6

3.1K 205 1
                                    

Jika sebuah keputusan mampu memberi jalan keluar, apakah itu juga berarti keegoisan? Keegoisan logika untuk lebih menang dari perasaan. Tapi disitu juga ada campur tangan perasaan hati agar menjadi lebih dewasa. Hati mampu mengalah untuk pendewasaannya, lalu logika? Apa dengan dia menjadi pemenangnya dia jadi kekanakan? Logika sudah terlalu banyak pendewasaan yang ia korbankan, memikirkan x dan y untuk masalah matematika, mencari hukum apel jatuh dengan gravitasinya, mengidentifikasi berbagai zat bodoh dalam sel-sel tidak jelas. Itu sebabnya ia butuh kemenangan instan dari sang perasaan agar keadaannya tak semakin dipersulit karena terlalu banyak hal yang ia pikirkan.

Ego harus mengalah terhadap pemikiran dewasa.

Kini Lisa sudah berani memenangkan logikanya agar bisa dengan tenang beristirahat tanpa memikirkan perasaannya dan alasan-alasan untuk tidak menyetujui pernikahan ibunya. Itu artinya rasa egois Lisa kalah dengan pemikiran dewasanya kini, hidupnya yang mungkin saja akan lebih bahagia dengan menempuh jalan logikanya.

Setelah cukup lama ia terpenjara dengan orang asing disekelilingnya, akhirnya Lisa bisa lolos dan melanjutkan kebebasannya bergerak. Satu hal yang masih membekas di memori Lisa adalah adegan ayah dan anak yang membuat hati Lisa tersentuh. Menyadarkan Lisa atas egonya. Menerima segala keputusan yang dapat membuat satu-satunya orang berharga dalam hidupnya bahagia—ibunya.

Senyum Lisa merekah saat langkah lelahnya telah sampai di depan rumahnya. Otaknya yang kini sedang menyusun kata-kata yang akan ia lontarkan pada ibunya dan membayangkan pasti bagaimana bahagianya setelah mendengar ucapan Lisa itu.

Tanpa pikir panjang lagi, Lisa sudah siap dengan apa yang akan ia katakan. Dengan segala kesiapannya ia membuka pintu dan mendapati ibunya yang sedang duduk manis di sofa panjang sendirian, menatap layar televisi dihadapannya.

"Aku pulang" ucap Lisa diambang pintu lalu segera menghampiri ibunya.

"Kenapa kau lama sekali, Lisa? Apa terjadi sesuatu padamu?" sambut Nyonya Manoban.

Lisa mendekat tak mengindahkan pertanyaan khawatir ibunya. Ia duduk disamping ibunya dengan wajah terpasang setenang mungkin memberikan senyuman.

"Mom, kau mau mendengar sesuatu?" alih-alih menjawab rasa cemas sang ibu, Lisa dengan senyum manisnya justru berbalik tanya kepada ibunya. Sepertinya ia akan mulai mengatakan keputusannya.

"Ne?" Nyonya Manoban menautkan kedua alisnya terheran dengan ucapan Lisa.

"Aku menyetujuimu menikah dengan pria pilihanmu, mom" jelas Lisa tanpa basa-basi. Dan saat itu juga air muka Nyonya Manoban seketika berseri menampakan kebahagiaannya.

"Jinjja?!" sahut Nyonya Manoban, "seriously?" Nyonya Manoban masih dengan kagetnya mendengar ucapan anaknya itu. Dan tak bisa disangkal lagi memang ini yang ia tunggu-tunggu. Kebahagiaan terpancar jelas di setiap lekuk wajahnya. Senyumnya mengembang dengan deretan gigi yang tersungging rapi.

"Uhum.." Lisa mengangguk semangat. Ia senang melihat ibunya bahagia seperti ini. Dan dia yakin kalau hidupnya nanti akan lebih bahagia setelah mereka mempunyai keluarga baru.

"Kapan kau akan mempertemukan kami?" tanya Lisa.

"Secepatnya"

"Bagaimana kalau besok" ujar Lisa tanpa ada keraguan saat mengatakannya. Tapi entahlah apa sebenarnya di hatinya, siapa yang tahu?

"Kau bercanda? Kau baru saja menyetujuinya, apa yang sebenarnya terjadi padamu sampai kau berubah pikiran secepat ini?" Nyonya Manoban curiga dengan sikap tiba-tiba Lisa ini, tapi dia percaya anaknya adalah gadis yang baik dan penurut.

"Anniyo, mom, aku serius. Dan tanpa pikir panjang itu salah. Aku memikirkannya sampai sesuatu hal yang membuatku tersentuh dan menyadari keegoisanku" tatapan Lisa menerawang. Matanya melihat wajah sang ibu namun pikirannya melayang mereka ulang kejadian di rumah sakit yang membuatnya terenyuh.

Something Wrong [selesai]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang