa dilakukan oleh Surya, setahu Mai selama tinggal beberapa bulan disana.
Sedangkan Mai dan Aminah masih bersama bayinya di ruang tengah. Bayi mungil itu menangis dengan keras. Seakan merindukan Ibunya. Meski Mai sudah memberikan sebotol susu beberapa menit yang lalu.
Digendongnya bayi itu. Kakinya mondar-mandir di depan cermin kamar. Aminah terus saja merancaunya untuk menenangkan bayi itu.
Surya seperti biasa, ia datang tanpa permisi. Diambang pintu ia menyapa mereka.
"Bayinya rewel, Mas," balasnya dengan masih menimang-nimang.
"Sini, biar aku gendong."
Mai menyerahkan bayi itu tanpa sadar. Jika pakaian Mai sedikit turun dan tak sengaja payudaranya mengintip keluar. Gadis itu baru menyadarinya ketika ia masuk ke kamarnya.
Sontak membuatnya terperanjat. Tidak menyangka aurotnya bisa terbuka seganas itu.
Sebagian payudaranya mencuat kepermukaan. Kancing-kancing atas itu terbuka. Tak sengaja bayi mungil tadi membuat kancing-kancing yang sudah lapuk itu mencuat. Yang ia takutkan hanyalah jikalau Surya melihat pemandangan penuh dosa itu, bisa saja Surya berpikiran hal buruk tentangnya. Tapi tidak untuk malam ini. Bahkan Surya sudah tidak lagi laki-laki sholeh yang di jumpainya di awal kakinya menginjak rumah mereka.
Malamnya....
Kamar Sarah begitu ramai. Mai senang jika berkunjung ke kamar Sarah. Sarah sering memintanya menjaga kedua bayinya, sementara ia pergi untuk shalat Mahgrib.
Tetapi entah mengapa menjelang malam ini Surya pulang awal setelah siang tadi kembali ke pondok. Surya kemudian bergabung dengan mereka berdua untuk bercanda dengan bayi-bayinya. Mereka kadang sesekali menghabiskan waktu untuk berbincang. Banyak sekali topik yang mereka bahas, entah itu seputar gosip, atau Sarah membahas tentang teman-temannya sesama pengajar. Atau Surya sedikit menceritakan tentang kenakalan Anak didik mereka.
Mai hanya menjadi pendengar yang baik. Alasan Mai ke kamar Sarah hanyalah karena Mai merasa harus menjaga bayi-bayi Sarah setelah ia terlebih dulu menunaikan shalat. Juga, Mai sangat menyukai bayi Sarah yang bernama Asih.
Siapa yang tidak suka bayi? Apalagi bayi itu begitu imut untuk dicium. Mai sekilas melihat pipi pipi ranum Asih, tangannya begitu gatal ingin menyentuh pipi pipi berisi itu.
Sarah tanpa rencana mencomot pipi-pipi gembung itu dengan gemas. Dan tak terduga, Surya, menghadiahinya dengan mencubit balik kedua pipinya. Apa yang dilakukannya? Kenapa Surya tidak berpikir ulang tentang apa yang dilakukannya tadi? Tidakkah itu membuat hati Sarah meledak?
"Mas! Apa-apaan, Sih!" Sarah memang benar merasa sangat kesal.
"Ya, Mai itu. Mainin pipi-pipi dedek. Ya udah, aku cubit balik."
Dengan dalih seperti itu, tentu membuat Sarah. Si perempuan polos itu tak melanjutkan aksi kesalnya. Bagaimana dengan Mai? Gadis itu sudah pergi meninggalkan mereka tanpa mereka sadari. Ia sungguh terhina dengan apa yang dilakukan Surya padanya.
Bagaimana jika Mai menciumi pipi Asih. Apa Surya juga akan menciumnya balik? Laki-laki itu benar-benar tidak menjaga wibawanya sebagai seorang laki-laki yang sudah berumah tangga.
