"Astaga, ini bukan tempat yang keren untuk menyatakan cinta" ucap Lisa, mengitari lingkungan sekitar dengan pandangannya.
Setelah Jiyong mengungkapkan perasaannya beberapa detik lalu, tidak mungkin Lisa tidak merasa aneh. Bahkan dadanya terasa sesak dan perutnya terasa geli sekarang. Senang bukan main, tapi kesal mendominasi. Entahlah kesal seperti apa yang Lisa rasa saat ini.
Sudah dipastikan jantungnya memompa darah lebih cepat, urat nadinya berdetak lebih antusias dari biasanya. Tapi seorang Lisa harus tetap elegan dalam keadaan apapun. Ia sedang mati-matian mengontrol berbagai macam emosi di hatinya, beruntungnya ia sangat lihai dalam hal seperti ini.
"Di tengah jalan setapak, di pinggiran kota dan... Err, lihatlah pohon kering diatas kita" Lisa meneliti satu per satu kekurangan disekelilingnya yang bahkan tidak penting.
Percayalah, itu hanya sebuah bualan agar ia tidak menatap wajah Jiyong yang entah kenapa menjadi mempesona setelah ia menyatakan rasa sukanya pada Lisa.
"Apa ini suatu kesalahan besar dalam menyatakan perasaan?" Jiyong yang tadinya masih memperhatikan wajah Lisa, turut meneliti sekelilingnya.
"Aku boleh minta sesuatu padamu?" tanya Lisa, menatap Jiyong pada akhirnya.
"Tentu saja. Eoh, tapi aku saja baru menyatakan padamu, belum memintamu untuk menjadi —"
"Aku ingin pulang" pinta Lisa memotong ucapan Jiyong. Lisa tahu apa yang akan Jiyong ucapkan, tapi Lisa belum siap mendengarnya sekarang.
Lisa menarik tangan Jiyong paksa kali ini. Menyeretnya menuju mobil dan memaksa untuk pulang sekarang juga. Tanpa debat berkepanjangan, Jiyong menuruti Lisa, pulang tanpa membawa apapun yang ia harapkan saat ini.
Lima menit pertama sampai menit ke dua puluh sejak mobil Lisa melaju, sama sekali tidak ada yang membuka mulut. Keduanya diam dengan pikiran yang pusatnya sama. Dalam hati Jiyong takut ungkapan yang bahkan belum selesai tadi tak akan ditanggapi baik oleh Lisa. Sementara Lisa tengah ragu dengan apa yang akan ia sampaikan nanti akan benar-benar menjadi yang terbaik atau sebaliknya.
"Jadi Lisa, kau pasti sudah sangat paham maksud ucapanku tadi meskipun beberapa kali kau potong" tegas Jiyong pada akhirnya membuka suara.
Masih belum ada tanggapan.
"Heum?" harap-harap cemas, Jiyong menaikan sebelah alisnya sembari sesekali melirik Lisa disampingnya.
"Itu- sangat jelas" lirih Lisa pada akhirnya, "tapi, tapi kenapa-"
"Tidak perlu alasan aku mencintaimu, ini respon hatiku untukmu sebagai lawan jenis. Bukan saudara atau adik, ini mungkin sedikit menyalahi tapi aku menyukaimu, seperti appa-ku menyukai ibu mu. Jadi untuk pertama kalinya, aku harap pernyataanku bisa kau terima dengan benar" jelas Jiyong.
Beberapa menit Lisa masih diam, dan Jiyong enggan menyela diamnya Lisa karena ia pikir Lisa juga sedang berpikir.
"Mmm, apa ini permintaanmu?" ragu, Lisa menanyakannya.
"Ya, ini permintaanku, jadi seharusnya kau mengabulkannya. Tapi aku memberi keringanan untuk kau pertimbangkan karena ini masalah perasaan, aku tidak bisa memaksamu untuk membalas perasaanku"
"Bagaimana kalau aku menerimamu?" tanya Lisa.
"Aku akan sangat senang" ada binar harapan nyata dimata Jiyong setelah Lisa menanyakan itu.
"Kalau aku menolakmu saja?"
"Kau berniat menolakku?" setelah terdiam sebentar dengan ucapan Lisa barusan, harapan yang memuncak dalam diri Jiyong seakan melebur perlahan. Perkataannya bahkan terkesan putus asa.
Diam lagi. Atmosfernya beku, jadi perlahan Jiyong menyalakan musik untuk mencairkan suasana yang masih diam itu.
Instrumen lagu ballad seorang penyanyi barat menjadi alunan pertama yang masuk ke gendang telinga masing-masing. Hal ini jadi penggambaran hati Jiyong yang dirasa akan rapuh.
"Aku-" Lisa kemudian berdeham, menetralkan nada suaranya yang terasa sedikit serak.
"Aku tidak butuh keringanan itu"
"M-maksudmu?" Jiyong melirik kearah Lisa. Perkataan Lisa terdengar ambigu untuk Jiyong dan membuat Jiyong berpikir negatif setelahnya.
Lisa menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, bersamaan dengan ungkapannya, "aku akan dengan mudah mengabulkan permintaanmu".
"Oh, astaga! Kau bilang apa tadi?" seru Jiyong yang tanpa sadar menginjak pedal rem mobil.
Keduanya sedikit terjungkal kedepan, beruntung sabuk pengaman menyelamatkan mereka agar tidak terbentur dashboard atau setir mobil.
"Itu hanya 'akan', kau tidak keren tadi saat menyatakan perasaanmu" cibir Lisa.
"Lalu, kau meminta aku mengulanginya? Bagian mana yang tidak keren?- ah berisik sekali klakson dibelakang" komentar Jiyong pada kendaraan dibelakangnya yang berulang-ulang membunyikan klaksonnya.
Jiyong kembali menjalankan mobilnya, dalam hati merutuki kebisingan klakson itu. Mengganggu saja.
"Bagian mana yang tidak keren?" tanya Jiyong lagi, setelah ia menepikan mobilnya.
Lisa terkekeh, "semuanya"
Jiyong menyampingkan posisi duduknya, begitupun Lisa. Menatap dalam manik milik Lisa.
"Oh, sungguh aku tidak bisa mengulangi perkataannya, tapi aku sangat bisa menyukaimu berulang-ulang" kata Jiyong.
"Jadi?" Lisa menaikan alisnya.
"Aku yang seharusnya bertanya jadi. Jadi?"
Lisa mengernyitkan dahinya.
"Jadi kau tidak menolakku?" tanya Jiyong penuh harap.
"Emm, aku tidak tahu harus mengangguk atau menggeleng. Tapi aku menerimamu" kata Lisa pada akhirnya.
Jiyong tersenyum lebar, tidak menyangka memiliki sebuah perasaan cinta kemudian menyatakannya akan semenyenangkan ini.
"Woah, aku tidak tahu kalau menyatakan cinta akan semudah ini" senang Jiyong.
***
Aku tuh ngga tenang, kayak ngerasa punya banyak utang.
Jadi, kisah ini bakal sampai ending meskipun agak lama-lama update-nya:')
Tbc~
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Wrong [selesai]✔️
FanficKapan penyesalan dimulai? Kapan penyesalan selesai? __________________________ Rank #1 Fiksi Penggemar on 1st September 2020 Rank #1 Kwon Jiyong on 20th February 2021