Dengan gamang gadis itu berjalan ke kamarnya. Disertai rentetan kejadian minggu lalu, sepertinya Mai sudah dua kali mendapat perlakuan tidak sopan dari laki-laki yang dianggap Sholeh itu. Masih teringat jelas tangan besar itu menyentuh pantatnya ketika dirinha hendak lari dari Surya. Kala itu Surya sedang kesal dan menjulurkan tangan kanannya untuk melampiaskan kekesalannya pada Mai.
Tapi mengapa harus di area sensitif semacam itu? Ya. Meskipun mereka sedang bercanda, mengapa seolah Surya tidak mengerti batasanya! Dan kali ini, Mai. Kedua pipinya di cubit.
Haruskah Mai melaporkannya pada Darmi? Tidak. Mai tidak mau membuat nyala api dalam rumah tangga mereka. Sudah cukup, Mai melihat jilatan-jilatan api di mimik wajah Sarah setiap harinya.
Mai tahu, Sarah tidak sedang bahagia. Ia hanya berpura-pura.
Banyak kepingan-kepingan puzle yang ia ingin rakit dengan segera. Senyuman aneh Surya yang cenderung bukan senyum seorang laki-laki yang baik. Senyuman yang seolah ingin menerkam sesuatu. Sentuhan-sentuhan yang tidak pantas itu pun memberikannya rasa penasaran untuk menyelidiki.
Surya. Laki-laki itu seolah sama sekali tidak mengerti batasanya sebagai seorang suami--yang harusnya--menjaga perasaan seorang wanita--yang sudah melahirkan dua bayi--untuknya.
Seperti saat tengah malam seperti ini. Mai mendengar ketukan berkali-kali. Pelan tapi beruntun. Bau asap rokok menyeruak ketika knop pintu dibukanya. Surya sudah berada di depan kamarnya dengan senyuman yang terus meneror ketenangan Mai. Senyuman yang seolah ingin melahabnya. Belum lagi sebatang rokok ditanganya, asapnya mengisi lubang hidung.
Mai tidak bisa mencerna apa yang dialaminya saat ini. Lagi, Surya--ingin maminjam laptop. Apa malam-malam seperti ini pantas? Ke kamar seorang gadis? Hanya untuk meminjam laptop?Apa di sekolah di tempatnya mengajar tak memberi fasilitas itu untuknya?
Yang lebih membuatnya merasa dipermainkan lagi--Surya masuk ke kamarnya. Hanya mereka berdua di sana. Tubuh besar itu sebagian sudah duduk ditepian ranjang. Sedangkan ia dengan pelan menyalakan laptop tak jauh dari Surya.
Sayang, Mai dengan segannya pergi keluar menuju ruang tamu. Membiarkan Surya bermonolog sendiri dengan laptopnya. Karena Mai sudah tau, endingnya. Ya. Surya pasti akan berbicara beberapa patah kata.
"Wah. Nggak jadi, Mai. Om nggak jadi pinjem."
Lalu Mai kembali menutup kamarnya. Menutup rapat matanya yang sudah merajuk, sambil mencari kepingan lain dari puzle yang sudah hampir selesai terakit.
Mai mungkin sudah menangkap maksud lain dari Surya yang sudah beberapa kali bertandang ke kamarnya malam-malam (sangat malam) namun di akhiri dengan kalimat "tidak jadi". Apa Mai terlalu naif untuk sulit memahami? Gerak-gerik aneh Surya? Gerak-gerik yang tidak mencerminkan laki-laki alim yang membalutnya di mata para tetangga.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/149192148-288-k416738.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Maimunah (END+ Revisi)
Romance21+ Dilarang keras membaca jika belum usia dewasa. Om Surya. Paman nya yang ia fikir adalah pria yang alim. Ternyata .... Sebuah pelajaran bagi Mai. Kehidupanya mengajarkan untuk tidak menilai susuatu dari luarnya saja. Begins on September 2018.